Enam

5.2K 212 10
                                    

=========

"Kalau memang berat, berhenti saja. Kakek tidak ingin cucu kakek hidup dibawah tekanan siapaun, Fabian harus bahagia." Rendra berujar sedikit tak jelas ketika berbicara pada cucu tersayangnya, mungkin efek storke yang diderita, menatap cucunya penuh akan sendu dan kekhawatiran.

Fabian duduk diujung ranjang, tangannya memijit pelan tangan Renda yang sepertinya sudah mati rasa. "Kakek jangan mikirin itu, Bian baik-baik aja. Yang terpenting kakek sehat, nggak usah banyak pikiran, biar Bian sama bang Fajar aja yang selesaiin." Tutur Fabian lembut, menatap kakek sendu.

"Kakek minta maaf sudah melibatkan Fabian kedalam masalah ini. Seharusnya kakek tidak menjadikan kamu sebagai petinggi Narendra Group, karena itu sama saja membuat Papamu semakin membenci kakek." Lirih Rendra berujar.

Fabian menggeleng lemah, "enggak Kek! Aku sendiri yang mau, kakek nggak maksa aku. Berhenti nyalahin diri kakek sendiri."

Rendra tersenyum sendu pada Fabian, menatap cucunya yang nasibnya begitu buruk. Menantu yang keras kepala itu sama sekali tidak bisa menerima Fabian, dan itu semua karena dirinya, karena Rendra.

"Bagaimana hubunganmu dengan Elena? Masih bersama atau sudah berakhir?"

Fabian mengangguk lirih, "Masih dan kita baik-baik aja. Cuma Papa yang terus ribetin soal pernikahan, aku dan El segera disuruh menikah." Katanya dengan suara rendah.

Rendra menatap cucunya penuh khawatir, "Jangan kamu lakukan kalau memang kamu tidak menyukai El. Kakek tidak mau kamu menyesal dan hidup dibawah penyesalan, kakek bisa membantu kamu membatalkan ini."

"Tidak usah kek, Fabian bisa atasi ini sendiri. Aku yakin Papa nggak akan tega ngelakuin ini sama aku." Tolak Fabian halus.

Tidak akan tega? "Kalau ada apa-apa hubungi Karen saja, selama kakek sakit, dia yang akan membantumu menyelesaikan masalah." Renda tersenyum singkat.

"Iya Kek, Fabian akan hubungi Pak Karen kalau ada perlu yang penting. Kalau begitu kakek istirahat ya, Fabian akan pulang ke rumah Papa." Fabian melepaskan tangannya yang ada dilengan sang kakek. Beranjak dari tempat dan berpamitan pada Kakek.

"Hati-hati Fabian, jangan gegabah."

Jangan gegabah? Tunggu, kapan ia pernah gegabah?

---


Menikmati suguhan yang begitu menggugah selera, satu expresso dan juga americano, Selsa mengajak Reta bersantai di kafe dekat butik miliknya.

Begitulah kerja Reta kalau bersama Selsa, super enak dan juga santai, sering diajak pergi kemanapun oleh Selsa dan juga pernah diajak Selsa liburan disalah satu negeri gingseng. Karena apa, Selsa tidak menganggap semua pekerja dibutiknya adalah karyawan yang harus tunduk kepada atasan, begitupun Reta.

Selsa membebaskan karyawan untuk melakukan apapun, asal mampu melayani pelanggan dengan baik, menghormati pelanggn dan tahu aturan sopan santun. Selsa menganggap semua karyawannya adalah teman, terlebih Reta yang memang agak dekat dengannya.

"Bagaimana pendapat kamu, kalau saya batalin proyek dari mbak El?" Diteguk expresso dingin didepannya dengan nikmat, sekali dua kali tegukan yang membasahi tenggorokan keringnya.

"Dibatalin mbak? Emang kenapa kok dibatalin? Sayang banget loh mbak. Biaya, gaun mbak El sama calon suami serta dekorasi yang dari kita juga, itu udah besar banget lumayan buat tambah-tambah koleksi butik dan lebarin butik." Jawab Reta panjang lebar, air mukanya dibuat sedramatisir mungkin.

Selsa menghembuskan nafasnya, "kalau nggak dibatalin bakal berbuntut panjang masalahnya, Ta." Gumamnya frustasi, mengusap wajah kasar dan mengacak-acak rambutnya kesal.

That's My (ex) Boyfriend (Sweet Ex Boyfriend New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang