Benturan dua tubuh dari arah berlawaran terdengar begitu keras, bagi siapa yang mendengarnya, mengemasi barang masing-masing yang berceceran lantas keduanya saling meminta maaf. Ini di super market, tidak mungkin salah satu dari keduanya marah dan membentak tak mau kalah, jadi saling adu tatap agak lama. Seperti terkesima, hanya beberapa detik, lantas dua-duanya paham sesang di situasi seperti apa.
"Sorry gue nggak liat jalan tadi," perempuan yang sudah berdiri tegap itu meminta maaf, membungkukkan badannya sebentar sembari tangannya menenteng keranjang belanja.
"Eh nggak, jangan minta maaf, gue juga salah kok." Kalimat ini sering didengarnya dari para lelaki buaya darat yang juga terkadang sengaja menabrakkan diri padanya, serta iseng-iseng memintai nomor ponselnya.
Mina, perempuan itu tak memperdulikan orang yang terlibat insiden kecil bersamanya, melenggang pergi membawa belanjaannya menuju kasir yang terasa berat. Namun beberapa langkah meninggalkan tempat, seruan memanggil serta menghentikan langkahnya sukses mengalihkan atensi beberapa orang disana. Mina menghentikan langkahnya, membalikkan tubuh menatap lelaki itu penuh tanya. "Apa?" Tak membuang suaranya sia-sia, Mina hanya menunjukkan gerak bibir tanpa suara.
Lelaki itu tersenyum singkat, berjalan mendekat ke arah Mina sembari menenteng keranjang yang hanya berisi beberapa makanan ringan serta sekitar empat atau lima kaleng soda kesuakaannya. "Sebagai peemintaan maaf, gue yang bayarin belanjaan lo." Hah, Mina tak salah dengar? Masalahnya keranjang belanjaan Mina sangat penuh dengan kebutuhannya selama di apartemen, tapi lelaki didepannya ini dengan percaya diri menawarkan untuk membayar semuanya. Wah Mina harus hati-hati, jangan-jangan lelaki ini nanti pura-pura tidak membawa dompet dan menyuruh Mina membayar semua belanjaan lelaki itu.
"Gue ada duit cash, gue ada kartu debit juga, jangan khawatir gue nggak bisa bayar." Celetuk lelaki didepannya seolah tahu isi pikiran Mina.
"Tapi serius nggak usah, gue punya duit sendiri buat bayar ini." Mina menolak halus, mengangkat keranjang belanjaan penuh dengan kebutuhannya.
"Nggak masalah, anggep aja kita temenan. Kebetulan gue juga baru dua hari di Semarang."
Sebentar-sebentar, jadi lelaki di depannya ini bukan asli orang Semarang? Tapi kalau dilihat lebih jeli, Mina sepertinya pernah melihat tapi lupa dimana. Seperti wajah lelaki itu tidak asing, pernah di jumpai, tapi otaknya sedang tidak bisa diajak kerjasama untuk memikirkannya. "Yaudah deh." Pungkasnya pasrah.
Keduanya berjalan menuju kasir, hanya ada dua atau tiga antrian lantas sang kasir menghitung seluruh biaya yang harus dibayar.
-
"Pernikahan saya tinggal dua bulan lagi, tolong siapkan se-perfect mungkin tanpa celah. Saya mau semua orang terpaku dipernikahan saya nanti."
Selsa hanya mengangguk patuh. Jam setengah tujuh pagi sudah dibuat gugup Reta yang katanya ada Elena bersama Calon suami datang ke Butik. Sejak dari rumah ia merutuk kesal, merutuki Elena dan calon suami yang tak tahu namanya waktu, gugup mengurus pernikahan yang notabennya masih dua bulan lagi. Astaga, Selsa saja belum memproses gaun pengantin milik Elena, apalagi untuk suaminya.
Tentunya dengan penampilan apa adanya, celana panjang hitam, blouse floral serta rambutnya yang dikuncir asal. Ia tak sempat sarapan, tadi saja ia meninggalkan Papa yang menikmati Nasi Goreng dengan satu gelas suau hangat. Untuk make up jangan ditanyakan lagi, Selsa hanya mengenakan lip tint berwarna Merah muda karena saking tidak sempatnya.
"Saya dan Tim sudah membicarakan matang-matang, mbak tidak usah khawatir." Sebelumnya, tarikan nafas lumayan dalam itu dihembuskan perlahan, bergerak gelisah ditempatnya karena sejak tadi paham kalau dirinya dijadikan pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's My (ex) Boyfriend (Sweet Ex Boyfriend New Version)
General FictionDALAM TAHAP REVISI! [Sweet Ex Boyfriend, New Version] Blurb: Tidak ada salahnya membaca buku yang sama berulang kali, begitulah perumpamaannya. Selsa dipertemukan kembali dengan Fabian, mantan kekasih yang dulu menjalin cinta selama tiga tahun, dit...