Bab 7
Lost Without You
Semalam, Erlan dan Lyra tidur di atas tempat tidur yang sama. Namun, mereka tak saling berbicara setelah insiden sebelumnya. Erlan juga tak tahu apa yang akan ia katakan. Pun ketika ia menoleh, Lyra sudah memejamkan mata. Walau begitu, Lyra belum tidur. Hanya menolak berbicara dengan Erlan.
Lalu, pagi-pagi buta, Erlan terbangun mendengar suara Lyra berbicara di telepon. Jam lima pagi dan Lyra harus pergi ke kantor karena ada keadaan darurat. Begitu yang Erlan dengar dari telepon Lyra. Erlan sendiri tak sempat bertanya karena Lyra tampak terburu-buru.
Baru setelah Lyra pergi, ia menelepon Milla dan mendapat kabar tentang perang perusahaan Lyra dengan perusahaan saingan. Perusahaan saingan Lyra itu mencuri informasi produk baru perusahaan Lyra. Saat ini, mereka sedang bersiap untuk mencari celah untuk menyerang balik lawan Lyra.
Erlan mengucapkan terima kasih pada Milla sebelum menutup telepon. Ia tahu sendiri betapa sibuknya suasana kantor jika sedang ada perang seperti itu. Erlan menghela napas, lalu turun dari tempat tidur dan memutuskan untuk bersiap ke kantor. Toh tak ada yang ingin ia lakukan di rumah tanpa Lyra.
Bahkan untuk sarapan saja ia enggan. Untuk apa ia sarapan sendirian di rumahnya? Erlan merasa nelangsa ketika meninggalkan rumah untuk ke kantor pagi itu. Belum-belum ia sudah merindukan Lyra. Namun, ia tak mungkin juga menghubungi Lyra.
Ketika Erlan tiba di kantornya pagi itu, Nino juga sudah tiba. Memang, Erlan tadi meneleponnya dan mengabari keberangkatan Erlan yang lebih pagi. Ia juga meminta Nino membeli sarapan untuk mereka berdua sebelum ke kantor.
"Selamat pagi, Pak," sapa Nino riang di depan pintu ruangan Erlan.
"Kamu kenapa kelihatan senang banget disuruh berangkat sepagi ini?" ledek Erlan.
"Kalau saya marah-marah, nanti saya dipecat, Pak. Kan saya cuma karyawan, Pak Erlan bosnya." Nino tersenyum lebar sembari membuka pintu untuk Erlan.
Erlan mendengus pelan dan masuk ke ruangannya. Nino mengikuti. Nino lalu meletakkan kantong plastik dengan logo fast food di meja tengah ruangan. Itu makanan kesukaan Nino.
"Apa aku harus makan itu juga?" tanya Erlan.
"Kalau Pak Erlan nggak mau, buat saya semua juga nggak pa-pa," balas Nino enteng sembari duduk di sofa tanpa menunggu Erlan.
Erlan mendesis kesal dan menghampiri Nino. Erlan duduk di sofa dan menyambar sebungkus sandwich yang barusan dikeluarkan Nino dari kantongnya.
"Apa schedule-ku hari ini?" tanya Erlan.
Nino mengeluarkan i-Pad dan meletakkannya di meja. Satu tangannya mengambil dan membuka bungkus sandwich, tangan lainnya menggeser layar i-Pad.
"Pagi ini ada presentasi rancangan produk baru dari W Electronic. Lalu, ada meeting di W Hospital. Pak Arthur meminta Pak Erlan menggantikannya. Setelah itu, ada interview dengan majalah bisnis, lalu ..."
"No," Erlan memotong, menghentikan uraian panjang sekretarisnya itu.
"Ya, Pak? Ada yang perlu saya ubah waktunya?" tanya Nino.
"Batalin semua schedule-ku hari ini."
Nino tampak terkejut.
"Dan pesenin aku tiket ke Solo sekarang."
Nino mengerjap.
"Besok aku akan kerja keras. Bahkan nginap di sini juga. Jadi, tolong kasih aku libur. Hari ini aja," Erlan meminta. "Aku takut aku malah ngacauin kerjaanku kalau kerja dalam keadaan kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying My Enemy (End)
RomanceAda yang pernah mengatakan, menikah adalah tentang memilih teman bertengkar seumur hidup. Hal itu sepertinya berlaku untuk Lyra. Karena akhirnya, setelah melewati sekian pertengkaran dan perdebatan, Lyra akan menikah dengan musuhnya sendiri, Erlando...