The Night Full of Mistake

1.3K 174 47
                                    

Ayem bek💕

Makasih banget untuk apresiasi kalian di chapter sebelumnya. Aku bahagia komennya banyak :') lopyu kawan-kawan❤️

Btw, bagian akhir mungkin kurang nyaman dibaca untuk sebagian orang. Jadi kalian bisa skip aja dan langsung baca paragraf terakhir :"


Happy reading!^^



~°~°~



"Ohh ... apa ini?" Aku mengerjap pelan lalu menyentuh bagian kepalaku yang dingin. Aku langsung mendongak, menatap langit malam yang begitu gelap meski beberapa bintang tampak di atas sana.

Aku lalu menoleh ke arah Minho. Ia melakukan hal yang sama, menatap langit dengan seksama. Ia bahkan menutupi kepalanya dengan telapak tangan. "Sepertinya salju turun."

Aku tersentak lalu menatap sekelilingku. Kurasa tadi saat melihat matahari terbenam cuacanya baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda salju pertama akan turun malam ini. Tapi, butiran-butiran putih yang lembut mulai berjatuhan. Beberapa mengenai permukaan kulitku secara langsung, membuat udara dingin merambati tubuhku.

"Woah," decakku kagum. "Orang bilang kalau salju pertama turun ketika kita bersama dengan orang yang kita cintai maka orang itu akan menjadi takdirnya. Apa kita memang ditakdirkan bersama?"

Minho melirik ke arahku. Ia menatapku lekat-lekat tanpa mengucapkan apa pun. Kami akhirnya saling melempar pandang dan terkunci dalam tatapan itu. Hingga akhirnya, udara dingin menusuk dan menyadarkan kami.

"Saljunya semakin banyak," ujarnya. "Kita harus berteduh sebelum pakaian kita basah. Apa kau kedinginan?"

Aku menggeleng pelan kemudian meraih tangannya. Ia menggenggam tanganku lalu mengajakku untuk berkeliling, mencari tempat yang bisa digunakan sebagai tempat berlindung darurat. Pasalnya, bukit ini ternyata jauh dari tempat Minho parkir. Tadi aku tidak terlalu sadar karena fokus mengejarnya.

Aku terus melirik ke kanan dan ke kiri. Beberapa pohon mulai diselimuti butiran salju yang terus turun dari langit. Jalanan juga sudah mulai tertutupi. Saljunya turun dengan cepat untuk ukuran salju pertama. Belum lagi, entah kenapa keadaan terasa mencekam.

Bisa bayangkan? Aku berada di tengah hutan malam-malam. Dengan keadaan hujan salju tanpa penerangan—aku meninggalkan ponselku di rumah dan Minho meninggalkan ponselnya di dashboard mobil. Ahh, ya ... suara-suara hewan juga terdengar dengan jelas. Masalahnya, aku tidak tahu ada hewan apa saja di sini. Jadi, keadaan agak menyeramkan.

"Mianhae." Suara pelan Minho menginterupsi. Meski gelap, aku masih bisa melihat kepalanya tertunduk. "Aku seharusnya melihat ramalan cuaca. Aku tidak tahu kalau hari ini akan turun salju."

"Gwaenchanha, aku juga tidak melihatnya jadi aku juga salah," sahutku.

Samar-samar, aku bisa melihat Minho tersenyum. Aku diam-diam ikut tersenyum, apalagi ketika genggaman tangannya menguat. Membuat telapak tanganku terasa hangat karena sentuhannya.

Kami melanjutkan perjalanan dalam diam. Namun, kesunyian kali ini tak terlalu buruk. Aku bisa merasakan bahwa hubungan kami semakin lekat karena insiden ini. Ya, setiap kejadian pasti ada berkahnya kan? Meski aku sempat takut dan khawatir, sekarang aku merasa baik karena bisa bertualang dengan Minho.

"Apa mantelmu basah?" tanyanya.

Aku mengangguk pelan meski ia tak menoleh ke arahku. "Salju yang turun cukup banyak. Mantelku lembab, tapi aku tidak papa. Bagaimana denganmu?"

Cruel Destiny [Stray Kids Imagine Project]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang