Tujuh

4.9K 221 8
                                    

Begitu sialan ketika pikirannya terus dipenuhi satu nama, yang membuat ulu hatinya ngilu. Seharusnya ia tak mengingat dulu saat pertama kali bertemu, seharusnya ia tak usah mengingat saat dirinya menyatakan cinta, seharusnya tak mengingat malam minggu pertama yang dihabiskan di bioskop dan seharusnya tak pernah mengingat pagutan mesra yang ternyata itu adalah salam perpisahan.

Seharusnya ia peka, apa yang saat itu terjadi dengan kekasihnya, apa yang saat itu terjadi hingga menimbulkan perpisahan semenyakitkan ini? Seharusnya ia bertanya, mencari tahu lebih dalam, tapi kekecewaan sudah menyelubungi hatin dan membuat emosinya menggebu jika terus diingat.

Ini benar-benar memusingkan kepala, hubungan percintaan rumit yang terjadi antara dirinya dan El, belum lagi masalah percintaan lain dengan Selsa yang mana juga tak berujung, serta Papa dan segala hardik yang membuatnya ingin melarikan diri saja. Relasi-relasi buruk dari beberapa pihak cukup meyulitkan hidupnya, mengganggu tidur malamnya dan sering membuatnya larut dalam pikiran yang antah berantah.

Fabian, Pria itu menyambar jaket hitamnya yang bertengger disalah satu hanger yang ada di kamar juga menyambar kunci mobil di nakas, berjalan meninggalkan kamar.

Sekitar lima belas Langkah meninggalkan kamar, ia langsung dicecar dengan pertanyaan dari Hasan yang sekarang duduk di sofa ruang tamu. Seperti biasa, menikmati gulungan tembakaunya dengan asap dikepulkan diudara, menikmati hidup.

"Bagaimana pertimbangan kamu, antara Narendra Group dengan W Corp, siapa yang kamu pilih?"

"Bukannya sudah Fabian katakan sebelumnya? Fabian tetep pilih Narendra Group dan bersama Kakek."

Telinganya menangkap tawa sarkas milik Hasan. Pria paruh baya itu membuang puntung rokok ke asbak, berjalan kecil ke arah anaknya, "apa yang Narendra Group berikan untuk kamu sampai kamu lebih memilih mereka? Seharusnya kamu memilihku, berada dipihakku, karena kamu adalah satu-satunya orang yang akan mewarisi hartaku nanti." Tandasnya pelan dan penuh wibawa. Pria Wardhana itu seolah tak mau wibawanya jatuh hanya bicara dengan anaknya.

"Setidaknya Fabian masih mau urus kakek yang sakit karena Papa. Asal Papa tahu, maaf kalau ini tidak sopan, kondisi Kakek kayak gini karena Papa yang katanya merebut klien Kakek dan berusaha menjatuhkan perusahaan kakek." Geram Fabian menatap Hasan tajam.

"Kata siapa? Siapa yang berbicara seperti itu? Mana mau aku mengurusi hal kecil dan tidak berguna seperti itu. Kamu tahu kan kalau perusahaanku berada diurutan dua teratas setelah milik kakekmu itu?"

Fabian sempurna menghadap Hasan, meneliti apa yang salah dengan Papa hingga sesombong ini, apa yang membuat Papa menjadi Pria tua yang menyebalkan dan hanya mementingkan harta lalu mengabikan keluarga? Perasaan, dulu Papa tidak seperti ini. Contoh kecilnya, dulu Papa sering menciptakan obrolan kecil dengannya, entah hanya guyonan tanpa arti maupun godaan karena Fabian mendapat peringkat saat sekolah dasar, tapi setelah memasuki masa sekolah putih abu-abu, sikap Papa seratus persen berubah.

Papa menjadi dingin, kasar, sering membentak Mama, suka pulang telat dan lebih parahnya, Papa mengabaikan masakan Mama dan pergi bekerja tanpa Pamit. Papa tak lagi cerewet seperti biasany. Bahkan dulu Papa sering tidak terlibat dalam acara keluarga yang diselenggarakan setiap satu bulan sekali.

"Tolong udahan Pa! Yang udah berlalu, jangan di ungkit lagi! Kita coba perbaiki sama-sama, Fabian sama Mama udah cukup dengan materi yang Papa berikan selama ini. Kita enggak kekurangan sama sekali Pa!"

"Sebanyak apapun kita melakukan kebaikan, lalu jika melakukan kesalahan satu kali saja, maka kesalahan akan selalu diingat dan mengabaikan kebaikan yang pernah kita perbuat, kamu tahu kalimat itu?" Hasan menpuk pundak anaknya dua kali secara perlahan, "gunakan akal kamu sebaik mungkin, jangan sampai kamu menyesal diakhir nanti." Selepas mengatakan itu, Hasan berjalan memunggungi anaknya dan berlalu begitu saja.

---

"Pa sini deh, aku mau curhat."

Tangannya menarik lengan kekar milik sang Papa, menyuruh pria paruh baya itu duduk disampingnya sembari menonton siaran televisi yang sedang berlangsung. Tubuhnya agak menyerong menghadap Papa, namun sesekali netranya melirik ke arah Televisi yang menayangkan Drama terbaru kesukaannya.

"Misal mantan Papa balik, terus gangguin Papa lagi, apa yang bakal Papa lakukan supaya dia nggak ganggu Papa lagi."

Mau tak mau Fathir menyemburkan tawa kecil mendengar pertanyaan Selsa, "ya Papa ajak nikah lagi lah, biar kamu punya Mama baru." Godanya membuat Selsa merengut lucu.

"Jangan bercanda, aku lagi serius Pa."

Fathir mengadap sempurna anaknya, punggungnya bersandar pada sisi Sofa. "Kenapa sih? Mantan kamu balik lagi?"

Selsa mengangguk, "aku kepikiran, dia nemuin aku lagi dan ternyata dia calon suami pelanggan aku di butik. Aku harus gimana, Pa?"

"Ambil sikap dewasa aja sayang, jangan lari juga jangan diem ditempat. Kamu tetep jalan, lurus dan kembali ke keputusan yang udah kamu buat. Inget, ada hati yang memang benar-benar harus kamu jaga."

Selsa tahu dan ia banyak belajar sari Papa. Ia belajar pada Papa tentang bagaimana dulu Papa mencintai Mama, Papa memperlakukan Mama dengan baik, Papa yang hanya berpegang teguh pada satu Wanita yaitu Mama dan Papa yang mencoba mengikhlaskan Mama karena lebih dulu bertemu Tuhan.

"Jangan sampai kamu salah ambil langkah, merubah semua keputusam awal, dan jadi bumerang untuk diri sendiri. Yang memang dulu pergi biarin aja, jangan pernah harapin apa-apa dari Mereka yang udah memutuskan pergi, karena hasilnya nggak akan bagus." Ujar Papa serius, menatap anaknya penuh arti.

"Dia terus minta Selsa jelasin semuanya, dia desak Selsa sampai Selaa bicara tapi Selsa nggak mau Pa. Selsa bingung harus menyikapi kayak gimana lagi, apa Selsa batalin aja ya?" Selsa melupakan Televisi yang sejak tadi menonton dirinya dan Papa saling bertukar kalimat.

Fathir jelas menggeleng tegas, "ini bukan cara yang dewasa! Kamu sama aja menghindar, dan itu adalah ulah dari pengecut ulung yang Papa tahu. Bukan, ini bukan masalah nominal besar yang nanti kalau kamu batalin akan rugi, tapi ini melatih diri kamu supaya bagaimana bisa kamu menjadi lebih dewasa dalam hal menyikapi. Ini proses pendewasaan, dan Papa harap Selsa bisa melaluinya." Seksama Selaa mengdengarkan apa yang diucapkan Papa.

Tapi kalau ujiannya seperti ini, tampaknya Selsa tidak akan bisa. Ini pasti menguras tenaga, emosi juga air mata, dan Selsa tidak janji untuk berhasil melaluinya.

"Aku belum minta pendapat Sam juga Pa,"

"Apa dia udah tahu kalau kamu ketemu sama mantan kamu?" Tanya Papa penasaran.

Selsa menggeleng kecil, bergelayut manja dilengan Fathir, "aku nggak mau dia mikir yang enggak-enggak Pa, sementara aku sembunyiin dulu, kalau waktunya tepat aku bakal ngomong sama dia." Jawabnya manja.

Tapi benar, untuk saat ini dan entah sampai kapan, ia tak mau dulu kehilangan Samuel. Ia tak siap untuk tidak mempunyai penyangga sekuat Samuel, mempunyai penyemagat setegar Samuel dan mempunyai alasan tetap bertahan seperti yang dilakukan Samuel. Pria itu sudah terlajur masuk kedalam hatinya, walau tak sampai penuh, tapi Samuel sudah ikut andil dalam kesengsaraannya nanti.

"Ini justru akan nambah masalah baru, apa nggak sebaiknya kamu omongin baik-baik sama Sam? Papa yakin kok, Sam bukan pribadi pemarah dan emosional, lelaki itu lebih pengertian dari yang Papa kira sebelumnya." Fathir pertama kali menilai Sam itu lebih buruk dari apa yang ia kira. Fathir kira Sam adalah Pria bar-bar yang tak sengaja ditemukan anaknya di persimpangan jalan dekat rumahnya lantas membuat anaknya jatuh cinta, Fathir mengira Sam adalah Pria emosional tinggi san urakan mengingat saat pertama kali bertemu tak sengaja meneliti penampilannya yang seperti preman jalan. Namun itu dulu, setelah mengenal lebih dalam, Sam tak jauh beda dengan pria baik hati di luar sana yang mencintai putrinya dengan tulus.

---

Halo, maaf lama update. Aku ada projek di real life yang lebih penting dari apapun, mempersiapkan tetekbengek yang bikin aku pusing dan ga sempet nulis semua ceritaku termasuk ini. Mohon pengertiannya dan Maaf ya, insyaallah aku bakal update lebih cepet dan aku usahain.

Seperti biasa, jangan lupa vote komen untuk next chapter.

That's My (ex) Boyfriend (Sweet Ex Boyfriend New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang