Omong Kosong

25 5 4
                                    

"Sukarsih sialan! ini kenapa sih gue gak bisa konsen sama sekali?" kesal, naskahnya berulang kali aku lempar ke lantai dan berakhir aku pungut. Begitu terus sampai hampir satu jam.

Iya, sudah satu jam kita gelesor di lantai samping perpus. Kalau masih pagi gini emang masih sepi, ditambah banyak pohon-pohon buat jauh lebih sejuk. Seharusnya aku bisa latihan dengan baik, bukan malah uring-uringan begini.

"Rileks lah, cil. Lo aja ngomel-ngomel terus dari tadi, gimana mau konsen?" Clarissa masih anteng dengan majalah lamanya. Heran sama ini anak, seneng banget baca majalah yang sekarang medianya aja udah tutup. Katanya sih fesyennya oke-oke.

Aku iyain aja biar cepet.

"Nih minum dulu, tadi gue ampe sempat bikin infused water, sangking lama nunggu lo bangun," aku nyengir sambil menerima tumbler merah muda dari tangannya.

Si bawel gak salah, aku marah-marah terus, ya pasti pengaruh sama mood juga. Kalau begini terus, bisa-bisa gak maksimal.

Jadi kepikiran yang semalam. Mimpi bukan sih? Tapi aku ngalamin deh kayanya. Aku sampai bingung sendiri masa gak bisa bedain mimpi sama nyata. Kesel.

Karenina calling....
Aku menatap layar iphoneku sebentar, lalu meraihnya di atas meja dan menekan tombol accept.

"Nina what up?"

"Sok asik lo",samar-samar ada suaranya si bawel, nyinyir. Perlahan aku menjauh dari Clarissa, mojok di kursi panjang.

"Ta, ada apa?"

Hah? Ada apa? Aku berpikir cukup keras, mencoba mencerna pertanyaannya. Sebelum ada suara lagi dari seberang sana, kalimat lanjutannya.

"Whattsap aku gak dibales, ada masalah Ta?" tanyanya lagi, nada suaranya terdengar lemas.

Oalaah itu toh, iya aku anggurin aja itu chat. "Engga, chatnya ketumpuk jadi gak sempat balas, maaf ya," sambil cengengesan. Ada nafas lega di seberang sana. Jadi merasa bersalah sama Nina deh, whatsappnya gak aku balas bahkan gak aku read.

"Hhemm Karenina, hari ini aja yuk ke Pasar Santanya, gimana?"

"Mau!" dia jawab tanpa menunggu lama, suaranya terdengar exited. Lega. Setidaknya aku bisa menebus kesalahanku. "Yauda nanti aku ke kampus kamu, kita jalan dari sana,"

Aku mengiyakannya dan mengakhiri panggilan teleponnya.

"Awas lo ya, pas pulang nangis-nangis trus paksa gue nginep," Clarissa menatapku tajam, begitu aku menghampiriku.

Aku tergelak, liat wajahnya yang cemberut. "Iya cantique,"

***

Aku berjalan tergesa-gesa ke kantin utama tidak jauh dari kelasku, kasian Nina udah nunggu satu jam. Pak Budi sih nih korupsi waktu, harusnya udah kelar daritadi.

"Nina, maaf ya lama," aku menemukannya duduk di kursi panjang, sendirian.

Eh engga, ada yang datang bawa dua air mineral.

Hangga Prawira a.k.a pacar Andhita a.k.a sahabatnya Karenina.

"Ta, bengong aja, sini!" aku masih memandang mereka bergantian. Hangga gak kaget sama sekali, sepertinya tahu kalau hari ini aku dan Nina ketemuan. Yah jangankan kaget, panggil aja engga. Aku yang seperti orang bodoh sekarang, sebagai satu-satunya orang yang gak tahu apa-apa.

Perlahan aku menghampiri mereka, memangkas jarak dan duduk di sebelah Nina, sedangkan Hangga di depannnya.

Jadi tegang gini kaya ujian,

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang