Kacau

21 6 16
                                    

Akhir-akhir ini kebosanan yang cukup parah melandaku. Menjalani hari-hari di kampus tanpa ada semangat sedikiktpun, mengikuti perkuliahan dengan malas, mengerjakan tugas asal-asalan, dan puncaknya adalah hari ini. Kekacauan yang besar telah terjadi.

Aku pasti sudah keterlaluan. Aku tidak tahu mengapa aku bisa senekat ini. Memutuskan untuk membohongi Ayah dan Bunda bahwa kuliahku di sini baik-baik saja, padahal kuliahku berantakan. Aku membohongi Tiara dan Bude bahwa aku sedang tidak enak badan, padahal setan-setan yang sedang membujukku untuk tidak masuk kuliah.

Sudah tiga hari ini aku memutuskan untuk tidak kuliah. Pada hari pertama, aku memang demam dan kepalaku benar-benar pusing. Pada hari kedua, aku dilanda kebingungan karena salah satu tugasku belum terselesaikan. Aku tahu itu salahku sendiri, seharusnya aku mengikuti saran Tiara untuk mengerjakan tugas itu di perpus minggu lalu. Tapi aku memang keras kepala dan terlalu suka menunda-nunda pekerjaan. Akhirnya aku keteteran dan memutuskan untuk tidak masuk saja. Selanjutnya pada hari ketiga, hari ini. Aku memutuskan tidak masuk kuliah lagi.

Yang membuatku tak habis pikir, alasanku benar-benar kekanakan. Aku malas kuliah. Aku malas dengan rutinitas presentasi dan membuat laporan praktikum, materi kuliah yang menurutku tidak menarik, dan suasana hatiku yang kacau. Alasan-alasan itulah yang semakin menjatuhkanku pada jurang yang lebih dalam. Kemudain aku mengatakan pada Bude dan Tiara bahwa aku masih sakit. Bahkan Bude sempat hendak membawaku ke dokter, tetapi aku terang-terangan menolak. Iya, jelas saja, aku tak berani ke dokter karena aku baik-baik saja.

Ada yang lebih membuatku menyesal. Tadi selepas subuh Bunda menelfonku, mendapat kabar dari Bude bahwa aku sakit dan aku mengiyakannya. Kemudian Bunda menanyakan bagaimana dengan kuliahku, aku mengatakan kuliahku menyenangkan. Aku suka dengan rutinitas kuliahku, aku nyaman dengan lingkungan baru, tak lain itu semua adalah kepura-puraanku.

Aku ingin menangis, menangis sekencang-kencangnya. Aku ingin pulang. Aku rindu Surabaya, rumah, kamar. Aku ingin lari dari sini. Tetapi aku tak berdaya. Aku terpenjara dalam ruang yang kubuat sendiri. Aku tidak tahu bagaimana aku dapat bangkit lagi. Terlebih ketika aku telah menciptakan berbagai kebohongan yang akan menjadi boomerang untukku sendiri. Aku sangat kacau. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan.

Aku berjalan menuju dapur, mencoba mencari-cari makanan yang sekiranya menggugah seleraku. Sebenarnya, tadi pagi Bude membuatkanku bubur ayam, tetapi hanya tiga suap yang dapat masuk keperutku. Rasanya nafsu makanku turun drastis. Bahkan magh-ku seringkali kambuh karena pola makanku yang tidak karuan.

Kulihat hanya bubur ayam yang ada di meja makan. Aku mendengus panjang. Sejujurnya perutku tidak benar-benar lapar, tetapi jika aku tidak memberikan pasokan makanan, perutku akan langsung melilit dan itu akan semakin membuatku ribet. Jadi aku harus makan.

Akhirnya, aku memutuskan untuk membeli siomay yang biasa nangkring di pertigaan sebelah rumah. Baru saja abang siomaynya datang, syukurlah aku bisa segera mengisi perutku.

Sembari duduk sambil menunggu siomayku yang sedang dibungkus, aku kembali teringat pembicaraanku dengan ibu lewat via telepon beberapa jam yang lalu. Pasti ibu sedang gembira karena aku mulai betah tinggal di sini. Pasti ibu juga akan cerita ke Ayah kalau aku sudah menyukai perkuliahanku, tentunya Ayah akan bangga karena tidak salah menentukan pilihan untukku.

Aku pasti membuat mereka senang dan bangga. Tetapi, hati kecilku menjerit-jerit tak membenarkan apa yang telah kulakukan. Aku membohongi orang tuaku, meski yang kukatakan untuk membuat mereka senang, mereka akan lebih baik menerima kejujuran yang menyakitkan dari pada kebohongan yang  menyenangkan sementara.

Setelah sebungkus siomay dalam kantung plastik berada di genggamanku, aku segera berjalan menuju rumah. Masih dipenuhi kegusaran, aku mencoba memikirkan apa yang harus kulakukan sekarang. Sesekali aku mengusap kedua mataku, berusaha tidak meloloskan untuk jatuh melalui pipiku.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang