Mobil hitam milik Nicco termangu di bawah pohon jambu depan rumah Amira sejak pagi. Pemiliknya hanya membuka kaca mobil agar udara pagi masuk, wajahnya dilihat oleh beberapa ibu-ibu yang melintas untuk berbelanja, mereka berbisik-bisik tamu siapa yang datang sepagi ini? Nicco tersenyum sopan dan mengangguk pada ibu-ibu berkerudung, mereka kemudian bertanya-tanya sendiri sambil lalu. Nicco belum melihat pergerakan di bagian depan rumah, hingga ia awalnya mau pergi dan mendengar pintu itu berdecit terbuka.
Amira mengenakan kerudung warna mocca membuka pintu dan jendela agar udara bisa masuk ke dalam rumah. Ia melihat sebuah mobil yang familiar di matanya, kemudian menengok keluar dan melihat Nicco berada di dalamnya. Nicco tak menyia-nyiakan kesempatan ini, pun turun dan menyapa Amira.
"Ada apa Kak Nicco ke mari sepagi ini?" tanya Amira yang masih setia berdiri di depan pintu dan mempersilakan Nicco duduk di teras.
"Aku khawatir sama kamu, soal semalam. Kamu nanti ke rumah Zelia 'kan? Biar aku yang akan antar kamu," tawar Nicco.
"Aku bisa sendiri kok, Kak. Kakak enggak perlu repot-repot datang sepagi ini buat anterin aku."
"Sepeda motor kamu di kampus, kamu yakin enggak bolak-balik ambil lalu ke rumah Zelia?" tanya Nicco mengingatkan.
Amira ingat bahwa sepeda motornya ada di kampus dan belum diambilnya. Ia mau tak mau mengiyakan saja tawaran Nicco untuk mengantarnya ke rumah Zelia yang jauh dari rumahnya. Ibu Amira keluar dan mengetahui jika ada tamu sepagi ini pun membawakan secangkir teh hangat dan pisang goreng kipas buatannya selagi Amira mandi.
"Nak Nicco mengapa bersikap begini pada anak ibu?"
"Bersikap begini gimana, Bu?" tanya Nicco tak paham.
"Kamu anterin anak ibu, jemput anak ibu, ada maksud apa?"
Nicco menatap raut wajah ibu Amira. "Saya terpesona akan keanggunan Amira, niat saya baik tak ada niat buruk mempermainkan Amira. Saya... mencari calon isteri, Bu sebenarnya."
Ibu Amira tersenyum, "Benarkah?"
"Mencari calon isteri dan membina rumah tangga dalam ajaran agama kami bukanlah sebuah permainan, Nak Nicco. Amira dan kamu tak seiman bukan?" tanya ibu Amira jelas.
"Apakah harus seiman, Bu?" tanya Nicco serius.
"Benar, ibu mau punya menantu yang seiman dengan Amira, yang soleh dan bertanggung jawab."
Nicco menunduk, sedari ia lahir dan dibesarkan di keluarganya sudah menganut agama berbeda dengan Amira. Tapi, kini ia terpaut hati dengan Amira yang berkerudung dan segala keanggunanya.
"Apa Ibu bersedia mempunyai menantu seperti saya jika saya pindah agama?" tanya Nicco.
Ibu Amira tersenyum. "Jika kamu benar ingin mempersunting Amira dan persyaratan ibu tidak soal harta dunia, kamu sanggup buktikan saja."
Nicco merasa hatinya berkembang, netranya berbinar mendapat jawaban seperti itu dari ibu Amira. "Saya akan buktikan keseriusan saya, Bu."
Amira keluar dan hanya mendengar sebaris perkataan Kak Nicco soal keseriusannya pada sang ibu, ia tak tahu apa saja yang dibicarakannya dengan Amira sehingga wajah Kak Nicco menjadi merona sedemikian rupa. Ibu Amira meminta Amira mengantar ke kedai bubur ayam langganan lebih dulu. Amira melihat sikap Nicco yang terlihat senang dan tenang, membuat gadis itu bertanya-tanya dalam hati.
♧♧
Zelia memakai tanktop pink dan celana legging warna senada untuk berolahraga. Ia mengucir rambutnya menjadi ekor kuda dan mulai berlari ringan memutari jalanan rumahnya. Beberapa ibu-ibu perumahan melihatnya pun menyapa, Zelia membalasnya dengan senyuman dan melanjutkan larinya. Seekor anjing kecil berlari mengikutinya, menggonggong sekilas menarik perhatian Zelia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exquisite ✓ [Terbit : Ready Stock]
Romance21+ ⚠Don't Copy My Story ⚠ Zelia tak pernah tahu siapa yang telah berani meneguk kenikmatan tubuhnya malam itu. Ia sangat frustasi takut jika dunia tahu apa yang telah terjadi padanya. Zelia mencari sosok pria yang menjamahnya dengan cara-cara yang...