08

5 2 0
                                    

Argh!! Greget bat! Dah nulis 960 word terus gak kesimpen dan harus ngulang dari awal! Shit😑

Cekidot😓
Nulis seadanya aja ya guys😘

***

"Maaf, James."

"Kita bisa lanjut besok."

"Iya, pokoknya jangan sampai ada korban lagi." Ia terkekeh sembari mengacak-acak rambutku.

"Suka banget ya ngacak-ngacak rambut orang?" sindirku sembari menyilangkan kedua tangan di dada.

"Banget, ketagihan malah!" serunya lalu mengacak-acak rambutku lagi. Bahkan, hingga tak berbentuk. Jangan sampai ada yang salah mengiraku orang gila!

"Ya sudah, pergi sana!" balasku lalu mendorong tubuh James menjauh dari pekaranganku. Ia berhenti lalu mengecup rambutku. Beberapa detik kemudian berlari.

Aku meraba rambut yang tadi diusap James. Rasanya sentuhan itu sangat nyaman.

"Hei, masuk sana. Di luar dingin!" pupil mataku membesar terkejut setengah mati. Jantungku berdegup hebat sementara pipi berkesemu merahan.

Jangan-jangan tadi ia melihatku?

"Nanti akan kukasih lebih, deh. Istirahat sana," ucapnya membuatku merasa malu.

"Sialan kau, pergi sana!" aku berteriak dan melempar sebelah sendal ke arahnya.

"Baik, Cinderella."

Menyebalkan.

Beberapa menit kemudian tiba-tiba ada tangan yang mencekalku erat untuk masuk ke dalam rumah. Lalu, menutup kedua mataku dengan kain hitam.

"Siapa kau?" tanyaku agak berteriak was-was, "kalau tidak menjawab aku akan teriak!"

"Silahkan," ucapnya pendek. Suaranya terdengar familiar di telingaku.

Jangan-jangan ia yang menculik Andrian, gumamku semakin paranoid.

Ia menuntunku berjalan. Hingga beberapa saat kemudian ia membuka ikat kain hitam di mataku.

Wow!

Taburan bintang buatan menghiasi langit malam. Angin mendesir perlahan mengkipasi tubuhku. Ledakan petasan itu berubah menjadi sebuah lukisan di ruang kosong langit. Awalnya seorang wanita. Lalu, seorang pria. Dan kemudian, sepasang kekasih.

RIRIN EL HUSNA
LOVE
MUHAMMAD HARRIS

Tak terasa air mataku jatuh. Begitu banyak cinta yang selama ini mengelilingiku. Salah satunya, Harris.

Lampu bertengger di samping bangku taman. Di seberang sana, beberapa pasangan remaja sedang menghabiskan sedikit waktu dengan penuh candaan. Aku menatap lekat langit, di mana dapat kutemukan sebuah tulisan itu. Ombak kembali menghantam dinding hatiku. Jantungku berdetak tak sebagaimana mestinya.

"Rin," ucap Harris lalu duduk di sampingku. Diam-diam menggenggam erat tanganku.

"Apa?" ucapku lalu mencoba melepaskan genggamannya.

"Jangan lepaskan, Rin. Aku takut suatu saat kau akan pergi. Aku takut kehilanganmu," ucapnya gemetaran sembari mengeratkan genggamannya.

"Aku ingin kau tahu sesuatu."

"Tentang?"

"Aku mencintaimu."

"Itu, aku sudah tahu."

"Aku mencintaimu sebagai Ririn, bukan sebagai Somay."

"Sudah tahu," ucapku pendek. Tak sanggup lagi mengeluarkan sepatah kata dari mulutku.

Definisi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang