Bab 4 - Still The Same

7K 453 48
                                    

Bab 4

Still The Same

Langkah Erlan terhenti ketika Lyra tiba-tiba menarik tangannya. Erlan menoleh. Lyra menunjuk ke arah menara di sisi jalan.

"Mau istirahat dulu di sana?" tanya Erlan.

Lyra menggeleng. Ia menarik Erlan ke sebuah batu besar di sisi jalan, lalu mendorong Erlan duduk di sana. Erlan seketika merasa dejavu. Ia melihat ke sekeliling dan tersenyum melihat jalan bercabang di depannya.

"Kamu juga masih ingat?" tanya Erlan.

Lyra mengangguk. "Kamu ngikutin aku berhari-hari pas aku kerja gitu. Gimana bisa aku nggak ingat?"

"Waktu itu, kita kencan, tahu. Meski cuma aku yang senang." Erlan tersenyum geli.

"Aku juga," Lyra membalas. "Meski aku kesal, tapi aku senang juga."

Erlan menggeleng. "Mana ada orang yang kesal tapi senang."

"Ada. Aku orangnya. Karena orang yang bikin aku kesal itu kamu."

"Kalau mau confess, yang manis, dong," Erlan menggoda Lyra. Ia melingkarkan lengan di pinggang Lyra, menarik wanita itu mendekat.

Lyra seketika melotot panik dan berusaha menarik diri.

"Kalau ada yang lihat gimana?" protes Lyra.

"Ya, biar mereka lihat. Trus kenapa?" Erlan tersenyum geli.

Lyra mendesis kesal seraya menarik diri. Erlan mengalah dan melepaskannya.

"Cukup kamu tahu aja, aku akan nunjukin perasaanku dengan caraku sendiri," Lyra berkata. "Bahkan habis kamu pulang dan ninggalin aku di sini tiga tahun lalu, nggak pernah sehari pun aku bisa ngelupain waktu-waktu yang aku lewatin sama kamu di sini. Setiap aku lewat jalan yang kita lewati bareng, aku selalu keingat kamu. Setiap aku lihat gambar capilano bridge dan canyon light-nya, bahkan cuma dengar itu aja, aku langsung ingat kamu. Itu tiga tahunku tanpa kamu waktu itu."

Erlan tertegun, tak menyangka Lyra akan mengatakan itu. "Bodoh," ucap Erlan.

Lyra melotot galak. "Kamu mau mati?"

Erlan tergelak. Ia kembali menarik Lyra ke arahnya dan memeluk wanita itu. "Harusnya dulu kamu bilang. Bukannya malah nyiksa dirimu sendiri kayak gitu."

"Ini nih, yang aku benci tentang cinta," singgung Lyra tiba-tiba.

Erlan mendongak dan mengangkat alis heran.

Lyra berdehem dan memalingkan wajah saat mengaku, "Cinta itu idiot. Lihat apa yang terjadi sama aku."

Erlan tersenyum sayang melihat pipi Lyra yang merona. Erlan menyelipkan rambut hitam Lyra yang pagi itu tergerai bebas ke belakang telinganya. Kemudian, ia menangkup wajah Lyra dan menariknya turun. Diciumnya penuh kelembutan bibir itu.

"Barusan, aku jatuh cinta lagi sama kamu, Alyra. Tanggung jawab," tuntut Erlan usai ciuman itu berakhir.

Lyra menatap Erlan protes.

"Cinta itu gila. Buat aku gitu. Cukup kamu tahu aja," aku Erlan.

"Kamu curang." Lyra masih tak terima. "Kenapa kamu selalu bikin perasaanku ke kamu tuh, nggak ada apa-apaanya dibanding perasaanmu ke aku?"

"Kenyataannya emang gitu. Kamu aja yang nggak tahu," balas Erlan.

"Aku rela mati buat kamu," ungkap Lyra keras kepala.

Marrying My Enemy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang