18: Willing

2.3K 316 5
                                    

Senja sore ini,
Telah mengajarkan,
Bagaimana caranya mengikhlaskan.

❤❤❤

DAN di hari yang ia tunggu-tunggu ketika pulang dari rumah sakit, Ali sama sekali tidak menemukan batang hidung Prilly.

Rayn melipat karpet beludru yang sudah berhari-hari menjadi tempat santai mereka semua di bawah lantai. Mata cowok itu sesekali mencuri pandang melihat gestur muka Ali yang muram. "Prilly pulang ke Surabaya, kalau sebenernya lo lagi mikir kenapa dia nggak ke sini."

Kenapa? Ali mengatupkan bibirnya rapat-rapat, terlalu gengsi untuk sekadar bertanya alasannya. Sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa lelah, dia memilih memberikan jawaban berupa. "Nggak nanya."

"Dia liburan ke rumah. Kangen pacarnya. Kan dia LDR." Sengol Rayn lagi. Tangannya sibuk memasukkan selimut serta baju-baju Ali ke dalam tas besar. "Kalau lo gengsi karena mau nanya kenapa, gue bakalan jelasin."

Seutuhnya, Ali langsung menghentikan aktivitasnya. Dia menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur. Mencari kebenaran dari peraduan mata Rayn. "Lo nggak usah cari gara-gara sama gue, Kak!"

"Eeh, daritadi nungguin kabar ternyata. Giliran dicecar alasannya, baru sok peduli."

"Nggak."

"Suka kan lo!" Tuding Rayn. Cowok itu mendekat ke arah nakas di samping Ali. Tangannya cekatan memilah sampah dengan makanan yang masih utuh. Sambil mendumel sesekali. "Jorok amat anak orang.

"Nggak tuh. Lo yang suka dia, bukan gue!"

Sambil menali kantong plastik, cowok itu menatap Ali. "Emang. Baru tau, hm? Sejak dulu. Nggak suka lagi, gue mah malah sayang sama dia. Yang penting gue nggak kayak lo, pengecut, nggak mau jujur!"

"Ya udah. Kejar aja Prilly yang suka Rangga. Eh, ternyata denger kabar kalau dia punya pacar di Surabaya. Kasian amat nasib lo." Cibirnya, langsung membuang mukanya asal ke arah jendela luar.

Lain dari dugaannya, Rayn malah tertawa lebar. "Jadi lo anggep serius apa yang gue omongin soal dia ke Surabaya buat nemuin pacaranya?"

Ali diam.

"Gue lupa. Lo itu emang suka sama dia. Kalau nggak suka, nggak bakalan liburan di rumah sakit." Sindirnya. "Ezra sama Kenny udah cerita sama gue. Terakhir balapan kemarin gara-gara Prilly yang mau diambil sama Varo, kan?" Liriknya sebentar ke Ali. "Kalau nggak suka sama Prilly kan, nggak usah sepeduli itu sama dia."

Ali melotot. Selang infus yang sudah tidak terpasang pada lengannya membuat pergerakannya lebih mudah untuk meraih baju Rayn. "Lo, ya, ternyata kalau didiemin malah makin kurang ajar!"

Dengan rasa geram, Kakaknya menimpuk kepala Ali menggunakan botol air mineral yang telah kosong. "Heh, lo yang kurang ajar, ya! Lagian, lo tuh nggak boleh gitu." Rayn mengambil posisi duduk di bibir kasur. Kaki Ali sedikit menyingkir, memberikan ruang. "Gue anggep Prilly itu Adek, kalau itu yang buat elo nggak bisa bergerak maju dengan bebas sama dia." Ungkapnya. "Gue cuma mau tau, apa reaksi lo kalau gue incer cewek yang lo anggep musuh. Nyatanya? Lo cemburu. Makanya, jangan cepet-cepet benci sama orang. Nilai kekurangan dia, sama halnya dengan lo naruh perhatian lebih ke dia."

Seutuhnya, memang hal itu menjadi alasan Ali. Tapi masih ada faktor-faktor lain seperti Prilly yang masih suka menaruh harapan lebih pada Rangga. "Bacot." kata Ali sebal. "Mau lo yang suka, ataupun gue, dia tetep suka Rangga."

Rayn menyeringai, menepuk paha Ali yang berselonjor di atas kasur. "Gue ngomong sebagai temen laki-laki sesama laki-laki, ya? Biar nggak kesannya gue nasehatin elo."

(NOT) Sweet Home ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang