Chapter 21: Pièces De Résistance*

48 4 6
                                    


* Pièce(s) de résistance = [noun] the best and most important or exciting thing; often the last in a series of things. (Cambridge Dictionary)


Writer's POV

Ckrek.

Sanghyuk yang mendengar pintu terbuka mendapati Wonkyeong tengah berjalan masuk ke ruangannya. Dia segera menggerakkan tangannya, mengisyaratkan Wonkyeong untuk mendekat ke arahnya. "Kemarilah."

Wanita itu berjalan gontai ke sofa tempat Sanghyuk duduk. Dia menghela napas sebelum berkata lemas, "uh, aku capek sekali. Hari ini kacau. Kacau." Wonkyeong meletakkan tas dan mantelnya di lantai, menghempaskan dirinya di sofa begitu sudah berada di samping Sanghyuk. Pria itu merangkulnya dan mencoba menyandarkan tubuh penat Wonkyeong di sandaran sofa.

"Setidaknya, ada sebelas ambulans yang datang siang ini. Dan mereka semua tidak membawa sembarang pasien, sebelas-belasnya membawa orang sekarat! Aku hampir tidak bisa bernapas menangani mereka semua. Kenapa akhir-akhir ini manusia sering tidak berhati-hati dengan hidupnya, sih?"

Wonkyeong mulai merajuk seperti anak kecil. Sanghyuk tak kuasa menahan tawanya. Dia mempererat rangkulannya dan menyandarkan kepala Wonkyeong di bahunya.

"Kau memang terlihat sangat lelah, Dokter Wonkyeong. Tapi kau tau kan kalau kau selalu bisa menceritakan semua masalahmu padaku? Dan mungkin aku juga bisa membantu beberapa masalahmu."

Wonkyeong langsung duduk tegak begitu paham arti kalimat Sanghyuk. "Oh, tidak, Sanghyuk. Jangan pindahkan aku ke departemen lain. Aku suka bekerja di instalasi gawat darurat. Aku belajar untuk profesi itu. Meskipun sangat melelahkan setengah mati, tapi aku menyukainya. Semacam... kelelahan yang menghasilkan kepuasan? Ya, begitu caraku menyukai pekerjaanku."

"Hei... aku tidak akan memindahkanmu ke mana-mana, Wonkyeong. Kau ini selalu saja panik duluan," ucap Sanghyuk, kemudian kembali tertawa terbahak-bahak. "Menurutku, kau sudah sangat cocok ditempatkan di sana. Ini pendapatku sebagai atasan. Sayang sekali jika murid paling pintar tidak dimanfaatkan tenaganya secara maksimal, kan? Ow! Kenapa kau memukulku?"

Sekarang pria itu mengelus-elus pahanya sendiri sementara Wonkyeong menatapnya tajam. Tak lama kemudian Wonkyeong kembali memasang tampang merajuknya lalu bersandar di tempatnya semula.

"Bukannya menghiburku yang kelelahan, malah menyudutkan aku. Dasar sial." Wonkyeong meninju dada Sanghyuk tanpa tenaga. "Ruang IGD tidak seru tanpa kehadiranmu. Apa kau harus selamanya terjebak di sini dan mengerjakan dokumen sepanjang hari? Tidak bisakah kau membantu-bantu di IGD seperti dulu?"

"Hehe... lihatlah pacarku yang sedang marah-marah. Kau tahu, ruangan ini juga tidak seru tanpa kau di dalamnya." Sanghyuk mengelus rambut Wonkyeong lalu menyingkirkannya ke belakang telinga. "Tapi kau benar. Aku terjebak di sini. Bersama dokumen-dokumen membosankan itu."

"Masa iya kau hanya mengurung diri di sini selama dua belas jam?"

"Tidak juga, sebenarnya. Aku dipanggil ke ruang bedah dan melakukan operasi selama tiga jam. Karena itulah aku berpakaian seperti ini. Tapi sama saja melelahkannya." Sanghyuk menunjuk jas putihnya. Wonkyeong rupanya baru menyadari itu. Sepertinya, Sanghyuk baru saja tiba dari ruang bedah yang dimaksud. Stetoskop pria itu bahkan masih menggantung di lehernya.

"Begitu. Apa mungkin itu pasien yang kutangani di IGD?"

"Kalau benar begitu, berarti sebenarnya kita sangat berdekatan tadi. Tapi aku tidak melihatmu!"

"Tentu saja, aku tidak bisa bergerak dari bagian depan IGD!" seru Wonkyeong. "Lagipula di bagian dalam ada... ada..."

"Ada siapa?"

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang