Bab 13
Will Everything Be Okay?
Lyra masih shock karena reaksi Erlan tadi, ketika melihat tangan Lyra yang terluka. Sekarang, tangan Lyra sudah diobati dan tertutup perban. Mereka akhirnya makan di restoran setelah dari rumah sakit tadi. Namun, Lyra lihat, Erlan hanya terus menatap tangan Lyra dan tak menyentuh makan malamnya.
Ketika Lyra menarik tangannya ke bawah meja, Erlan menghela napas dan menatap wajah Lyra. Pria itu tersenyum. Senyumnya tampak menyakitkan.
"Kamu ... nggak bahagia kan, sama aku?" tanya Lyra.
"Aku bahagia," jawab Erlan.
"Tapi, kamu kelihatan sedih."
Erlan mengangguk. "Aku sedih karena nggak bisa ngelindungin kamu."
"Aku nggak pa-pa, Lan."
"Jangan ngelakuin hal kayak gitu lagi, Lyr. Aku mohon," pinta Erlan sepenuh hati. Pria itu tampak tersiksa.
Lyra akhirnya mengangguk. "Aku nggak akan ngelakuin itu lagi."
Erlan akhirnya tersenyum. Mereka pun mulai menyantap makan malam mereka.
"Maaf ya, aku tadi nggak jadi masak buat kamu," ungkit Erlan.
Lyra menggeleng. "Besok kan, masih bisa. Masih ada besok sama lusa." Ia tersenyum pada Erlan.
"Kamu udah bilang ke Milla sama Ken kalau besok kamu nggak bisa diganggu, kan?"
Lyra mengangguk. "Ya."
Lyra menyadari, suasana pembicaraan mereka sekarang dengan tadi siang di kantor Lyra, jauh berbeda. Saat ini, semua terdengar begitu ... palsu dan menyedihkan. Namun, Lyra tak mau mengakui itu.
***
Pulang dari restoran, Lyra dan Erlan duduk berdampingan di ruang tengah, menonton film. Ini film kedua yang mereka tonton. Film kartun komedi. Beberapa kali Erlan mendengar tawa Lyra. Tawa yang terdengar hampa, tapi Erlan tak peduli. Ia hanya ikut tertawa ketika Lyra tertawa.
Hingga suara bel di pintu depan membuat Erlan dan Lyra menoleh ke pintu. Mereka berpandangan.
"Bukan Nino, kan?" tanya Lyra.
Erlan menggeleng. "Mungkin Milla, Ken atau Jesslyn?"
Lyra menggeleng juga.
"Biar aku yang bukain pintunya," ucap Erlan.
Lyra mengangguk. Erlan beranjak dari sofa dan mengecek dari LCD bel. Ia mendengus kesal, tapi terpaksa membukakan pintu.
"Kamu ngapain ke sini malam-malam gini?" protes Erlan.
Ryan menyeringai lebar. Ia menatap Erlan dari atas ke bawah. "Aku nggak ganggu acara penting kalian, kan?"
Erlan mendengus dan kembali ke ruang tengah. Ryan mengikutinya.
"Kamu ngapain ke sini jam segini?" tanya Lyra heran.
"Dasar couple. Bahkan pertanyaan kalian pun sama." Ryan dengan santai menghempaskan tubuh di sofa. "Malam ini aku nginap di sini."
"Apa?" tanya Erlan dan Lyra bebarengan.
"Aku nggak akan ganggu kalian," janji Ryan.
Erlan memutar mata. "Tapi, beneran deh, kenapa kamu ke sini malam-malam?"
"Ketemu seseorang di bandara. Tadinya mau langsung balik karena aku udah kangen banget sama Prita, tapi Prita minta aku balik besok dan ngecek kalian dulu." Ryan menatap Erlan dan Lyra bergantian. "Kalian nggak pa-pa, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying My Enemy (End)
RomanceAda yang pernah mengatakan, menikah adalah tentang memilih teman bertengkar seumur hidup. Hal itu sepertinya berlaku untuk Lyra. Karena akhirnya, setelah melewati sekian pertengkaran dan perdebatan, Lyra akan menikah dengan musuhnya sendiri, Erlando...