Bab 9
The Monster Inside Me
Pesta telah berakhir, para penonton sudah pergi. Erlan dan Lyra pun langsung pulang begitu pesta usai. Sepanjang perjalanan pulang tadi, Erlan tak bisa berhenti menanyakan perusahaannya, seolah itu adalah hal paling penting di dunia ini. Begitu mereka tiba di rumah pun, Erlan menghadang Lyra di pintu.
Lyra tersenyum geli. "Aku harus balik ke kantorku atau nginap di hotel malam ini?" tanyanya iseng.
Erlan mengalah dengan cepat. Pria itu membukakan pintu dan mempersilakan Lyra masuk. Namun, begitu mereka sudah berganti pakaian, mandi dan berbaring di tempat tidur, Erlan kembali bertanya,
"Masalah kantormu gimana? Nggak pa-pa kamu tinggal tadi?"
Lyra pun mengalah. Ia berbaring miring menatap Erlan. "It's fine. Semua udah beres pas aku tinggal tadi. "
Erlan mendesah lega.
"Kamu nggak mau tahu gimana aku balas lawanku?" tanya Lyra.
Erlan tertegun, lalu menggeleng. Lyra mengernyit. Pria itu tidak berpikir ...
"Karena dia udah nyuri informasi penting perusahaanku, aku ambil perusahaan yang udah mereka incar. It's a fair play. Aku punya lebih banyak uang dari dia buat ditawarin, so it's mine. Meski aku akan rugi kalau nggak bisa optimalin perusahaan yang kubeli itu. Harganya lebih mahal dari seharusnya. But, it's worth it.
"Aku dengar, itu perusahaan punya keluarga cinta masa lalu atau cinta pertamanya yang barusan meninggal karena sakit dan perusahaan itu permintaan terakhirnya. Sekarang, selamanya dia akan dihantui sama itu. Well, dia harus bayar mahal buat nyuri infomasi perusahaanku. Seumur hidupnya." Lyra tersenyum puas.
"Lyra, itu ..."
"Jangan," Lyra memotong. "Aku ambil keputusan itu karena mikirin kamu. Ada banyak hal kejam yang bisa aku lakuin lagi, tapi aku ambil cara itu karena kamu."
"Trus kamu? Apa kamu baik-baik aja setelah ngelakuin semua itu?" tanya Erlan.
Lyra mengangguk. "Aku puas. Banget."
Erlan mengernyit. Lyra mengangkat tangan, menyentuh wajah Erlan.
"Jangan ngelihatin aku kayak gitu, Lan. Aku nggak suka," aku Lyra.
Erlan memejamkan mata, lalu menarik napas dalam. Erlan tersenyum pada Lyra ketika menatapnya. Kali ini, Lyra mengabaikan rasa bersalahnya karena lagi-lagi Erlan harus mengalah. Begini lebih baik, daripada mereka bertengkar lagi. Meski begitu, Lyra merasa perlu mengakui satu kesalahannya.
"Maaf, karena aku pergi gitu aja hari itu," ucapnya.
Erlan tampak terkejut.
"Jesslyn bilang, selama aku nggak pulang ke rumah, kamu juga nggak pulang ke rumah," sebut Lyra. "Kenapa, Lan?"
Erlan menarik tangan Lyra hanya untuk dikecupnya lembut. "Buat apa aku pulang ke rumah ini kalau nggak ada kamu? Rumah ini nggak terasa kayak rumah tanpa kamu di sini, Lyr."
Lyra tersentuh, sekaligus merasa bersalah. Ia sudah akan meminta maaf, tapi Erlan lebih dulu berbicara,
"Maaf, karena aku udah nyakitin kamu malam itu. Aku bukannya nggak percaya sama kamu. Aku cuma takut. Aku khawatir sama kamu. Tapi, aku malah nyakitin kamu dengan kata-kataku. Maafin aku, Lyr, karena nyakitin kamu kayak gitu. "
Lyra tertegun. Bahkan ketika Lyra yang bersalah di sini ... pria itu justru meminta maaf padanya. Sejak mereka menikah, kenapa rasanya ... mereka terlalu sering mengucapkan kata maaf? Apakah semua pernikahan seperti ini? Ataukah ... ada yang salah dengan pernikahan Lyra dan Erlan ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying My Enemy (End)
RomanceAda yang pernah mengatakan, menikah adalah tentang memilih teman bertengkar seumur hidup. Hal itu sepertinya berlaku untuk Lyra. Karena akhirnya, setelah melewati sekian pertengkaran dan perdebatan, Lyra akan menikah dengan musuhnya sendiri, Erlando...