Goes to London

1.2K 200 61
                                    

Aku kembali setelah UAS yang menguji kesabaranku guys :')


Happy reading!^^



~°~°~



Aku belum berbicara lagi dengan kedua orang tuaku ataupun Aera Eonni. Tapi aku bersyukur bahwa hubunganku dan Minho berbalik seratus delapan puluh derajat. Kembali seperti tak pernah mendapatkan masalah.

Aku menatap tiket pesawat yang dengan susah payah didapat dengan mata berair. Karena kecerobohanku tiket ini hampir hilang. Untungnya Minho menemukan tepat waktu.

"Dingin." Aku menoleh ketika Minho menyampirkan jaket tebal di bahuku. Ia menangkup pipiku, mengecup kening, hidung, dan bibirku kemudian menggenggam tanganku. "Jangan menangis lagi, kumohon. Yang penting semua baik-baik saja sekarang."

"Hmm ..." Aku merapatkan tubuhku padanya. Minho melingkarkan tangannya di bahuku kemudian menuntunku untuk check-in.

Setelah proses yang cukup panjang, akhirnya kami bisa naik ke dalam pesawat. Kami mendapat kelas bisnis—yang sebenarnya membuatku tak nyaman—karena tidak ada pilihan lain. Untungnya kami masih duduk bersebelahan dalam perjalanan panjang ini.

"Minho-ya," panggilku gugup.

Seolah tahu apa yang kupikirkan ia tersenyum dan mengusap punggung tanganku. "Gwaenchanha ... Just take some rest. Here ... lean on me."

"Aku baru pertama kali mendengarmu bicara bahasa Inggris." Kedua sudut bibirku langsung tertarik.

Minho mengedikkan bahu. "Aku harus belajar. Jason pasti lebih akrab mendengar bahasa Inggris daripada Korea. Meski kau dan temanmu mungkin memberikan contoh berbicara dengan bahasa Korea."

"Kau benar." Aku menyandarkan kepalaku pada bahunya. Minho ikut bersandar padaku.

"Ceritakan padaku tentangnya."

Aku tersenyum. Membayangkan wajah Jason dalam benakku. Kami menghabiskan waktu setiap hari meski kami tak berada di satu atap dan terkadang aku tak bisa menemuinya.

"Jangan tersinggung, tapi dia sangat mirip denganku," ucapku memulai cerita. "Dia sangat manis. Rambutnya hitam tebal. Mata dan hidungnya sama denganku. Tapi jangan khawatir, dia mewarisi bibir dan kelakuanmu."

"Kelakuanku sebelah mana?"

Aku menengok. Melihat senyuman lebar di wajah Minho. "Di rumah keluarga besar Eric ada kucing abu-abu. Jason tidak pernah tidak mengejar kucing itu sampai ke halaman belakang. Sekalipun tidur, kucingnya harus ia peluk dulu."

"Samanya denganku apa?"

"Kau pernah mengejar kucing di tengah kencan kita. Ingat?" tanyaku. Minho mengerjap pelan sementara aku mengedikkan bahu. "Kalau tidak ingat ya sudah."

"Ohh ... yang setelah itu kau batal menginap di rumahku ya?"

"Iya yang itu!" Aku langsung mengatup bibir rapat-rapat ketika menyadari suaraku terlalu besar. "Ya, itulah intinya. Aku, kan, kesal karena kita ketinggalan bus dan gagal pergi."

"Aku ingat wajahmu sudah semerah tomat tapi tidak berani marah karena bertengkar denganku bukan hal yang bagus," ledeknya.

Aku langsung menjauh darinya dan menarik pipinya kuat-kuat. "Berhenti meledekku! Kau menyebalkan!"

Cruel Destiny [Stray Kids Imagine Project]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang