"Alice, Alice, kau itu polos atau memang bodoh, sih?"
Daniel ... orang itu kenal dengan Andrian juga Alice. Kini ia tengah membukakan tali yang mengikat tubuhku.
"Aku pernah memperingatkanmu untuk berhati-hati, kan?" ucap Daniel mengintimidasi Alice. Ia berada di hadapan Alice.
"Ta-tapi, Andrian! Jadi selama ini kau ...," ucap Alice terbata-bata.
"Untuk apa bekerja sama dengan orang yang bahkan tak tau namamu, Angga?" ucap Daniel lalu merangkul pundak Andrian sembari tersenyum licik ke arah Alice.
"A-apa arti dari semua ini?" tanyaku terheran-heran.
"Belum saatnya, Mai. Tapi, aku senang kau kembali." aku hanya menunduk tanpa memberikan reaksi.
"James di mana, Angga?" tanya Daniel sembari melirik ke arah Alice seolah menginstruksi agar Angga membawanya ke sebuah tempat.
"R-UP," bisik Daniel di telinga Angga.
Angga bangkit lalu menuntun Alice untuk mengikuti langkahnya dengan kasar. Ia keluar dari ruangan itu, sementara James mengikuti dari belakang. Angga menaiki tangga dengan menggusur Alice yang terjatuh pingsan. Hingga sampai di atas rooftop, ia mengikat tubuh Alice di atas ranjang.
"Bagus, ternyata kamu terpancing juga."
"Gue gak bodoh buat tahu akal picik lo," ucap James yang tengah berdiri membelakangi Angga yang disangkanya Andrian.
"Lalu, kamu mengikutiku?" tanya Angga dengan tawanya yang menggema.
"Di mana Ririn?"
"Ngobrolnya sambil main, ya?" tanya Angga lalu mengepalkan tinjunya ke ulu hati James.
James, juara 2 judo tingkat SMA sekabupaten. Angga, juara 3 judo tingkat SMA sekabupaten. Dan juara satunya adalah Muhammad Harris.
Di sisi lain, aku masih terduduk lemas. Aku tak tahu harus berlaku apa. Di hadapan, duduk seorang lelaki yang dulu mengoperasiku. Daniel, aku sama sekali tak mengenal lelaki itu. Bahkan, wajahnya sangat asing di ingatan. Ia adalah sosok baru, tanpa ada kaitan. Tak setitik pun di ingatan yang menggambarkan sosok Daniel. Seberat apapun aku berpikir, tetap saja. Ia hanya seorang dokter yang kebetulan berkaitan.
"Jangan memaksakan, toh, dad memang sengaja."
"Sengaja apa maksudmu?"
"Nanti kau akan tahu," ucap Daniel lalu bangkit dan beranjak pergi, "sebaiknya kau susul kakak beradik yang lagi berkelahi."
A-apa maksudnya? Ah, masa bodoh! Aku harus menyusul mereka, gumamku dalam hati lalu langsung berlari secepat mungkin.
"Waktumu lima menit, berusahalah!" teriakan Daniel menggema di telingaku.
Dengan tergesa-gesa aku menaiki tangga hingga tanpa sengaja aku terpeleset. Namun, ternyata ada yang menopang beban tubuhku.
"Harris?" tanyaku pelan masih tak menyangka. Ia menggendong tubuhku ala bridal style dari lantai dua hingga ke rooftop.
Begitu sampai rooftop kami dihidangkan pemandangan Angga dengan James yang berkelahi. Masing-masing dari mereka sudah babak belur dengan luka. Jika benar apa yang dikatakan Daniel, berarti ....
"Tolong, cek bawah ranjang ini," teriak Alice tiba-tiba dengan histeris. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang kurus.
Setelah memeriksanya, James langsung diam seribu bahasa dan tak bisa bergerak sama sekali. Keringat dingin mendadak bercucuran membasahi badannya yang bertelanjang dada. Ia menatap Alice dengan pandangan yang sama.
"Bom! Ayo cepat turun dari sini!" seru James lalu bersegera mungkin melepaskan tali yang mengikat tubuh kurus Alice.
"Hell, Are you kidding me?!" seru Harris terkejut.
"Waktumu lima menit, berusahalah." ucapku tanpa sadar saat mengingat percakapanku dengan Daniel saat tadi.
Alice, ia duduk pasrah dengan berteriak-teriak mengulangi kata yang sama. Sedangkan James dan Angga hanya diam terpaku saat Harris sibuk berlarian mengelilingi tubuh kami. Rasanya dibanding dengan bom yang berjalan mundur itu ... mereka lebih mampu membunuhku dalam sepersekian detik!
"Hentikan!" teriakku panjang. Aku benci kerusuhan.
"Bomnya, bomnya, bomnya," ucap Alice terus meracau sembari duduk di hadapan bom. Menatapi waktu yang tersisa 2 menit.
"Ya Tuhan, kalian jangan panik. Kita harus lakukan sesuatu!" teriakku tanpa sadar membuat situasi semakin kacau.
Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk duduk bersama Alice. Dengan sikap yang hampir sama dengannya. "Jangan panik, kau harus lakukan sesuatu."
"Astaga, kalian lagi ngapain?" semua orang di atas rooftop menatap ke arah sumber suara.
Sesosok lelaki berkacamata dengan senyum konyol yang mengembang.
"Daniel!" seru kami bersamaan.
"Wah, kalian klop sekali," balasnya santai lalu melambai-lambaikan tangan.
Aku memandang heran ke arahnya. Seorang lelaki dengan santainya bercanda di saat bom waktu berjalan mundur.
"Kalian gak nyoba keluar lewat tangga, meskipun waktunya mungkin gak cukup. Tapi, seenggaknya kalian kan bisa menjauhi daerah bom?"
Mendengar ucapan Daniel, sontak mereka reflek panik. Lalu, berlari ke arah pintu yang menghubungkan tangga ke rooftop. Namun, naasnya terkunci.
"Guys, ingin ini?" tanya Daniel sembari melambai-lambaikan kunci sementara ia berdiri di dekat pembatas gedung.
"Lempar cepat, jangan bodoh!" teriak James geram melihat tingkah Daniel.
"Yah, jatuh-"
"Kau gila ya?!" teriak Alice lalu mencengkram kerah baju Daniel.
"Gak takut, tuh. Kan kita bakal pulang bareng-bareng," ucap Daniel lalu membalikkan posisinya, "lagian kau mau apa dengan tangan cekingmu ini?"
"Eh, gimana kalo kita hitung bareng?"
Jika dipikir-pikir, Angga yang bekerja sama dengan Alice untuk menghancurkan kehidupanku. Lalu, tiba-tiba pengakuan Daniel bahwa Angga tidak bekerja sama dengan Alice. Namun, bekerja sama dengannya.
Otomatis, pembunuhan ayah Tasya dan peristiwa ibuku yang bunuh diri itu disebabkan oleh ... Daniel? Lalu, mengapa ia memanggil "Dad"?
Pasti ada yang disembunyikan oleh lelaki gila di hadapanku ini. Ia sengaja memancing kedatangan James dan Harris dengan berpura-pura menyekap Angga.
Sementara itu hitungan Daniel sudah sampai ke 10, dan semua orang yang berada di atas rooftop semakin panik. Tak tahu harus berbuat apa. Angin berdesir pelan, membawa arus aura negatif dari suatu tempat.
"9, 8, 7, 6," ucap Daniel dengan wajah berseri-seri.
Daniel, hanya lelaki itu yang seolah tampak senang menghadapi kematian di depan mata di atas rooftop. Seharusnya sejak awal, aku tidak datang. Ini semua perangkap Daniel, ia ingin kami semua mati.
"Hei, bro!" teriak seorang lelaki di atas sebuah helikopter.
"Bangs*t, kau lama sekali!" teriak Harris lalu menarik lenganku untuk mendekati tangga yang terbuat dari tali tambang. Menggantung dari helikopter.
"Cepat naik, bro!"
****
A/N:Sorry chap ini pendek bat, soalnya ... soalnya ... (Alasan lu, thor!)
Hehe gak gitu kok, aku cuma lagi mentok aja. Daripada malah jadi ngaco kan😉 ini aja udah sedikit keluar dari outline awal😅
Salam Syantique💅
Dont forget leave with Vote and Comment🙎
KAMU SEDANG MEMBACA
Definisi Luka
Mystery / Thriller"UNTUK MERASAKANNYA, KAU PERLU MENGALAMINYA, BUKAN?" Pertanyaan yang dulu sempat aku ucapkan kini membayangi. Ya, itu masa lalu. Bagaimana pun aku adalah sosok baru. Dengan kehidupan baru. Anatasya Riri. Gadis polos berusia 17 tahun yang sekolah di...