Chapter 7: Cold Faces in The Dark Place

87 11 51
                                    


A/N: bisa baca Stuck in Daydreams chapter ke-4 dan 5 lagi kalo bingung sama pembahasan di beberapa bagian chapter ini.



Writer's POV

"Apa Anda bisa memeriksanya?"

"Tentu saja. Silakan lewat sini." Wonkyeong mengarahkan mereka pada salah satu bilik periksa IGD.

Pasien anak-anak yang dibawa si ibu muda tersebut kira-kira berusia lima tahun, maka Wonkyeong mengasumsikan ia sudah bisa diajak berkomunikasi secara langsung. Akan tetapi, dari awal anak laki-laki itu memang sudah menunjukkan sikap yang luar biasa.

Jika kebanyakan pasien balita yang Wonkyeong temui selalu takut setelah melihat dokter dan perawat berpakaian notabene putih, anak laki-laki satu ini benar-benar sangat tenang. Biasanya anak-anak akan bersembunyi di balik tubuh ibunya atau minta gendong, tapi itu tak terjadi padanya. Anak ini hanya diam sambil terus menggandeng Sang Ibu.

Ia malah langsung duduk di atas tempat tidur, dengan dibantu ibunya. Ketika Wonkyeong terkadang harus ikut menenangkan anak-anak yang mulai 'gelisah' melihat peralatan yang ada di bilik periksa.

Namun melihat air mata terus mengalir dari kedua anak laki-laki itu, Wonkyeong mengasumsikan ia benar-benar kesakitan. Wonkyeong menyuruhnya tetap duduk, lalu menanyakan namanya.

"Hyukbin," anak laki-laki itu terisak pelan.

'Sepertinya aku pernah mendengar nama ini di suatu kejadian... omong-omong, nama yang bagus.' Wonkyeong tidak terlalu mempermasalahkannya dan mulai memeriksa.

"Baiklah, Hyukbin," Wonkyeong menyentuh pelan jari-jari tangan kiri anak itu, "apa tangan ini yang sakit?"

"Iya."

"Apakah sakit jika Dokter menyentuh di sini?"

"Iya, sakit sekali..."

Wonkyeong mencoba meluruskan tangan kiri Hyukbin. Namun belum selesai ia melakukannya, Hyukbin sudah menjauhkan lengannya dari Wonkyeong dan terisak lebih keras. Melihat reaksi anaknya, si ibu hanya bisa mengelus-elus punggung anak itu.

'Sepertinya masalahnya tidak pada pergelangan ataupun siku...'

Ia berpaling dan menanyai si ibu. "Apa yang sebenarnya terjadi sebelumnya? Apa yang Hyukbin lakukan sebelum ia mengeluh tangannya sakit?"

"Dia bermain bersama teman-temannya di halaman rumah. Saat itu tidak ada yang mengawasi karena aku sedang ke toilet. Tiba-tiba saja dia bilang lengannya sakit setelah terjatuh..."

"Terjatuh...?" Wonkyeong mulai bisa memikirkan sebuah praduga.

"Menurut teman-temannya, Hyukbin terjatuh dari pohon."

Wonkyeong menggigit bibirnya. 'Kalau ternyata itu yang terjadi... anak ini mungkin saja—'

"Saya rasa, terjadi keretakan tulang di lengan bawah Hyukbin. Dugaan saya yang paling parah, tulangnya bukan hanya retak, tetapi patah," Wonkyeong menjelaskan dengan suara pelan. Ia tidak ingin Hyukbin mendengarnya dan ketakutan. Meski kemungkinan anak itu masih tidak mengerti apa-apa.

"Tapi kita harus memastikannya lagi melalui sinar x-ray. Saya akan memanggil perawat untuk membawa alat rontgen."

"Baiklah."

"Eomma. Aku haus," rengek Hyukbin seraya menarik ujung baju ibunya.

"Saya akan mengambilkan air juga," Wonkyeong menawarkan diri.

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang