Dating

20 3 6
                                    

Degg

Entah ini suara detak jantungku atau Hangga, yang jelas kedua suara ini menyatu bersamaan dengan suara jangkrik yang khas.

Hangga masih mendekapku malah saat ini semakin erat, tangan kanannya di belakang kepalaku sedangkan tangan kirinya memeluk pinggangku.

Nyaman sekali rasanya, sudah lama sekali aku tidak merasa begitu nyaman seperti ini. Tapi kalau terus-menerus begini aku tidak bisa berpikir dengan jernih, bisa-bisa aku menerima pernyataan cintanya lagi.

"Hheemm Ngga, gue gak bisa nafas nih," kataku akhirnya sambil mendorongnya untuk merenggangkan pelukannya, walaupun rasa nyamanku terusik.

Dia tidak menggubrisku sama sekali, malah semakin mempererat pelukannya.

Uhukkkk!

Aku batuk sungguhan,

Sekali,

Dua kali,

Tiga kali,

Uhhhukkk, uhukkk, uhukkkk!

Mendengarku yang terus menerus batuk membuat Hangga akhirnya merenggangkan pelukannya, malah sekarang tangan kanannya menepuk pelan punggungku.

"Aduh, Ta maaf ya," katanya. Tangannya yang menepuk punggungku kini beralih mengambil air putih yang ada di meja. Padahal itu adalah air putih yang aku siapkan untuk Hangga.

"Makannya kira-kira dong pak kalau peluk orang, giliran udah batuk-batuk baru di lepas," aku langsung protes setelah minum dan batukku mereda.

Bukannya merasa bersalah, dia malah ketawa keras. Seakan permmintaan maafnya sakitar sepuluh detik yang lalu hanyalah basa-basi.

Aku menyingkir dan duduk agak jauh darinya, takut kalau suara detak jantungku ini didengar olehnya. "Yauda terus mau ngomong apa lagi?gue ngantuk mau tidur," titahku.

Kali ini dia hanya diam sambil menatapku, membuat aku benar-benar salah tingkah. Aku merasa aneh ditatap dengan intens seperti ini.

"Loh kok gue yang ngomong? Kan gue lagi tunggu jawaban lo aja," kata Hangga.

Aku baru sadar kalau sejak tadi Hanggalah yang berbicara, sedangkan aku hanya diam membeku dengan semua kalimat Hangga yang begitu mendadak.

Bahagia? iya aku bahagia bisa melihat Hangga yang dulu lagi, bisa merasakan pelukannya yang membuatku nyaman dan sentuhan tangannya yang lembut dan hangat. Aku rindu, sangat.

Tapi, rasa rinduku yang terbayar lunas saja apakah cukup?

"Gue gak bisa jawab sekarang," setelah diam cukup lama, akhirnya aku bersuara. Dan jawabanku itu sudah diprediksi oleh Hangga, karena tidak ada ekspresi terkejut di wajahnya.

"Ya udah, sekarang lo istirahat deh. Gue juga udah mau balik nih," katanya. Tangannya kembali terangkat untuk mengacak rambutku lembut.

"Hati-hati ya, gue ga temenin keluar ya!"

Dia mengangguk tanpa mengeluarkan satu kata pun. Di rumah juga sudah sepi, mungkin bunda dan ayah sudah tidur, sedangkan bang Sakti belum pulang.

Dari kamar, aku bisa mendengar suara motor Hangga yang keluar perlahan dari garasi rumahku. Sampai akhirnya suara motornya menjauh dan menghilang.

Aku mematikan lampu, membiarkan kamarku temaram. Hanya bantuan cahaya dari bias-bias ventilasi kamar. Aku mulai meringkuk, tertidur di dalam kegelapan.

***
"Wihhh jagoan eug nih," suaranya Raka si anak gaul. Gak lupa juga tangan lancangnya yang udah disandarin di bahu kiriku.

"Tangan lo makin hari, makin enteng aja ya," protesku sambil mencoba melepaskan rangkulannya di bahuku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BimbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang