Bab 10
Love Comes With the Risk
Lyra menghela napas berat sore itu. Sejak insiden dengan karyawannya kemarin siang, Erlan belum berbicara lagi pada Lyra. Bahkan, pagi ini pun, ia hanya meninggalkan pesan jika ia berangkat lebih dulu karena harus berangkat lebih pagi. Apa pria itu membalas dendam? Lalu, apa Lyra juga harus pergi ke Solo?
Sebenarnya, Lyra ingin. Namun, mengingat ia hanya akan menjadi bahan tertawaan Ryan dan yang lain, kecuali Prita, Lyra mengurungkan niatnya. Lyra kembali menghela napas. Ia menatap ponselnya. Tak ada satu pun lagi pesan Erlan selain yang tadi pagi.
Sepertinya, Erlan benar-benar marah.
Apa sebaiknya Lyra meminta tolong pada Ryan? Tidak. Itu bukan ide bagus. Pada Arman? Sungguh, tidak. Pada Evelyn, kakak Ryan? Namun, Lyra akan mengatakan apa?
Lyra mengerang dan menjatuhkan kepala di meja kerjanya. Ia meraih ponselnya, menatapnya lama.
Sepertinya ... Lyra harus menghubungi Erlan lebih dulu dan meminta maaf. Meski Lyra tetap yakin, ia tak salah di sini. Masa bodoh. Toh, selama ini Erlan tak salah, tapi selalu Erlan yang meminta maaf.
Pikiran itu membuat Lyra kembali merasa bersalah, menyadari ia lagi-lagi menyakiti Erlan.
Di tengah kegalauannya itu, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka.
"Kenapa, Mil?" tanya Lyra malas, tanpa mengangkat kepalanya. "Aku lagi nggak mood kerja. Jadi, jangan ganggu aku dan ..."
"Bu." Itu Jesslyn.
Lyra seketika mengangkat kepala dan menatap ke arah pintu. Jesslyn tampak cemas. Sesuatu terjadi. Sesuatu yang buruk.
"Pak Erlan terluka dan saat ini sudah berada di W Hospital."
Lyra berdiri. "Apa ... yang terjadi?" Lyra mendengar suaranya bergetar.
Jesslyn tampak ragu.
"Erlan kenapa?!" bentak Lyra.
"Pak Erlan ... ditusuk orang. Lukanya cukup parah dan saya khawatir, lukanya mengenai organ vitalnya. Berita terakhir yang saya dengar, Pak Erlan sudah berada di ruang operasi."
Lyra mengerjap, pandangannya kabur oleh air mata. Kakinya terasa lemas. Seketika, ia jatuh terduduk di kursinya.
"Siapa ... siapa pelakunya?" tanya Lyra, suaranya bergetar parah.
Jesslyn tak menjawab.
"Siapa pelakunya?!" teriak Lyra marah. "Siapa pun itu, bunuh dia."
"Bu ..."
"Bunuh dia!" Lyra kembali berteriak.
Bahkan, Milla dan Ken sampai masuk ke ruangan Lyra mendengar teriakan Lyra. Mereka menatap Jesslyn bingung. Ketika Jesslyn masih tak menjawab, Lyra berdiri. Ia sempat terhuyung, tapi berhasil berpegangan di mejanya, sementara Jesslyn, Milla dan Ken segera menghampirinya.
Lyra kembali berjalan. Ketika Milla hendak memeganginya, Lyra menepis tangan Milla. Lyra belum tiba di pintu ruangannya ketika pintu itu terbuka dan seseorang masuk. Lyra mengerjap, mengusir air mata yang sudah menggenang dan bisa melihat kakaknya, Arman, ada di sana.
Arman tampak luar biasa cemas, sebelum ia menghambur memeluk Lyra. Ia mengusap kepala Lyra lembut.
"Aku akan bunuh orang itu," Lyra berkata penuh amarah.
"Aku akan ngelakuin itu buat kamu," Arman menjawab.
Lyra menggeleng. "Aku akan bunuh dia dengan tanganku sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying My Enemy (End)
Roman d'amourAda yang pernah mengatakan, menikah adalah tentang memilih teman bertengkar seumur hidup. Hal itu sepertinya berlaku untuk Lyra. Karena akhirnya, setelah melewati sekian pertengkaran dan perdebatan, Lyra akan menikah dengan musuhnya sendiri, Erlando...