Jika biasanya, Arvind dengan mudahnya mendatangi Zelia kapanpun semaunya, kini tak bisa lagi. Jalur yang biasanya digunakan Arvind untuk menemui Zelia telah ditutup, siapa lagi kalau bukan Zendagie alias Zen kakak Zelia yang melakukannya. Zen memutus jalur Arvind agar tak bisa menemui Zelia, dengan anggapan bahwa Arvind telah mengabaikannya. Ia ingin Zelia dan Arvind tak lagi bersama, dikarenakan dendam telah menyeret hati nuraninya dalam pusara abadi.
Bagi Zelia, Arvind adalah pria yang telah mencuri hatinya, tak hanya hati melainkan raga juga, tanpa pamit. Dia tiba-tiba datang merenggut dan menuai rasa yang ditanam paksa, meski akhirnya Zelia merasa jika perlakuan Arvind padanya begitu romantis. Romantis versi Arvind tentunya begitu berbeda dengan cerita romansa di luar sana, yang menyuguhkan drama kehidupan cinta penuh jutaan rasa. Romansa milik Arvind dan Zelia penuh dengan intrik.
Zelia membaca kertas hasil pemeriksaan laboratorium di Phalosa beberapa hari yang lalu, hasilnya sesuai dengan apa yang diinginkan Zen. Tapi, terbesit dalam hati Zelia jika hasilnya berubah positif, ia ingin Arvind menemuinya karena tengah hamil anaknya. Keinginan yang bertolak belakang dengan Zen, yang menarik Zelia menjauh dari Arvind. Zelia melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop saat Bu Restu mengetuk pintu kamarnya.
"Mbak Zelia enggak mau sarapan? Apa Mbak Zelia mau dimasakkan sesuatu?" tanya Zelia.
Zelia bangkit dari kursi meja riasnya dan mendekati Bu Restu. "Fira belum datang ya, Bu?"
"Belum, Mbak Zelia."
Zelia keluar dari kamarnya sambil menutup pintu, berjalan bersama Bu Restu ke ruang makan di mana hanya ada sisa piring sarapan kakaknya di meja. Zelia bermimpi semalam, bahwa ia ingin Arvind menjadi bagian hidupnya dan sarapan bersama di pagi hari yang cerah seperti ini. Zelia tertunduk kemudian tersenyum, Arvind masih belum menemuinya setelah video mesum itu beredar di publik, bahkan tak meneleponnya untuk mengatakan sesuatu.
"Mbak, Mbak Zelia melamun? Mbak Zelia mau makan sekarang?" tanya Bu Restu menyadarkan lamunan Zelia.
"Iya, Bu. Buatkan aku susu hangat saja," pinta Zelia sambil duduk di kursi meja makan.
"Baiklah," kata Bu Restu menyanggupi.
Zelia membalikkan piring di depannya dan makan dengan diam. Bu Restu memperhatikan gerak-gerik Zelia dari meja dapur, sungguh wanita yang menjadi majikannya itu dulunya begitu semangat dan energik, sekarang seperti bunga mawar yang telah layu, tak terawat. Model wanita yang cantik jelita itu telah memilih mundur dari dunia permodelan, Bu Restu sempat membahas jika Zen akan membangunkan usaha untuk Zelia, agar adiknya itu kembali semangat. Tapi entah usaha apa dan kapan akan memulai usaha itu, yang jelas hari-hari Zelia akhir ini hanya berjalan di rumah tanpa melakukan hal yang berarti.
"Ini susunya, Mbak." Bu Restu menaruh segelas susu cokelat hangat di sisi gelas air mineral Zelia.
"Yang putih ada enggak, Bu? Aku enggak suka baunya, cokelat sekali."
Bu Restu tersenyum sambil mengangguk, "Ada, tapi tinggal sedikit. Ibu nanti mau beli sama beli perlengkapan dapur yang lainnya."
"Oh begitu, biar aku saja, Bu, yang beli. Aku sekalian mau ke rumah Fira."
Bu Restu mengangguk dan membawa gelas susu cokelat itu ke dapur, pikirnya sayang jika susu cokelat itu berakhir di wastafel. Minuman menyehatkan itu bisa ia buang ke dalam perutnya karena belum terjamah sama sekali. Segera ia membuatkan susu putih untuk Zelia, dan susu tersebut langsung kandas begitu saja di meja. Zelia sudah menyelesaikan sarapannya pun kembali ke kamar, keluar lagi dengan membawa tas kecil selempang warna cokelat.
"Bi, buatkan kopi lagi ya," pinta Pak Fajar di dapur.
"Lagi? Tumben sudah habis, Pak?" tanya Bu Restu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exquisite ✓ [Terbit : Ready Stock]
Romance21+ ⚠Don't Copy My Story ⚠ Zelia tak pernah tahu siapa yang telah berani meneguk kenikmatan tubuhnya malam itu. Ia sangat frustasi takut jika dunia tahu apa yang telah terjadi padanya. Zelia mencari sosok pria yang menjamahnya dengan cara-cara yang...