Chapter 16: Beyond The Waves

38 5 5
                                    


Writer's POV

"Uwah, laut!" Wonkyeong langsung berlari begitu melihat deburan ombak. Dia merentangkan tangannya ke udara. Angin menghempas wajahnya namun wanita itu tidak peduli.

Di belakangnya, Sanghyuk mengekori. Berjalan perlahan, tersenyum melihat Wonkyeong berlari-lari kecil mendekati laut.

"Hei, Wonkyeong," panggil Sanghyuk, setelah dirinya berhasil berdiri sejajar dengan Wonkyeong. "Kupikir kau berasal dari Jeju. Bukankah di sana banyak pantai? Apa rumahmu jauh dari pesisir?"

"Tidak. Sangat dekat hingga kau bisa mendengar suara ombak jika berdiam diri." Wonkyeong tersenyum lebar.

"Kalau begitu, bukankah seharusnya pemandangan ini familiar untukmu? Kenapa kau sampai sesenang itu?"

"Hei, aku sudah tidak ke sana selama bertahun-tahun. Kau mengatakan itu seperti tidak menyadari keseharianku saja. Apartemen, rumah sakit, apartemen... menurutmu, kapan terakhir kali aku melihat laut?"

Sanghyuk tersenyum geli mendapati Wonkyeong tengah mengerucutkan bibirnya.

"Kalau dipikir, pemandangan ini cukup mengingatkanku pada masa kecil," tutur Wonkyeong. Pandangannya tetap terpaku pada laut lepas di depannya. "Terima kasih, Sanghyuk. Sudah membawaku ke sini."

Senyum pria di sampingnya semakin lebar. Perlahan mengangguk, Sanghyuk ikut memandang air laut yang bersemburat merah muda bercampur oranye, di bawah langit dengan campuran warna senada.

Tiba-tiba Sanghyuk penasaran, bagaimana masa kecil Wonkyeong, seperti yang tadi dikatakan olehnya. Apakah Wonkyeong kecil juga mengepang rambutnya dan bermain pasir bersama teman-temannya? Bertelanjang kaki lalu berlarian di pantai hingga gaun mungilnya berkibar-kibar?

Ia menoleh ke arah Wonkyeong. Rasanya, apapun yang Wonkyeong lakukan, wanita itu di masa kecil pasti sangat menggemaskan. Sanghyuk memandangi Wonkyeong dan bertahan di sana dalam waktu cukup lama. Menurutnya, sosok Wonkyeong lebih menarik daripada pemandangan laut di depannya.

Merasa sedang diamati, Wonkyeong reflek menoleh. Ia langsung menemukan Sanghyuk sedang memandanginya tanpa sekalipun berkedip. Poni pendeknya bergoyang-goyang terkena angin. Figurnya terlihat hangat, dilapisi hoodie dan jaket denim yang membuat badan Sanghyuk terlihat lebih besar dari yang seharusnya. Matanya berkilat-kilat karena cahaya matahari sore. Di dua bola mata yang nampak berkaca-kaca itu, juga ada sorot lembut yang Wonkyeong tak tahu apa artinya.

"Ehm," Wonkyeong terlebih dahulu membuang muka. Ia tidak mengerti mengapa dirinya gugup. "Se...sepertinya matahari akan tenggelam sebentar lagi."

Mendengar gumaman wanita itu, Sanghyuk segera menghentikan tatapannya dan kembali fokus pada lautan. "Benar. Mau menunggu matahari tenggelam?"

"Tapi sepertinya tidak akan terlihat di pantai ini. Kalau dipikir... posisinya tidak tepat."

"Ah. Begitu..." Sanghyuk manggut-manggut. "Apakah... di rumah Wonkyeong-sshi bisa melihat matahari tenggelam?"

"Tidak, tapi kau bisa melihat matahari terbit. Pantai itu satu posisi dengan Seongsan Ilchulbong."

"Oh..."

Hening lagi. Diam-diam Sanghyuk kembali memerhatikan wanita di sampingnya. Wonkyeong sedang memainkan jemari-jemarinya. Baik Sanghyuk maupun Wonkyeong, semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Wonkyeong." Sanghyuk memanggilnya, lembut.

"Hm?"

'Ayo pergi ke tempat asalmu dan melihat matahari terbit bersama.'

Escapism vol. 3: FasciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang