Jeongin dan Deklarasi Perang Bang Chan

10.3K 1.4K 222
                                    

Orang salah mengira kalau Jeongin si biang rusuh tidak pernah bisa serius.

Jeongin memang selalu haha hihi tidak karuan setiap saat, namun ada saatnya juga pemuda itu bisa serius dan menampakan amarahnya.

Seperti sekarang ini......

Hyunjin selalu berusaha menyembunyikan fakta bahwa Chan dan teman-temannya selalu menjahilinya disekolah. Pemuda itu enggan mengadu pada Minho karena ia tahu pemuda seperti Chan hanya akan menjadi-jadi jika Hyunjin melawannya.

Hyunjin akan meyakinkan pacarnya bahwa dia hanya jatuh dari tangga, atau keserempet kendaraan lain di jalan saat Jeongin mulai curiga dengan memar dan luka-luka di badan pemuda itu. Sebisa mungkin ia ingin Jeongin tidak mengetahui kesulitannya karena Hyunjin tidak ingin si rusuh itu marah dan berbuat onar.

Tapi Jeongin tidak bodoh.

Dan Hyunjin lupa akan fakta tersebut.

Kita tidak perlu menjadi pintar untuk mendeteksi ada yang tidak beres dengan orang yang kita sayangi. Dan jika orang terbodoh di dunia saja bisa dengan mudah mengerti, apalagi dengan Jeongin— si juara sekolah dengan IQ di atas rata-rata dari teman sebayanya tersebut.

"BANG CHAN!"

Suara Jeongin lantang terdengar, membuat semua orang di lapangan basket siang itu menghentikan aktivitas mereka.

Bang Chan yang dipanggil tersenyum manis seraya menghampiri pemuda yang berdiri sembari bersindekap di pinggir lapangan itu, sayangnya bukannya menyeramkan, Jeongin malah terlihat seperti anak kecil yang ngambek karna tidak dibelikan mainan.

Wajahnya merah menahan amarah, matanya nyalang dengan gigi gemelatukan seakan siap menguliti musuhnya itu sekarang juga.

"Ada apa kamu panggil aku?" Jeongin melotot, Chan bahkan tidak menyadari kesalahannya.

"Kamu apakan pacarku, anjing!"

Bang Chan sedikit terlonjak dengan nada bicara itu. Selama ia mengenal Jeongin, baru kali ini dia mendengar Jeongin berucap kasar seperti tadi.

"Aku apakan? tidak ada, ah." Elaknya.

Sejujurnya, Chan sedikit merasa takut akan situasinya sekarang, Jeongin adalah pemuda yang sangat sulit ditebak, ia tidak tahu kerusuhan apa yang akan dia hadapi saat ini.

"Ngaku! Atau kita perang!"

Chan terpaku, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Aduh bociiiil....." Godanya meremehkan, "Sok-sok an banget sih, mau perang, memangnya kita ini anak SD?"

"Lagipula bukan salahku kalau si culun itu jalan terus kesandung kakiku pas dia lewat. Dia cerita apa sama kamu? hah? Aku gak pernah main fisik ya..."

Bang Chan memang tidak pernah melukai Hyunjin secara gamblang karena kasus bully biasanya akan terbawa panjang ke ranah hukum. Sebagai gantinya, pemuda itu hanya akan pura-pura menyenggol Hyunjin hingga terjatuh, atau pura-pura lemparan basketnya meleset hingga mengenai wajah anak tersebut sampai pingsan.

"Jadi kamu mengakui kalau kamu yang selama ini macam-macam sama dia?"

Chan terkekeh, "Cowok lemah seperti itu memang pantas—

Sebelum pemuda itu sempat melanjutkan kata-katanya, dia sudah jatuh terkapar di tanah setelah Jeongin melompat dan menerjang tubuh Chan tiba-tiba.

Semua murid yang ada di lapangan itu terbelalak kaget, mereka segera datang melingkar ingin melihat lebih dekat, sambil berteriak menyerukan nama Jeongin, memprofokasi pemuda itu agar amarahnya semakin memuncak.

"Brengsek!" Jeongin meninju wajah Chan berkali-kali dengan kekuatan penuh, Pemuda itu terus mengumpat, belum puas jika tidak sampai membuat Chan mati ditangannya.

Karna terlanjur syok, Chan belum mampu berbuat banyak dan hanya mengandalkan kedua tangannya untuk menghadang pukulan demi pukulan yang berikan.

Tapi mau bagaimanapun juga, tenaga Jeongin tetap kalah besar dengan tenaga Chan. Pemuda itu mampu membalik keadaan dengan mudah,

hingga kini Jeongin-lah yang terkapar di bawahnya, berhujam pukulan balasan yang membuat Jeongin babak belur dan hampir kehilangan kesadaran.

"Woy! Temenku kamu apain, setan!" 

Jisung datang dan menarik tubuh Chan hingga dia terlempar mundur dan Jeongin bebas dari pukulannya. Jisung tidak tinggal diam, Chan yang memang sudah babak belur itu ia tarik berdiri dan segera menendang pemuda tersebut hingga jatuh kembali.

Jeongin dibantu berdiri oleh beberapa murid yang masih setia bergerombol dan menjadi penonton dari perkelahian dadakan ini.

Jeongin meludah, mengeluarkan darah segar yang keluar dari gusinya yang sobek, kemudian menghampiri Jisung— menghentikan dia yang tadinya sudah bersiap memukul wajah Chan, dengan menepuk pundaknya pelan, "Mundur. biar aku saja."

Jisung melengok dan mengangguk mengiyakan, meski belum puas menghajar pemuda yang telah lancang menyakiti sahabatnya itu.

Chan tidak diam saja, dia maju selangkah untuk menyerang dan meninju wajah Jeongin sekali lagi. Namun kali ini pukulan itu meleset karena Jeongin bergerak gesit menghindar, bersamaan dengan dengkulnya yang terangkat, menghantam Chan tepat pada kelaminnya.

Setelah Chan mengaduh mundur, ia dengan sigap mengangkat kepalan tangannya kembali, bermaksud untuk menghajar pemuda itu tanpa menyadari bahwa Hyunjin ada disana, berusaha melerai perkelahian mereka.

Karena gerakan Jeongin yang begitu cepat, dan kedatangan Hyunjin yang sangat tiba-tiba, Jeongin akhirnya bukan malah memukul Chan...

Tapi Hyunjin...

Tepat pada di sisi kanan wajahnya.

"Hyunjin!" Pemuda itu teriak histeris, menghampiri Hyunjin yang jatuh terkapar akibat pukulan mautnya barusan.

"Maaf...." Hyunjin menoleh, kemudian dibuat terhenyak setelah melihat Jeongin-nya menangis, "Maafin aku... aku nggak sengaja.... mana yang sakit?" Rintihnya sembari meniup-niup bakas bogeman di wajah kekasihnya.

Hyunjin tersenyum geli, daripada dia, harusnya Jeongin lebih mengkhawatirkan keadaannya sendiri. Dia bertanya apakah Hyunjin sakit walau wajahnya sendiri sudah babak belur dan bercucuran darah.

"Hatiku yang sakit..."

Hyunjin menjawab,  mengabaikan semua orang yang masih berada di sekeliling mereka. Bahkan Chan, yang kini telah terkapar dengan Jisung menduduki perutnya agar pemuda itu tidak mampu bergerak lagi.

"Hatiku yang sakit melihat kamu seperti ini, Je..." Jemarinya yang panjang membelai wajah Jeongin yang masih terisak-isak, berharap bisa menghilangkan rasa sakit kekasihnya, "Aku benci melihat kamu seperti ini. Aku sayang kamu, tolong jangan pernah terluka..."


















"Ibu Jihyo, bisa ke sekolah sekarang?"

Di sambungan telephon seberang sana, Jihyo meringis sambil menggaruk-garuk kepalanya, "Anak saya nakal lagi ya, pak?"

"Anak ibu bertengkar."

"Aduh... mohon dimaklumin ya, pak.... Namanya juga anak-anak...."

"Ibu harus ke sekolah sekarang juga."






"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JANGAN BANDELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang