Bab 2 - Too Early For a War

9.2K 610 32
                                    

Bab 2

Too Early For a War

Setelah Lyra menjelaskan pada warga mengenai rencananya, juga tentang perjanjian yang ia buat dengan perwakilan mereka, barulah warga tenang. Usai pertemuan dengan warga, asisten sekaligus pengawal Lyra, Jesslyn, memberitahu Lyra tentang penyebar rumornya. Seorang pemuda pemabuk yang tak diterima Lyra sebagai staf resort.

"Kamu tahu kan, apa yang harus kamu lakuin?" Lyra menatap Jesslyn.

Wanita yang berusia tiga tahun lebih muda dari Lyra itu mengangguk. Setelah membungkuk kecil pada Lyra, Jesslyn yang selalu mengenakan stelan hitam itu pergi. Lyra berbalik untuk melihat kepergian Jesslyn.

Namun, ia terkejut ketika melihat Erlan yang juga baru datang. Jesslyn sempat berhenti di depan Erlan yang baru turun dari mobil untuk membungkuk kecil, sebelum pergi. Erlan menatap Jesslyn selama beberapa saat, keningnya berkerut. Lyra segera memanggil Erlan.

Erlan menoleh pada Lyra dan tersenyum. Pria itu menghampiri Lyra.

"Udah selesai?" tanya Erlan.

Lyra mengangguk. "Cuma masalah salah paham. Untung nggak sampai bikin ribut dan ganggu pengunjung resort."

Erlan mengangguk. "Ayo pergi. Kita belum sarapan," ajak Erlan.

Lyra mengerutkan kening. Kita? "Kamu juga belum sarapan?" tanya Lyra.

"Aku pengen sarapan bareng kamu. Ini sarapan pertama kita di sini," ujar Erlan.

Lyra seketika merasa bersalah, tapi ia berhasil melemparkan senyum. "Mau sarapan sambil hiking?"

"Good idea," balas Erlan.

"Oke. Sebentar, aku kasih tahu Milla dulu kalau aku pulang sama kamu," kata Lyra.

Erlan mengangguk. Lyra memutar tubuh dan dilihatnya Milla berlari kecil menghampirinya.

"Aku pulang sama Erlan," Lyra memberitahu.

Milla mengangguk. Ia membungkuk kecil padanya. Lyra kembali menatap Erlan dan menarik pria itu pergi.

"Jadi, menu sarapan pertama kita di sini apa?" tanya Lyra sembari berjalan.

"Telur gulung sama sandwich tuna. Oh, jus jeruk juga."

"Sounds good," ucap Lyra. "Thank you, Gentleman," Lyra berkata ketika Erlan membukakan pintu untuknya.

"Anytime, My Lady." Erlan bahkan memberikan hormat ala bangsawan, membuat Lyra tergelak.

Siapa sangka, tingkah Erlan seperti ini, yang dulunya selalu tampak menyebalkan di mata Lyra, bisa membuatnya tertawa seperti ini. Memang, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

***

Usai sarapan di menara di jalur hiking, Erlan dan Lyra tidak langsung turun dan menikmati pemandangan hutan dan sungai dari menara.

"Bayangin deh, kalau kita lihat sunrise sama sunset dari sini," Lyra berkata. "Nanti kelihatannya di sana sama di sana." Lyra menunjuk dua arah berlawanan. "Kelihatan bagus dari sini."

Erlan hanya mengangguk menanggapi itu. Sejujurnya, sejak ia menjemput Lyra tadi, ada yang mengusik pikirannya. Hanya saja, Erlan memutuskan untuk tak membahas itu dulu tadi.

"Oh iya, tentang jembatan yang kita bahas waktu itu, karena jaraknya terlalu jauh, jadi agak susah mau pakai itu. Tapi, ada dua menara yang dihubungkan jembatan. Sengaja dibuat menara di seberang sungai buat itu, biar bisa dapat view bagus dan lebih kerasa adventure-nya. Nggak jauh sih, dari sini. Kamu mau coba?" tawar Lyra antusias.

Marrying My Enemy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang