Fakultas Pertanian, sama seperti yang telah ada dibayanganku beberapa bulan yang lalu. Hamparan sawah, pengairan, terik yang menyengat, dan keringat yang bercucuran akan menjadi bagian dari aktifitasku. Sampai saat ini aku masih belum menyangka, jika pada akhirnya dunia pertanian ini akan kugeluti.
Aku sama sekali tak pernah berimajinasi ragaku akan masuk ke dalam tanah sedalam beberapa meter untuk menemukan lapisan-lapiasan tanah seperti yang diuraikan dalam teori di kelas. Aku tak pernah berangan akan terjun langsung di antara liat untuk mengetahui asam basa tanah. Selama ini, yang ku tahu tanah hanyalah tempat pijakanku, tidak ada terlintas dibenakku untuk memepelajarinya lebih dalam.
Bayangan rumah, Ayah, Bunda, Harris, teman-teman sekolah, sejenak melintas dibenakku. Teringat beberapa bulan yang lalu aku masih membersamai mereka. Rasanya masih kemarin sore. Aku rindu mereka, lagi, dan ini sudah yang kesekian kalinya.
"Heii!? Pagi-pagi udah ngelamun aja neng." Ujar Tiara yang langsung duduk di kursi sebelahku. "Gimana praktikum susulan kemarin?"
"Finish." Jawabku sambil terseyum lebar.
"Alhamdulillah. Jangan lagi-lagi ya Lil."
"Udah kapok Ra aku. Untung masih ada kelas lain yang belum praktikum, jadi aku bisa ikut kelas itu." Jawabku.
"Ohh iya. Bau-baunya sekarang jadi deket nih sama Mas Gusti." Ujar Tiara.
"Deket gimana?"
"Sampe diapelin ke rumah segala apa namanya kalo nggak deket?"
"Tiara. Itu aku cuma minta saran. Jangan gitu ahh, bisa salah paham kalau ada yang denger." Suasana kelas yang sudah dipenuhi mahasiswa membuatku was-was kalau saja ada yang mendengarkan obrolan kami.
"Jadi ada saingan nih aku." Gumam Tiara. Tiba-tiba aku merasakan kegusaran. Seolah ada yang mengganjal dalam hati, padahal tidak ada yang salah dengan kata-kata Tiara.
"Wajar aja sih ya. Mas Gusti kan senior dengan segudang prestasi. Nggak heran kalau banyak yang suka. Tapi denger-denger orangnya cuek. Emang bener ya Lil?"
"Mungkin."
"Kamu tau nggak Lil Mas Gusti itu orang mana?" Aku melirik Tiara sekilas dan menggeleng.
"Kamu nggak tanya?"
"Nggak penting juga." Jawabku datar. Topik perbincangan ini membuatku tidak nyaman. Entahlah, aku tidak ingin menerjemahkannya terlalu cepat. Satu hal baru yang sekarang kupahami, aku harus tau diri. Sebatas menyimpan rasa kagum saja, cukup sampai disitu. Fase selanjutnya adalah persoalan yang nantinya hanya akan merumitkan hatiku.
"Eh Bu Afifah udah hadir." Ujar Tiara.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." Bu Afifah mengucap salam setelah duduk di kursi dosen.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh." Jawab mahasiswa serentak.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, Bu."
"Saya presensi dulu ya. Siapa yang tidak hadir?"
"Bambang Prasetyo Bu, sakit." Jawab Ilham sambil maju memberikan amplop surat kepada Bu Afifah.
"Yang lain tidak ada?"
"Tidak bu."
"Silakan dipersiapkan yang hari ini bertugas menyampaikan materi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
Teen FictionTerdampar di Jember bukanlah pilihan Alila. Ia tak pernah bercita-cita masuk Fakultas Pertanian, apalagi berangan akan terjun di antara liat untuk mengetahui asam dan basa tanah. Pilihannya untuk mengejar gelar S1 di sana seringkali membuatnya menye...