Tiga belas

3.4K 138 12
                                    

"Setelah malam kelulusan lo kemana?"

Selsa menghempaskan tangan kokoh Fabian begitu saja, saat selesai di seret dari toko aksesoris menuju tempat cukup sepi agar jika mereka berselisih tak banyak yang melihat, kedua tangannya bersedekap di depan dada serta dia membuang wajah malas tidak mau menatap Fabian.

Baiklah hari ini dia akan selesaikan semuanya, akan menjelaskan kepada laki-laki itu apa alasannya pergi dan menghilang begitu saja, setelah ini jangan harap laki-laki itu bisa mengganggu hidupnya apalagi hubungannya dengan Samuel.

"Ke pesta ulang tahun Nayumi,"

Tawa sarkasnya muncul, "pantes sampai lupa janjinya sendiri," sindir Selsa, "dua jam gue kayak orang bego di depan gedung bioskop, nungguin cowok nggak tahu diri kayak lo, dan biarin nyokap sekarat."

Mengingat hari dimana dia kecewakan banyak orang, hati Selsa kembali seperti di remas kuat hingga merasakan sesak. Dulu dia memilih pergi mengasingkan diri karena saking tidak kuatnya, hanya Papa yang saat itu ada di pihaknya.

Selsa memutar menatap Fabian berdiri tepat didepan laki-laki itu, sedikit mendongak, dia bisa melihat Fabian dengan jelas tanpa terhalang apapun. Mata itu, yang dulu di kaguminya karena selain tajam begitu indah, namun sekarang tidak lagi. Jalannya sudah beda dan dirinya maupun Fabian harus bisa hidup masing-masing tanpa harus mengganggu.

Matanya berkaca-kaca.

"Seharusnya malam itu gue mau nurutin kemauan nyokap buat nemenin keliling rumah sakit, seharusnya malam itu gue menghabiskan waktu sama nyokap dengan liatin bintang, dan seharusnya malam itu gue nggak usah nemuin lo yang pada akhirnya nggak datang. Nyokap sekarat Fab, gue datang telat, sampai di rumah sakit nggak sempet lihat apa-apa karena Dokter ngelarang gue sama bokap masuk. Gue panik, cari kalian semua tapi nggak ada satupun yang angkat panggilan gue."

Emosinya tersalurkan. Kedua tangan yang berada di sisi tubuhnya terkepal kuat, rahangnya mengetat dan matanya melotot marah. Degup dadanya tak beraturan saat dirinya mengatakan apa yang terjadi beberapa tahun silam, kenangan buruk yang tidak sepantasnya di ingat.

Fabian ternganga di tempatnya, saat kekuatannya berdiri hilang tangannya reflek memegang pohon besar yang ada di sampingnya. Dia menatap selsa terkejut dan penuh ketidak percayaan. Matanya berkedip beberapa kali untuk mengembalikan sadar dari keterkejutan, dia memperbaiki berdirinya dengan sempurna.

"Sa," kalimatnya tercekat hingga tenggorokan, setelahnya tidak bisa terungkap.

Selsa memilih mundur satu langkah saat Fabian mengikis jarak, "Gue pergi ke rumah saudara yang ada di luar negeri buat tenangin diri dan tentunya cari kebahagiaan baru. Dan saat ini gue berterima kasih banget sama Samuel karena berhasil buat gue lupain lo."

"Nggak, lo nggak boleh lupain gue Sa!"sahutnya dengan ekspresi panik, Fabian menggeleng pelan sambil terus mengikis jarak.

Selsa tetap menghindar. Tangannya terangkat didepan dada memperingati Fabian untuk berhenti melangkah.

"Udah tahu kan alasan gue pergi saat itu apa? Jadi lupain tiga permintaan yang lo buat sendiri itu dan,"

"Jangan lagi ganggu ketenangan hidup gue yang selama ini udah susah payah gue dapat. Untuk mencapai di titik ini nggak mudah, gue harap lo ngerti."

Bukan Fabian kalau tidak keras kepala. Dia tetap mendekat dan menggenggam kedua tangan Selsa kuat, wajahnya meyakinkan perempuan itu namun setengah memelas.

"Sorry gue sama sekali nggak tahu kalau malam itu lo butuh gue, hape gue mati-"

"Kayaknya udah nggak penting deh lo baru jelasin hari ini, jadi lepas," Selsa kesulitan melepaskan genggaman tangan Fabian yang terlalu kuat.

That's My (ex) Boyfriend (Sweet Ex Boyfriend New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang