Berdamai

33 7 11
                                    

Selamat Datang di Kampus Hijau Pertanian

Tulisan itu membuat dadaku sesak. Jangankan bergairah, mendengarkan kata pertanian saja aku sudah tidak suka. Namun ya inilah tempatku sekarang. Aku harus menerjang keraguan yang terus membayangiku. Berusaha menyambut senyum wajah-wajah yang menyapaku.

Hari ini adalah hari perdanaku kuliah setelah serangkaian kegiatan OSPEK yang berlangsung selama empat hari. Meskipun aku tidak bisa mengatakan bahwa OSPEK ku berjalan dengan lancar, yah setidaknya aku berhasil melewatinya. Tidak banyak yang kupersiapkan hari ini, aku juga sama sekali belum tahu apa saja mata kuliahku nanti. Entahlah, sepertinya aku belum bersemangat kuliah.

Aku duduk di salah satu sudut taman kampus yang terletak di depan bagian akademik. Dari sini, seluruh pemandangan kampus pertanian dapat kuakses dengan mudah. Aku memperhatikan lalu lalang beberapa mahasiswa baru dan mahasiswa lama. Jelas sekali perbedaan antara keduanya. Mahasiswa baru masih kelihatan polos dan lugu, penampilannya juga masih biasa, tampak asing dengan lingkungan kampus dan lebih pendiam karena tentunya mereka belum saling mengenal. Sedangkan para mahasiswa lama, mereka terlihat lebih stylish, akrab dengan teman-temannya, dan bergaya layaknya kakak tingkat yang lebih berkuasa. Iya meskipun tidak semuanya seperti itu.

“Hei!?”

“Eh Tiara?”

“Udah lama ya nungguin aku?”

“Baru kok.”

“Ya udah, masuk yuk.” Tiara tampak tersenyum sumringah. Aku tidak tahu apa hanya aku yang merasakan kebimbangan ini. Di dalam hati, aku terus berdoa untuk kemantapan hati dan kelancaran hari ini.

Mata kuliah pertama segera dimulai, aku dan Tiara langsung menuju ruang II sesuai dengan jadwal.

“Kira-kira nanti kita dapat mata kuliah apa ya?” Tanyaku pada Tiara.

“Karena kita masih semester satu, jadi perkuliahan masih seputar mata pelajaran umum seperti matematika, fisika dasar, biologi dasar, dan kimia dasar. Buat nge-refresh pelajaran-pelajaran di SMA.” Jelas Tiara seolah sudah paham betul pembelajaran di kelas.

“Ohh gitu.”

Sebenarnya aku tak begitu bermasalah dengan mata kuliah yang disebutkan Tiara karena di SMA aku juga sudah mendapatkan pelajarannya. Tetapi aku belum membayangkan bagaimana dengan praktik lapangan yang tentunya akan sangat melelahkan nantinya. Aku sekarang percaya, mahasiswa pertanian adalah mahasiswa tersibuk dari jurusan-jurusan lain.

“Ini kan kelasnya?” Tanya Tiara.

“Hmm. Iya kayaknya, udah banyak di dalem. Langsung masuk aja yuk.”

Entah kenapa tiba-tiba bayangan bangku SMA langsung muncul dibenakku ketika aku masuk ke kelas ini. Jadi ingat teman-teman sekelasku. Hari-hari di sekolah selalu dipenuhi dengan kenangan-kenangan mengesankan yang selalu melekat dalam memori.

Aku masih ingat sekali. Belajarku di kelas sering terganggu karena keramaian suasana kelas saat jamkos. Akhirnya aku gagal belajar, malah gabung di grup rumpi. Kelucuan Adi, Mahmud, dan Jono di kelas yang hobi stand up komedi selalu berhasil menghibur teman-teman yang sedang galau. Ada pula tradisi kejahilan teman-teman kalau ada yang ulang tahun sampai dibikin nangis. Kemudian suasana makan bareng di kelas, bersepakat tidak mengerjakan tugas yang sulit, ahh aku rindu masa SMA ku.

Tidak terasa, kini kami sudah menapaki jalan pilihan masing-masing. Tiba-tiba aku begitu ingin memakai lagi seragam putih abu-abuku. Banyak tawa yang mengiringiku saat aku mengenakan seragam itu. Tak sedikit pula tangis yang turut membumbui masa SMA-ku. Segala suasana ada di sana.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang