Dosen Killer

27 0 0
                                    

"Maaf ya Lil jadi ngrepotin kamu. Harusnya kamu udah sampai di kampus ini." Kata Bude setelah aku memberikan dompetnya.

Pagi ini, Bude berangkat ke toko seperti biasanya. Namun entah bagaimana si dompet yang tidak pernah lepas dari tangan Bude itu tertinggal di meja makan. Sebagai satu-satunya orang yang masih ada di rumah, tidak enak seandainya aku mengatakan harus buru-buru berangkat ke kampus. Walaupun kenyataannya aku memang sudah buru-buru.

Sialnya, aku harus putar balik melewati jalan raya karena jalan yang biasa kulewati menuju toko Bude ditutup total. Toko hijab dan aksesoris yang dikelola Bude Rima memang tidak terlalu jauh dari rumah. Namun memutar balik dengan mengendarai sepeda pancal membutuhkan waktu yang lama. Terlebih aku harus mengejar waktu yang sudah sangat mepet.

Bayangan dosen bertubuh gembul dan pelit senyum yang hari ini ada di jam pertama terus menghantuiku. Disepanjang perjalanan menuju toko, yang terus kupikirkan adalah aku tidak boleh terlambat, apapun yang terjadi.

"Iya nggak apa-apa Bude. Ya udah Lila berangkat ya. Assalamualaikum." Aku sudah tidak mendengar jawaban Bude karena setelah mengatakannya aku segera melesat keluar dari toko dan mengayuh sepeda sekencang mungkin.

Dengan tergopoh, kakiku menaiki anak tangga dengan cekatan. Kelasku berada di lantai empat, rasanya aku sudah mau pingsan ketika baru sampai di lantai dua. Kulihat sekilas arloji di pergelangan tangan kiriku, sudah telat 2 menit. Dalam batinku ada yang terus merutuk bersautan dengan rapal doa yang berharap Bu Sonia belum tiba di kelas.

Tepat saat tubuhku sampai di depan pintu kelas, aku membenarkan jilbabku asal-asalan sambil mengatur nafas dan mengumpulkan seluruh keberanianku untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang akan kuhadapi setelah ini. Dengan kecemasan, aku mendorong pintu perlahan, melihat seluruh tempat duduk yang telah terisi penuh, hanya beberapa bangku kosong di sudut belakang karena memang ada kursi yang tidak terpakai.

Aku semakin gusar. Tak butuh waktu lama, aku segera menampakkan diri dan melihat bu Sonia yang sudah menatapku dengan tatapan serigala yang telah menemukan mangsanya. Aku menelan ludah untuk yang kesekian kali.

Ya Tuhan, hamba rela dimaki Bu Sonia asal hamba tidak disuruh keluar.

Bu Sonia mengambil ponselnya di meja dosen, melihatnya sekilas dan meletakkan lagi.

"Kita sudah memulai perkuliahan 5 menit yang lalu. Kamu tahu kan toleransi keterlambatan yang kita sepakati saat kontrak kuliah? Saya tidak menerima mahasiswa yang datang setelah saya berada di kelas."

"Maaf Bu. Saya tadi-"

"Silakan tutup pintu dari luar."

Shit.

Saya tahu Anda Dosen yang jelas bisa mengatur perkuliahan sesuka hati Anda. Bahkan ketika Anda telat lebih dari setangah jam tanpa memberi kabar, dengan santainya Anda masuk ke kelas hanya meminta maaf. Setelah itu perkuliahan tetap berjalan. Padahal sesuai kontrak kuliah, jika Anda tidak hadir lebih dari 30 menit tanpa pesan, mahasiswa bisa meninggalkan kelas. Kenapa Anda begitu munafik hah? Lantas saya baru telat 5 menit, Anda suruh saya keluar tanpa mau mendengar alasan saya.

"Ayo cepat, tunggu apa lagi? Teman-temanmu harus fokus mengerjakan ujian." Ucap Bu Sonia dengan kedua bola mata yang sudah hampir keluar dari sarangnya.

Astaga. Bu Sonia sungguh menyebalkan. Aku membalikkan badan sesuai arahannya, menutup pintu dari luar.

Kusandarkan tubuhku di dinding. Tenagaku masih belum kembali utuh karena sudah berlari dari gerbang utama. Sialnya hari ini adalah ujian tengah semester yang artinya aku harus ikut ujian susulan di kelas lain. Tidak ada yang bisa kusalahkan atas kejadian ini, semua murni karena nasib buruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang