1.1.6

61 7 0
                                    

Lalu Aku menoleh, melihat kaca kilat yang tak bisa tembus pandang. Tambah membuatku naik darah. Ku ketuk-ketuk kaca mobil itu.

Dan ketika di buka, terlihat lah wajah Kak Arsya dengan senyumannya.

Padam sudah amarahku.

Aku tersenyum balik lalu berucap, "Ada apa, Kak?"

"Kamu kali ada apa? Tadi kayanya mukanya mau marah sekarang kok berubah?"

"Ah iya anu.. Itu kak, cuman kepanasan aja mungkin keliatan lagi marah. Padahal enggak kak. Hehe." jelasku ada rasa gugup, malu juga salting. Ah intinya es campur deh.

"Ooh gitu. Mau pulang? Sama temenmu?" tanyanya lagi.

Aku menoleh, melihat Meila berkacak pinggang menungguku. Lalu kembali melihat Kak Arsya, Akupun tersenyum lagi sambil menganggukan kepalaku mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Kak Arsya.

"Mau Bareng?"

Mataku melebar. Jujur saja aku cukup kaget dan juga senang. "Boleh, Kak." jawabku tanpa perlu menanyakan kepada Meila. Jelas ini keputusanku.

Aku langsung membuka pintu mobil, baru saja aku mau masuk. Lagi-lagi Meila menarik lenganku.

Aku menatapnya seolah-olah sedang bertanya.

"Gue ikut." lalu dia duduk di depan, tepat di sebelah Kak Arsya. Padahal tadi aku ingin duduk di situ. Ish Meila. Emng ya! Hadehh. Yaudahlah.

Kitapun diantar sampai rumahnya masing-masing dengan Kak Arsya. Senangnya. Walau duduk di belakang.

>_<>_<>_<>_<>_<

Belakangan ini Kak Arsya kadang suka mengantarku pulang. Apalagi saat bertepatan Aku sepulang dari Eskul PMR. Ku dengar-dengar dia ikut Silat dan kebetulan jadwal Silat dan PMR pada hari yang sama. Ah apakah ini yang di namakan jodoh!? Ihh masa si!?

Sebenarnya Aku hari ini telat, alias kesiangan. Mungkin gara-gara kemarin ngerjain tugas sampai larut malam. Dan itu adalah pelajaran Biologi. Hadehh tuh guru kalau kasih tugas emang tidak pernah kira-kira.

"Mei!?" panggilku ketika Meila sedang asyik baca novel.

"Hmm?"

Yah dendam nih anak.

"Temenin ke toilet, yuk."

Meila sudah tahu, kejadian lama tentang di kamar mandi. Aku juga sampai sekarangpun masih suka takut. Walau kadang di beberapa situasi aku harus berani kesana, karena sudah kebelet jadi tak pikir panjanglah.

Meila melirikku tajam. Aku tahu, aku menganggunya. Tapi aku takut.

"Yaudah lah, Ayok." ucapnya lalu berdiri sambil menutup novel dan di taroh di bawah kolong meja.

Aku tersenyum sambil mengandeng lengan Meila.

Ketika perjalanan ke arah Kamar mandi, "Woi, Mei!." panggil seseorang laki-laki.

Meila menoleh, akupun juga. "Ape!?" sahut Meila.

Anak laki-laki itu mendekati ke arahku juga Meila. "Maap ye gue ganggu. Mau kasih tau aje, ada rapat dadakan buat panitia Silat.

Ah iya, Aku lupa kasih tahu. Kebetulan Meila se-ekskul dengan Kak Arsya. Dan seharusnya itu memudahkanku mengenal Kak Arsya tapi nyatanya malah semakin sulit Kalau ada Meila.

When SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang