Chapter 3: Threats

90 13 18
                                    


Writer's POV

"Ambilkan jarum yang ada di sana," Sanghyuk memberikan komandonya pada Wonkyeong.

Meski kebingungan, Wonkyeong hanya bisa menuruti tiap-tiap perkataan Sanghyuk.

Saat akan mengoper jarum, Sanghyuk tak sengaja melihat balutan plester di jari Wonkyeong. Ia pun diingatkan kembali pada apa yang dilihatnya tadi pagi.

"Apa kau terluka?" Sanghyuk bertanya dengan suara lirih.

Tahu Sanghyuk menyadari plesternya, Wonkyeong menyembunyikan tangan kanannya di balik tubuhnya. Dia menggeleng. "Itu bukan apa-apa."

Sanghyuk menghela napas. Bahkan wanita itu menghindari percakapan lebih lanjut dengan dirinya.

"Pasien ini biar aku yang tangani. Kau bantu yang lain saja. Kulihat masih banyak yang kewalahan," kata Sanghyuk.

Lagi-lagi, Wonkyeong menurutinya tanpa banyak tingkah. Sanghyuk semakin kehilangan semangatnya, melihat wanita itu seolah-olah sangat ingin menghindarinya.

Ia baru saja akan berpaling ketika melihat Wonkyeong malah memilih mendekati Taekwoon dan membantunya memberikan CPR.

'Kenapa dia malah lari pada dokter itu?! Sial!' Sanghyuk dapat merasakan tekanan darahnya perlahan kembali naik. Hatinya langsung diselimuti perasaan tidak suka.

Seorang perawat tiba-tiba berlari mendekati Sanghyuk. Mengalihkan perhatiannya dari Taekwoon dan Wonkyeong. "Ruang radiologinya sudah siap, Ketua."

"Segera bawa dia," titah Sanghyuk dengan suara parau karena menahan amarah.

Sanghyuk pun mendekati kedua orang itu.

"Dokter Jung," Sanghyuk memanggil Taekwoon. "Kita harus ke ruang operasi sekarang."

Taekwoon menghentikan kegiatannya mengoperasikan alat pemompa oksigen. Seorang perawat pria menggantikannya. Ia melirik Wonkyeong yang masih melakukan CPR sebelum bertanya pada Sanghyuk. "Sekarang?"

"Ya."

Susah payah Sanghyuk menyembunyikan tatapan geramnya. Bahkan sebelum menghampirinya, Taekwoon masih sempat-sempatnya menyuruh seorang perawat pria menggantikan Wonkyeong melakukan CPR.

Memang, tenaga seorang pria cenderung lebih besar dari wanita, sehingga gerakan memompa dalam CPR sekiranya bisa lebih maksimal. Akan tetapi Sanghyuk tidak suka melihat Taekwoon selalu bersikap seolah melindungi Wonkyeong.

"Ayo ikut aku," ujar Sanghyuk tajam. Tatapannya nyalang, membuat Taekwoon yang tidak tahu apa-apa hanya bisa bertanya-tanya mengapa Sanghyuk terlihat begitu kesal.

"Kau bisa menanganinya, kan?" Taekwoon masih menyempatkan diri bertanya pada Wonkyeong. Sanghyuk merasakan amarahnya semakin tersulut.

"Iya." Wonkyeong menjawabnya sambil melayangkan tatapan bingung. 'Sebenarnya, apa yang sedang terjadi di sini?'

"Dokter Jung, ayo," desak Sanghyuk. Seandainya ia seorang anak SD, Sanghyuk mungkin sudah menarik-narik lengan baju Taekwoon.

Untungnya, Taekwoon langsung menurut kali ini, sadar Sanghyuk sudah mulai kesal terhadapnya.

-

Satu jam yang panjang perlahan berlalu. Masa-masa tegang pasca kedatangan berbondong-bondong pasien pun sedikit demi sedikit terlewati.

Yang tersisa dari ruang utama IGD hanyalah kekacauan pasca pemberian pertolongan. Dengan tenang, para dokter dan perawat bersama-sama merapikan ruangan besar ini. Petugas kebersihan pun diturunkan, mengganti seprai serta menghilangkan noda darah yang mungkin sudah terciprat ke mana-mana.

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang