10: Prilly's Friends

3K 324 11
                                    

Pergilah di saat hujan lebat, sebab ada tangis yang perlu disembunyikan.

❤❤❤

SEKILAS, bila Ali amati lamat-lamat, terdapat kejanggalan dari dalam diri cewek berkuncir kuda tersebut. Logika Ali menari-mari sedari tadi. Ini hanya sebuah masalah kecil, masalah yang seharusnya tidak perlu diberikan respon terlalu besar bagi seorang Prilly; Ketika Rangga mendekati Syifa, Prilly mulai mundur secara teratur. Seolah tidak mau berlama-lama melihat adegan di depan matanya.

Padahal, yang sering Ali ketahui bagi seorang Prilly, biasanya mereka bertiga akan menikamati waktunya bersama-sama. Bukannya Prilly malah menjauh, memberikan ruang tersendiri bagi Rangga untuk mendekati Syifa.

...dan gerak-gerik dari Prilly tertangkap basah oleh kornea mata Ali.

Fix, nih cewek suka Rangga!

Setelah Prilly menjauhi mereka berdua, Ali berjalan menghampirinya, menyamaratakan langkahan kakinya. "Heh!" Ali menyapa, tidak halus, sama seperti pembawaan cowok itu dalam kesehariannya.

"Lah? Ngapain lo di sini?" Cewek itu melirik sekilas, lalu memantau ke sekeliling, mencari tahu ke mana dua antek Ali yang kerap kali mengikuti ke manapun cowok ini pergi. "Sendiri?"

Ali garuk-garuk kepala. Punggungnya terasa panas sejenak, gugup. Apalagi jantungnya yang mulai merambat getaran halus, sebab bingung bagaimana ia harus menjawab pertanyaan yang terasa ultimatum bagi pendengarannya. "Berdua."

"Sama siapa?"

"Lo."

"Oh."

Mati kutu.

Prilly terus saja jalan, melewati halaman-halaman, sebelum kakinya mencapai green house. Tapi pertanyaan Ali menyelanya, seolah curiga kalau Prilly salah jalan, takut-takut belum hapal denah sekolah seutuhnya. "Mau ke mana, nih? Kok?"

"Tribun."

"Lo kuranh kerjaan, hm?"

"Lo yang kuranh kerjaan."

Cowok itu menunjuk dirinya sendiri, sembari mengacak-acak rambutnya dengan salah tingkah. "Kok gue?"

Melihat reaksi Ali yang begitu annoying, Prilly semakin mempercepat langkahnya. "Ya elo, ngapain coba ngikutin gue?" Alis tebalnya mempertegas mimik wajahnya, kala ia menautkannya dengan bingung.

Setelah menginjak tangga dasar tribun, Prilly mengambil duduk agak menengah. Mengamati langit pukul sepuluh pagi dari kediaman duduknya kini.

Terpaksa, sambil mengembuskan napas gusar, Ali ikut duduk di samping Prilly. Kaki cowok itu menukik ke atas bangku tribun di depannya yang sedang kosong. Ia melonggarkan dasinya yang terasa tercekik, membuka kancing atasnya satu, mengibas bajunya karena terasa gerah.

"Gue heran sama lo. Dari sekian banyaknya tempat enak di sekolah ini, kenapa harus tribun yang lo singgahi? Sama halnya dengan; dari sekian banyak cowok di sekolah ini, kenapa harus Rangga yang lo taksir?"

Reflek, dari yang sebelumnya ia menatap awan, pandangan matanya langsung jatuh pada wajah Ali yang gemar menatap ke arah sepatu. Ada makna penasaran dalam muka cowok itu saat ini. Membuat Prilly lagi-lagi harus mengendurkan emosinya. "Ngomong apa lo tadi? Sori, gue kurang paham."

"Nggak papa."

"Tadi, masalah cowok. Kenapa emangnya?"

Ali mendecak. Menurunkan kedua kakinya yang sedari tadi menopang di atas kursi depannya. "Lo apa, sih?" Ali geram sendiri, kenapa bisa kelepasan ngomong masalah Rangga di depan cewek ini.

(NOT) Sweet Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang