Chapter 2: Helping Hands

90 9 36
                                    


Writer's POV

"Apa yang kalian lakukan? Cepat ke sini!" Dokter Baek, wakil kepala residen, meneriaki para pegawai baru yang masih berkumpul di depan papan pengumuman.

Mematuhi atasannya, dokter-dokter itu pun mengikuti Dokter Baek ke depan.

Sepertinya, telah terjadi kecelakaan besar. Ambulans datang berbondong-bondong, ranjang berisikan pasien yang terluka satu-persatu dimasukkan ke dalam bilik maupun langsung menuju ruang operasi. Ada yang terluka sangat parah, bahkan beberapa nampak kehilangan kesadarannya.

Wonkyeong menelan ludahnya, mencoba tidak gentar dengan pemandangan di hadapannya. Hal-hal seperti inilah yang akan dia saksikan setiap hari, mulai dari sekarang. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk takut.

Ia ikut membantu petugas lain mendorong tempat tidur pasien ke bilik-bilik yang tersedia. Pasien yang akan ditanganinya memiliki luka luar, darahnya masih mengalir ketika ia dibaringkan di salah satu bilik, mengotori seprai putih di bawahnya.

"Saya akan memberikanmu bius lokal terlebih dahulu," Wonkyeong mempersiapkan ampul berisi obat anestesi. "Setelah itu, saya akan mencabut pecahan kacanya."

Wonkyeong menggenggam ampul kecil, bersiap membukanya. Akan tetapi, mematahkan segel ampul memang tidak mudah. Bahkan Wonkyeong tidak pernah berhasil melakukannya ketika dia koas dulu.

Seseorang mengambil ampul dari tangannya. Wonkyeong menoleh. Ternyata ia adalah Kepala Residen Gawat Darurat, yang sekarang juga tengah bertugas.

Trak! Dengan mudahnya dokter kepala bernama Taekwoon itu mematahkan segel ampul. Ia menyerahkan benda kecil itu kembali kepada Wonkyeong.

"Terima kasih, Sunbaenim." Wonkyeong reflek berterima kasih.

Taekwoon mengangguk. "Lain kali gunakanlah kain kasa untuk melapisi segelnya, lalu patahkan sekuat tenaga. Kau bisa cedera jika memaksa membuka ampul dengan tangan kosong."

Wonkyeong mendengarkan penjelasan Taekwoon dengan sungguh-sungguh. "Baik. Sekali lagi, terima kasih, Taekwoon-sunbaenim."

Setelah memberikan obat bius pada pasien, Wonkyeong bersiap akan mengambil pecahan kaca di lututnya. Namun ternyata Taekwoon sudah lebih dulu mengambil pinset dengan tangannya yang dilapisi sarung tangan.

"Aku yang akan melakukannya. Kau bersihkan saja luka di kepala pasien."

"Eh?"

"Kalau soal itu, saya sudah lakukan, Hyungnim." Seorang koas tiba-tiba menyahut.

Wonkyeong dan Taekwoon menoleh. Memang benar, kepala pasien yang semula seakan hampir bocor, bersimbah darah, sekarang sudah bersih. Luka besar menganga yang ada di sana juga sudah dibalut rapi dengan perban.

"Kalau begitu, saya yang akan mengangkat pecahan kacanya."

"Tidak. Terlalu berbahaya. Kau awasi saja kalau-kalau ada kaca yang tertinggal. Setelah itu, bantu aku menjahit luka pasien."

"Baik," sahut Wonkyeong. Melihat kebaikan Taekwoon kepadanya, Wonkyeong hanya bisa mematuhi atasannya ini.

Seorang perawat tiba-tiba saja menyibak tirai bilik mereka. "Dokter Taekwoon, Anda dibutuhkan di ruang operasi!"

Taekwoon mengangguk. Ia berpaling pada Wonkyeong. "Aku harus pergi. Kau bisa menangani jahitannya, kan?"

"Tentu saja. Serahkan pada saya!" balas Wonkyeong yakin.

"Kalau begitu, cepatlah. Sebelum biusnya habis," Taekwoon memberinya arahan sekali lagi, sebelum berlari-lari menuju ruang operasi.

Dengan sigap, Wonkyeong memulai tugasnya, dibantu seorang dokter koas yang sejak tadi mendampinginya. Meskipun ini hari pertamanya bekerja, Wonkyeong berjanji akan melakukannya sebaik mungkin. Ia semakin yakin dengan tujuannya menerima pekerjaan di rumah sakit ini. Ditambah, sekarang ia mendapat kebaikan Taekwoon.

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang