Chapter 8: Hard Surface

79 8 16
                                    

Writer's POV

"Aku ingin melihatnya."

"Apa?"

"Aku ingin melihat bagaimana dulu kau melakukannya," Wonkyeong menunjuk pintu menuju ruang utama kamar jenazah, "kau dan jenazah-jenazah itu."

Sanghyuk segera paham maksud Wonkyeong. Ia menatap wanita itu tidak suka. "Apa kau sudah gila?"

"Tidak." Wonkyeong berjalan masuk ke ruang utama penyimpanan jenazah. Sanghyuk mengekorinya.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

"Aku sudah bilang dengan jelas tadi. Aku ingin mengetahui caramu melakukannya." Wonkyeong duduk di atas salah satu meja jenazah yang kosong. "Jika kau tidak sanggup melakukannya dengan jenazah sungguhan... peragakan menggunakan aku."

"Do Wonkyeong. Kau..."

Wonkyeong berpura-pura tidak menyadari kemarahan Sanghyuk dan terus saja melepas jas putihnya. Ia berbaring telentang di atas meja, lalu diam. Sanghyuk mendekati Wonkyeong lalu menatapnya tajam.

"Turun dari situ."

Menghela napas, Wonkyeong menarik dirinya agar kembali duduk. "Han Sanghyuk, apa kau takut?"

"Kau tahu sendiri, kan..."

"Jika kau sudah sepenuhnya tidak ada hasrat dengan jenazah, seharusnya kau tidak masalah dengan permintaanku."

Sanghyuk hanya merespon dengan tarikan napas yang panjang.

"Sekarang, apa kau takut?"

"Tidak."

"Bagus kalau begitu. Anggap saja sedang mengenang kejadian di masa lalu." Wonkyeong berniat kembali berbaring, saat dia teringat sesuatu. "Apa kau ingin aku menanggalkan pakaianku? Jenazah itu kan biasanya..."

"Do Wonkyeong. Jangan," tukas Sanghyuk.

"Uhh... baiklah, sesuai katamu." Wonkyeong menggigit bibirnya mendengar suara Sanghyuk yang bergetar.

Sanghyuk terus mengamati seluruh pergerakan Wonkyeong. "Apa kau benar-benar ingin melakukan ini?"

"Ya. Aku sangat ingin tahu."

"Kau akan sangat menyesali ini," ujar Sanghyuk setelah menghela napas. Wonkyeong mengulum senyum.

"Aku sudah berniat tidak akan membiarkanmu hidup dengan tenang jika ini menimbulkan efek mundur bagimu."

"Bagaimana jika kita berakhir bercinta di sini?"

Wonkyeong menatap Sanghyuk lekat-lekat. "Kita lihat saja, apakah kau bisa melakukan itu. Sekarang saja wajahmu sudah pucat pasi begitu. Haha." Kalimat Wonkyeong diakhiri dengan tawa pelan merendahkan.

"Karena kau terlihat ragu, aku akan menahan diriku," Sanghyuk beranjak. "Sekarang berbaringlah."

Suara rendah dan mengintimidasi milik Sanghyuk membuat Wonkyeong tak kuasa membantah lagi. Kini, dengan hanya memakai setelan piama ungu rumah sakit, Wonkyeong merebahkan dirinya di meja jenazah yang dingin. Sanghyuk menyalakan lampu melalui sakelar yang terletak di dinding atas kepala Wonkyeong. Wanita itu mengerjapkan mata, silau.

Sanghyuk kembali menghembuskan napas beratnya. Tangannya terulur untuk mengelus pipi wanita yang sedang berbaring itu.

"Kau cantik, Wonkyeong," gumamnya. "Sangat cantik dan juga mempesona."

Wonkyeong termangu mendengar pujian beruntun itu. Seharusnya ia menutup matanya, tetapi sentuhan Sanghyuk membuatnya tidak ingin melewatkan pemandangan apa yang akan disuguhkan di depannya.

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang