10

4 2 0
                                    

Peringatan⚠

Dalam chapter ini terdapat beberapa adegan yang mengandung unsur kekerasan, diharap kebijaksanaannya ya readersqq😘

Btw, tetep dengan background Black ya😅
Double update guys, kurang baik apa author:')

***

Pengumuman
Daftar siswa-siswi yang memiliki point 70 dan di bawahnya

1. Andrian Husain 25
a) Ketahuan mencontek -10
b) Melanggar tata tertib -10
c) Ke kantin saat jam pelajaran -5
d) Tidak sekolah tanpa keterangan selama seminggu -25
e) Bertengkar dengan sesama murid menggunakan fisik -25

2. James 65
a) Melanggar tata tertib -10
b) Bolos saat jam pelajaran -5
c) Tidak sekolah tanpa keterangan selama seminggu -25

3. Anatasya Riri 70
a) Bolos saat jam pelajaran -5
b) Tidak sekolah tanpa keterangan selama seminggu -25

"Anak-anak ini, berandalan yang harus segera di DO," gumam Pak Wakepsek.

"Pak, bukankah pointku seharusnya dikurangi?" tanya Harris sembari mengingat-ingat kejadian saat ia dan Andrian berkelahi hingga hampir babak belur.

"Pointmu kan masih 75, jadi tidak akan tercatat di papan informasi," ucap Rudi, Wakepsek SMA 1 Biru, "oh iya, tolong jika Tasya memiliki masalah hubungi saya, ya? Ia adalah salah satu murid kebanggaan kami."

"Hah, Tasya kenapa?" tanya Harris kaget, setahu dia Ririn adalah sosok murid teladan yang selalu menjaga 100 pointnya.

"Point Tasya 70, ini bisa berbahaya jika berkurang."

"Ta-tasya 70?" tanya Harris tergagap sembari menilisik kembali nama Anatasya Riri.

"Kau tidak tahu? Padahal sepertinya Tasya dan kedua temanmu itu janjian untuk bolos selama seminggu lebih."

Begitu mendengar jawaban Wakepsek, Harris langsung berlalu meninggalkan pria paruh baya itu sendirian. Ia berlari ke arah parkiran lalu menyalakan motornya. Baginya, SMA 1 Biru bukanlah tujuan utamanya tinggal di kota ini.

Lee Soo Mai, gadis itulah yang menjadi alasan Harris meninggalkan Amerika dan tinggal di Bandung selama beberapa tahun ke belakang ini.

"Hei, rek kamana?" tanya seorang satpam sembari menghadang motor milik Harris.

Harris memarkirkan motornya lalu menghampiri satpam. Ia menatap sinis dengan bibir menyeringai.

"Udah lama, nggak olahraga nih," ucap Harris sembari menarik kerah seragam Satpam itu lalu membantingnya dengan jurus beladiri dalam judo.

Secepat bantingan itu, orang-orang berdatangan dan langsung mengerumuni satpam untuk memberikan pertolongan pertama. Harris tidak membuang kesempatan, ia langsung menstarter motornya dan pergi meninggalkan area sekolah.

"Hei, tunggu!" teriak seseorang samar-samar di telinganya.

"Ternyata sudah mulai, ya."

***

"Niel, dia belum terbangun sejak 18 jam yang lalu."

"Bodoh, kau memberinya terlalu banyak!"

"Ta-tapi, Niel aku hanya memberikan satu pil."

Lelaki yang disapa Niel itu bangkit dan menghampiri lelaki di hadapannya.

"Buka mulutmu!" titah Niel. Setelah lelaki itu membuka mulutnya, Niel mematikkan api ke ujung rokok lalu memasukannya ke mulut lelaki itu.

Mata lelaki itu membelalak menahan rasa sakit dan panas yang menjalari tubuhnya. Dalam waktu 30 menit, tembakau dan larutan racun yang ia bubuhkan dalam rokok itu akan membunuh sistem syaraf dan kerja organ.

"Kunyah, telan!" bentak Niel lalu menampar kedua pipi lelaki itu.

Lelaki itu hanya menurut. Karena jika tidak, keluarganya akan mati dengan keadaan terlilit hutang.

Meski pada akhirnya akan mati, tetapi setidaknya dapat memberi kesempatan kepada keluarganya untuk sedikit berharap pada keramahan bumi.

"Minum!" Niel memberikan sebuah dirigen bensin. Sementara lelaki itu pasrah sembari tetap meraih dirigen yang disodorkan Niel.

"Cih, kau membuatnya kesakitan," ucap Niel lalu menendang tubuh yang mulai roboh itu.

Niel, lelaki dengan jaket hoodie hitam itu pergi setelah membakar rumah.

"Kebakaran! Tolong, rumah saya kebakaran. Ada orang di dalam, kumohon!"

Niel sudah terbiasa melakukan hal ini sejak dia kecil. Begitu melihat kerumunan orang datang ke arahnya, ia berpura-pura menangis dan memainkan mimik wajah selayaknya orang yang tengah kehilangan.

"Sabar, ya, Pak. Keluarga bapak pasti sudah tenang di sisi-Nya."

Keluarga? Gumam Niel di dalam hati menahan rasa ingin tertawanya.

"Seharusnya saya tetap di sisi beliau, seharusnya saya ...."

"Sudah, ikhlaskan saja."

Niel bangkit lalu meraih motornya begitu kerumunan orang itu lengah. Cukup untuk bersenang-senang. Ia melajukan motornya ke Jln XX No. 10 tempat di mana Ririn El Husna di sekap.

Empat puluh menit kemudian, Niel sampai di gedung terbengkalai itu lalu memarkirkan motornya sembarang. Ia mengulum bibirnya lalu tersenyum. Cukup mudah menemukan seseorang yang disekap apalagi jika itu adalah atas titahnya.

"Bagaimana, Lee Soo Mai?" samar-samar aku mendengar Alice berbicara. Nyeri di kepalaku masih menghadang. Belum lagi rasa sakit yang kudapatkan dari tamparannya.

Jika Andrian, aku paham dengan posisinya. Ia pasti benci padaku karena selalu memaki-makinya. Akan tetapi, atas dasar apa Alice bekerja sama dengan Andrian untuk melakukan semua hal ini padaku?

"Maaf, apa saya pernah bertemu dengan Anda?" tanpa sadar ekspresiku menjadi datar dan dingin. Ingatan di masa lalu, jauh sebelum aku mengenal nama Ririn El Husna, membuatku seolah kembali menjadi sosok Soo Mai. Anak perempuan dari Min Seok yang hanya memiliki ekspresi senang dari rasa sakit orang lain. Bukan sebagai Ririn El Husna, pemberian nama dari mendiang neneknya.

Perempuan itu terjatuh dan mundur dengan merangkak. Tubuhnya bergetar hebat dan berkeringat dingin. Terkejut ketika sadar, dirinya telah membangunkan iblis yang tertidur. Ia menatap takut ke arahku. Namun, anehnya aku merasa getaran asing di hati. Satu hal yang belasan tahun aku lupakan. Rasa ini ... adalah cinta!

Cinta di atas rasa cinta.

"Andrian cepat pergi atau kita akan celaka!" teriak Alice menghampiri Andrian yang masih diam tak bergeming melihat perubahan sifatku. Padahal secara logika, apa yang dia takutkan dari aku? Seseorang yang tengah terikat ini?

"Kerja samanya cukup sampai di sini," balas Andrian membuat Alice mengeryitkan kedua alisnya keheranan.

"Apa maksudmu? Cepat kita tidak punya waktu banyak sebelum iblis itu berhasil membuka ikatannya," bentak Alice namun tak membuat Andrian goyah.

"Kerja bagus, Angga," ucap seorang lelaki sembari menepuk-nepuk punggung Andrian.

"Soo Mai, kau tahu mengapa kita tidak dibesarkan bersama?"

Definisi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang