30

9.8K 504 324
                                    

Sebuah radio kecil terus menggemakan sholawat merdu, Sang pendengar duduk menekuk lutut di sebuah sofa lengkung mengikuti bentuk kelokan jendela. Di luar sana burung berkicau riang, angin menerpa wajah sendu yang tengah menangis merindu.

Satu jam yang lalu dia terbangun, Sang Kakak yang membawanya pulang setelah ia jatuh pingsan.

"Hi Honey, I'm back."

Kelopak matanya terbuka, Suara yang sejak dahulu menghantui hidupnya datang kembali membawa luka.

Menajamkan ingatan saat penyanderaan terjadi, mengoyak jiwa menghantui pikiran. Dia gemetaran tanpa sadar, Sosok itu hadir dalam hidup nya setelah sekian lama menghilang.

"Kenapa dia tidak meninggalkan dunia saja?"Gumam nya di ikuti air mata. Bulu kuduk nya meremang saat sekelebat bayangan wajah seseorang tersebut mampir dalam benak.

Suara pistol bersahutan, bentakan keras yang didapatinya juga kejadian yang melukai adik serta Saka sang bodyguard nya melayang di kepala.

"Maafkan aku, Aku seorang Prajurit! Aku akan menjagamu dengan nyawaku."

Sabiya melirik-lirik gelisah, Suara yang menyelamati nya tiba-tiba ikut muncul di otak nya.

Dulu Sabiya merasa biasa-biasa kala ingatan itu muncul, tapi kini. Mengapa suara itu terdengar tidak asing di telinganya?

Suara seseorang yang sampai kini tak ia ketahui siapa seolah sudah bersarang lama di ingatan nya, ia hafal betul suara itu.

Sabiya diam-diam berpikir keras.

"Lihat mataku, Hei...Pegang janji ku padamu, Aku akan membawamu kembali. Kau akan selamat...Jadi jangan takut."

Saat itu Sabiya menangis terus-menerus, Dia menggeleng-geleng. Membuat tentara berpakaian serba hitam berikut penutup wajah kecuali bagian mata membesarkan sabar.

Nekat, dia memegang kepala Sabiya dan menghadapkan ke wajahnya.

"Aku janji, dan saat seorang prajurit berjanji dia tak kan pernah mengkhianati. Percayalah!"

Sabiya pun berkata."D-dia juga dulunya prajurit tapi dia mengingkari janji."Pria tersebut diam tak mengerti.

"Siapa? Apa penjahat itu?"Sabiya kembali bisu, Lalu dia berkata.

"Aku mau pulang, Aku takut. Aku mau Mama, Abah, Kakak. Aku ingin bersama mereka...Hiks."

Dia mendekap Sabiya sambil mengelus kepalanya agar tenang."Jangan menangis? Apa bisa, jangan timbulkan suara. Kita sedang bersembunyi, Aku tak kan membiarkanmu keluar dengan keadaan mati! Jika hal itu harus terjadi, aku yang akan merasakan nya bukan kau."

Kala itu Sabiya langsung mendongak, hal yang dilihatnya adalah sepasang mata tajam dengan alis hitam menawan.

Sabiya mengerjap."T-tidak mungkin."Katanya pelan.

Lalu ingatan nya kembali melayang pada saat awal-awal pernikahan nya dengan Irwan, saat itu ia ingin membangunkan Irwan untuk sholat.

Tapi sebelum itu, Sabiya memperhatikan wajah tampan suaminya tersebut. Saat sampai pada alis Irwan ia mendadak diam, ya tuhan! Jangan-jangan.

"Apa pria itu..."Sabiya menggantung kalimat. Dia melotot tak percaya.

"A-abang?"

Saat-saat seperti itu, kembali hadir ingatan saat seseorang bertato Tengkorak berasap yang tengah menodongkan pistol ke kepalanya.

Sedetik kemudian Sabiya langsung meringkuk ketakutan.

"Astaga Sabiya!"

Mama masuk membawa nampan berisi makanan, Terkejut mendapati putrinya menangis lirih diam-diam.

IRWAN & SABIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang