Pusaran Kehangatan | 19

10.1K 560 90
                                    

Rintik-rintik hujan di luar memang tak sederas tadi, tapi bisa membuat pakaian basah dan kedinginan. Zelia bergidik ketika kulitnya menempel di kaca saat melihat luar. Jalanan basah, pepohonan bergerak pelan dan meneteskan air-air hujan dan rumah-rumah warga tak saling berdempetan seperti tenggelam dalam rasa dingin yang mencekam.

Sesuatu yang hangat melingkupi kedua bahu Zelia, wanita cantik itu menoleh dan melihat senyum Arvind. "Kenapa beli rumah di sini? Nyeremin kalau menjelang malam, lihat."

"Aku suka karena hawa sejuk alami di luar bagus untuk mama," jawab Arvind enteng.

Zelia mengikuti langkah Arvind dengan netranya, pria itu berjongkok dan menyalakan pemantik api pada kayu-kayu di perapian. Udara dingin di ruangan besar itu perlahan turun dan menghangat. Arvind duduk di sofa besar yang menghadap ke perapian, sofa yang biasanya menenggelamkan Arvind dalam kilatan masa lalunya yang biru.

Arvind mengulurkan tangannya, meminta Zelia mendekat. Model wanita cantik itu mendekat, awalnya bukan karena Arvind, tapi karena berada di dekat perapian membuatnya hangat. Tangan Arvind merengkuhnya, mendudukkannya di atas pangkuan Arvind yang disanggah oleh kursi kecil di bawah betisnya.

"Masih dingin?" tanya Zelia.

Zelia menatap wajah Arvind yang tertempa sinar api di perapian. "Kau seperti vampir-vanpir di novel, kulit putih, gestur wajah yang tegas dan kau setan sok baik."

Arvind tertawa kecil. "Dan memabukkanmu di ranjang."

Zelia akan menanggapi perkataan Arvind tapi rengkuhan Arvind membuatnya semakin mendekat. Zelia bisa merasakan ada sesuatu berada tepat di dalam belahan kakinya, masih berbentuk normal, kecil dan kenyal. Kedua tangan Arvind menuntun punggung Zelia untuk mendekat di dadanya, memagut bibir lembut Zelia dan tangannya tak berhenti mengelus punggung Zelia.

Zelia sedikit terkejut dan melepas pagutan Arvind ketika pakaiannya satu per satu lolos dengan mudah. Meski ada selimut bulu bermotif batik melingkupi tubuhnya, tetap saja Zelia merasa kaget dan takut jika ada orang lain yang melihatnya polos. Arvind hanya menatap Zelia, mendekapnya dan terus saja melolosi pakaian dalam Zelia dengan cara yang sama.

"Vind," sergah Zelia yang semakin mengelusnya pelan.

Arvind memagut bibir Zelia lagi dan lagi, seolah membungkamnya karena saat itu juga Zelia serasa ingin memekik. Zelia ingin bangkit, tapi kedua tangan Arvind yang melingkari pinggangnya menahannya kuat. Wajah Zelia memerah, tentu saja, Arvind suka melihat wajah Zelia yang demikian dan menggerakkan pinggulnya masuk lebih dalam.

"Vind," panggil Zelia dan menatap Arvind dengan deru napas berbeda.

Arvind meraup dua bukit Zelia, pemiliknya menahan lenguhan keluar dari bibirnya ketika Arvind bergerak. Zelia menatap pria yang berada di bawahnya dengan pandangan bergelimang kehangatan. Tangan Zelia memegangi kedua dada Arvind ketika pinggulnya bergerak makin cepat, ia memekik dan menjatuhkan tubuhnya di dada Arvind ketika berada di puncak.

Arvind tersenyum. "Makin hangat."

Tentu saja makin terasa hangat, milik Zelia telah meluncurkan magma karena gesekan inti bumi yang menggelora. Arvind tak mau dijawab, karena tubuh Zelia telah menjawab segalanya. Ia meraih kepala Zelia dan berbisik sesuatu, yang awalnya Zelia kira Arvind hanya bergumam tapi telinganya mengartikan lain.

"Bergeraklah, Sayang." Arvind mengucapkannya beberapa kali dalam bisikan.

Zelia menatap Arvind, jika biasanya pria itu yang memimpin, kini kepemimpinan dipegang oleh Zelia. Wanita cantik itu mulai bergerak dipandu Arvind, setelah mampu bergerak sendiri, Arvind hanya memantau dan merasakan miliknya yang terasa luar biasa hangat. Zelia bergerak di luar ekspektasi Arvind, pria itu merasa terhanyut dalam kepemimpian Zelia di awal malam ini. Arvind memeluk tubub Zelia yang merentang sedikit ke belakang ketika meraih puncaknya kedua. Deru napas Zelia tak beraturan dan pinggulnya sedikit bergetar kala magma itu ke luar permukaan.

Exquisite ✓ [Terbit : Ready Stock] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang