Bukan Hari Ini | 11

8.5K 507 100
                                    

Zelia sengaja meminta Bu Restu tak memasak makan malam dikarenakan akan datang memenuhi undangan makan malam di rumah Ravid, dokter pria yang merupakan tetangganya di ujung blok. Ravid mengatakan jika ada beberapa tetangga yang juga diundang ditambah lagi ia bersama sang Kakak, Zen. Zelia dan kakaknya berjalan kaki ke rumah Ravid, sengaja tak memakai high heels, hanya sepatu flat yang nyaman dan ringan.

Pintu utama rumah Ravid terbuka lebar, penerang ruangan di dalam menyala seluruhnya dan perabotan yang ada segera bisa dinikmati oleh para tetangga yang datang. Mereka membawa makanan sebagai salam perkenalan, ada yang menghadiahkannya satu set gelas yang cantik dari kaca. Zelia hanya membawakan buah-buahan yang segar saat datang, memberikannya pada Ravid di pintu masuk.

"Selamat datang dan terima kasih telah berkenan datang, Zelia." Ravid menatap Zelia dengan senyumnya yang manis.

Zelia menanggapi sopan. "Kami yang terima kasih karena diundang makan malam."

"Ada Mbak Zelia juga ternyata," sapa wanita dewasa yang tinggal di sebelah rumah Zelia.

"Selamat malam, Bu Dinda, Pak Bagus," sapa Zelia santun pada tetanggganya.

Zelia merasa seperti reuni karena semua tetangga di jalan tempat dirinya tinggal ada di sana. Kebanyakan mereka senang bertemu Zelia, selain jarang ketemu dan merupakan rejeki mereka melihat langsung model cantik papan atas Indonesia. Ketakutan Zelia memudar perlahan, tapi tetap saja Zen mengawasi adiknya baik-baik. Ravid hanya punya satu keluarga lain, orang yang mengabdi padanya dan sudah dianggapnya keluarga, Widya. Widya yang menyiapkan segala hidangan di meja makan, memasaknya sendiri sesuai keinginan Ravid.

"Mas Ravid seorang dokter ya?" tanya salah satu tetangga Zelia.

Ravid menatap lawan bicaranya sambil tersenyum. "Iya, hanya dokter umum."

"Wah, hebat donk ya. Oh ya, Mas Ravid hanya berdua dengan Mbak Widya? Belum menikah? Saya kira Mbak Widya ini isterinya Mas Ravid loh."

Zelia tertarik dengan pertanyaan tetangganya pada Ravid. Pria berprofesi sebagai dokter itu tersenyum dan menatap Widya sesaat sebelum menjawab.

"Kalau Widya sudah pernah menikah dan gagal dalam berumah tangga, belum tahu kapan dia akan membuka diri pada pria lain." Ravid menjelaskan.

"Oh begitu rupanya, maaf ya Mbak Widya,"

"Mama ini!" seru pria yang berstatus suaminya menyenggol.

"Mama kan enggak tahu, Pa. Makanya bertanya daripada bergosip iya kan, Mas Ravid?" tanya Bu Lusi menginginkan dukungan.

Widya tersenyum tipis. "Saya lebih suka orang bertanya langsung daripada bermain mengira di belakang saya."

"Tuh kan bener?" Bu Lusi tersenyum menang. "Kalau Mas Ravid gimana?"

"Mas Ravid ganteng loh masa sendirian aja?"

"Iya, Mas Ravid udah ganteng, mapan dan punya rumah sendiri pula."

Ravid tersenyum tipis. "Saya belum menikah, Bu. Tadinya saya berharap bisa menikah tahun ini, tapi kekasih saja tidak punya."

"Mbak Zelia juga masih sendiri kan? Apa sudah punya kekasih?" tanya Bu Lusi.

"Ei, Bu Lusi kalau Mbak Zelia jelas nanti berjodoh sesama orang terkenal di dunia entertainment. Iya kan, Mbak?" tanya Bu Dinda pada Zelia.

Zelia hanya tersenyum saja, fokus pada makanan yang ada di piringnya. Zen yang menjawab pertanyaan yang datang pada adiknya dengan tenang sambil mengamati gerak-gerik tuan rumah yang dicurigai Zelia. Usai makan malam selesai para tamu undangan Ravid tak langsung pulang, beberapa masih tetap tinggal terutama para pria yang menyanggupi ajakan Ravid untuk bermain catur.

Exquisite ✓ [Terbit : Ready Stock] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang