Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu sejak beberapa hari yang lalu. Setelah mempertimbangkan waktu yang tepat, hari inilah yang kupilih untuk pulang ke Surabaya. Ahh senangnya, anak rantau akan segera menyambangi kampung halamannya. Rasa rinduku akan segala tentang Surabaya hari ini akan terobati.
Aku sudah memasukkan beberapa baju dan perlengkapanku yang lainnya ke dalam tas ransel. Setelah kurasa cukup membawa barang-barang yang kuperlukan, aku bersiap untuk memanggul tas ranselku dan turun ke bawah. Sebelum kakiku sempat melangkah, kupandangi seluruh kamar ini tak terkecuali setiap sudutnya, kamar yang kurang lebih dua bulan kutempati ini menjadi saksi suka dukaku menjalani kehidupan di Jember.
"Kak Lila balik kesini kapan?” Tanya Ratna saat kami berkumpul di ruang tamu.
“Selasa pagi udah sampe sini lagi kok."
“Lima hari dong? Lama juga yahh. Aku pasti kangen.”
“Pumpung senin tanggal merah Na, biar pulang agak lama. Kak Lila sudah rindu rumah banget itu.” Sahut Bude Rima.
“Hehee. Bude tau aja.”
“Tau lah La. Bude juga paham gimana rasanya jadi anak kos. Eh Pakdemu mana sih kok lama ya? Panggil Ayahmu Na, nanti ketinggalan kereta lo.”
“Oke Bun.” Ratna bergegas memanggil Pakde Rahmat.
“Tunggu di depan aja yuk La.” Ajak Bude Rima, aku mengagguk sambil bergegas keluar dari ruang tamu.
“Hati-hati ya La di kereta. Jaga diri baik-baik. Kalau sudah sampai rumah telfon Bude nanti.”
“Siap Bude.”
“Salamin buat Bunda sama Ayah kamu.”
“InsyaAllah. Makasih ya Bude, buat semuanya.”
“Kamu itu sudah seperti anak Bude sendiri Lila. Dari kecil Bude yang ngemong kamu. Jadi jangan sungkan kalau perlu apa-apa, jangan sungkan juga kalau mau cerita. Kamu beruntung ada di sini. Dan ini pilihan yang tepat, percaya itu." Tutur Bude Rima seraya mengelus bahuku. Aku menggigit bibir bawahku, lagi-lagi aku terharu. Betapa semua orang menunjukkan rasa sayangnya padaku.
"Ayo Lila, pakdemu sudah siap.” Ujar Bude Rima saat Pakde sudah muncul dari balik pintu ruang tamu.
“Oh, iya Bude.” Jawabku
"Lila sudah siap?” Tanya Pakde.
“Sudah Pakde.”
“Oke, ayo berangkat kalau gitu.”
“Yah, pastiin sampai kereta Lila berangkat ya?” Ujar Bude Rima yang tampak khawatir padaku.
“Iya. Lila barangnya sudah tidak ada yang ketinggalan?”
“Nggak ada Pakde.”
“Iya sudah ayo masuk ke mobil.”
“Kak Lila hati-hati yaa.” Ujar Ratna sambil memelukku. Drama sekali memang, seolah aku akan pulang ke Surabaya dan tidak akan kembali lagi ke Jember. “Kesepian deh aku nggak ada teman curhat.”
“Kita kan bisa vidio call Na. Ya sudah Bude, Lila berangkat.” Aku mencium punggung tangan Bude Rima.
“Iya sayang, hati-hati.”
Bersyukur sekali rasanya dikelilingi orang-orang baik, seperti keluarga Pakde Rahmat salah satunya. Aku selalu diperlakukan dengan baik di sana, semuanya perhatian, bahkan Bude sudah seperti ibu keduaku. Bude akan cerewet dan mengomeliku jika tak segera makan atau sering begadang karena lembur tugas. Kemudian Ratna yang turut menghibur dan menjadi teman curhatku. Bahkan beberapa kali Pakde juga memberikan wejangan dan motivasi untuk perkuliahanku. Benar kata Bude, aku beruntung sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heartbeat
Fiksi RemajaTerdampar di Jember bukanlah pilihan Alila. Ia tak pernah bercita-cita masuk Fakultas Pertanian, apalagi berangan akan terjun di antara liat untuk mengetahui asam dan basa tanah. Pilihannya untuk mengejar gelar S1 di sana seringkali membuatnya menye...