Bab 14 - You Don't Have to Win in Love

5.1K 381 60
                                    

Bab 14

You Don't Have to Win in Love

Lyra tak tahu ini jam berapa, tapi yang jelas sudah sangat larut. Atau bahkan, sudah hampir pagi. Namun, Ryan dan Arman masih juga belum meninggalkan rumahnya. Sementara, Erlan masih terus menatap tangan Lyra yang terluka, tapi sudah diobati di rumah sakit tadi.

Lyra tak tahu rumor apa yang akan tersebar di perusahaannya karena dalam sehari Lyra sudah dua kali ke rumah sakit. Namun, ia akan memikirkan itu besok. Ada hal penting yang harus ia selesaikan sekarang.

"Kalau kalian nggak ada yang mau ngomong, aku nggak akan pergi," tuntut Arman.

Lyra melengos, sementara Erlan masih menutup mulutnya.

"Lyra terluka. Kayaknya dia nyakitin dirinya sendiri lagi, tapi aku nggak tahu pemicunya apa. Mungkin, karena masalah Erlan ..."

"Bukan karena Erlan," sanggah Lyra.

"Apa kamu tahu apa yang kamu lakuin ke Erlan?" tanya Ryan tajam.

"Berhenti ngomong yang nggak-nggak ke dia, Yan," geram Erlan.

"Kenapa? Kamu mau jadi kayak dia juga? Ah, jadi kalau kalian jadi pasangan mengerikan, itu akan keren? Kalian maunya gitu? Jadi pasangan kejam yang ditakutin orang-orang? Trus, kalian mau kehilangan orang-orang terdekat kalian juga?"

Lyra mengernyit. Tidak. Ia tidak ingin Erlan menjadi monster sepertinya.

Lyra berdiri. "Aku mau istirahat. Aku capek. Kalian pergi aja," usirnya.

Ketika Erlan mengikutinya, Lyra menahan pria itu dan menatapnya. "Kamu juga ... pergi aja. Cukup aku yang jadi kayak gini. Jangan kamu juga."

Erlan tampak shock, sekaligus terluka. Namun, Lyra mengabaikan itu. Dadanya terasa sakit, tapi ia tak peduli. Lyra melangkah ke tangga. Tatapannya turun ke anak tangga di bawahnya.

Jika ia terjatuh dari sini, apa semua rasa sakit ini akan pergi?

Lyra menghentikan langkah. Didengarnya suara-suara dari kejauhan, tapi Lyra tak mendengarnya. Ia mendengar derap langkah, tapi Lyra merasakan tubuhnya lemas. Kepalanya terasa pusing seiring tubuhnya tumbang ke belakang.

***

"Lyra belum siap ngehadapin traumanya, tapi dia mau ngelakuin itu buat aku," aku Erlan akhirnya. "Semuanya baik-baik aja awalnya. Kemarin Lyra mimpi buruk tentang aku. Habis itu, dia seharian ngelamun di kantor. Mungkin, ini emang salahku. Karena aku terluka ... dia ..." Erlan mengernyit. "Harusnya aku bisa jaga diriku. Aku tahu tentang traumanya Lyra, tapi aku malah bikin itu lebih parah."

"Kami sempat ngomongin itu dan Lyra ... ternyata nyembunyiin ketakutannya karena dia pikir, aku akan ninggalin dia. Trus, dia bilang, dia pengen berhenti ngerasa bersalah. Kami pergi ke makam Mama dan ... semuanya kelihatan baik-baik aja." Erlan memejamkan mata dan mengusap wajahnya kasar.

"Tapi, waktu kami pulang, dia mecahin gelas dan ... dia genggam pecahan gelasnya sampai nyakitin tangannya. Aku takut, dia akan ngelakuin itu lagi, jadi ... aku nggak bisa ngelakuin apa pun buat ngehentiin Lyra. Nggak. Aku nggak mau ngehentiin Lyra di gudang tadi. Lebih baik dia nyakitin orang lain daripada dia yang harus terluka." Erlan mengepalkan tangan.

Arman dan Ryan menatap Erlan lekat. Mereka berdua tampak sama-sama terkejut dan terluka.

"Aku akan ngelakuin apa pun selama aku bisa ada di samping Lyra dan mastiin dia baik-baik aja," tandas Erlan. "Aku nggak mau kehilangan dia."

Marrying My Enemy (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang