Proses Melupakan

58 2 0
                                    

Awalnya kukira dengan menghindarimu akan memudahkanku untuk melupakanmu. Salah, ternyata aku salah! Semakin keras aku menghindar, semakin besar rasa itu.

Seringkali sesak itu hadir, kala senja menampakkan semburat jingganya, kala hujan turun perlahan, kala malam pekat bertabur bintang, kala embun turun saat fajar. Aku merindu, merindu begitu dasyat. Hingga bulir air mata perlahan turun.

Seringkali aku marah pada Sang Pencipta yang membiarkan kita saling mencinta, tapi tak juga bisa bersama. Aku marah, marah pada dinding yang menjadi pembatas kita. Pada beda yang memisahkan.

Aku lelah, lelah mencintaimu dengan kondisi seperti ini. Aku lelah berusaha melangkahkan kakiku bersamamu, tapi sadar aku tetap diam ditempat. Tak bergeming sedikitpun.

Aku frustasi memikirkan kisah kita. Rasa kita sama, tapi takdir kita begitu jelas tak bisa bersama. Hingga akhirnya aku pasrah. Aku mengaku kalah dengan takdir yang sudah digariskan untukku.

Mungkin ini namanya mencintai tanpa bisa memiliki. Hanya hati yang terpaut, tapi raga terpisah. Aku luka dalam penat yang tak berujung. Aku harus belajar merelakan. Melupakan rasa yang ada. Tapi bagaimana caranya? Jika dimana-mana bayangmu hadir. Dan sedikitpun kamu tak pernah menghindariku.

Aku berujung pada masa pelik tanpa tau harus bagaimana. Akhirnya aku katakan semuanya padamu bahwa aku sedang berusaha melupakanmu. Aku sedang belajar hidup tanpamu. Maka tolong bantu aku.

Dalam proses itu, tak sedikitpun aku berusaha melupakan. Ku biarkan rindu mengalir deras, ku biarkan rasa ini sampai padamu. Aku biarkan semua yang ada pada hatiku tersampaikan padamu. Lalu perlahan aku mengurangi intensitas komunikasiku denganmu. Berusaha tanpamu biasa saja, tanpamu tak ada yang berubah, tanpamu aku bisa.

Walau rasa ini tidak hilang seratus persen, paling tidak aku berhasil berdamai dengan hatiku. Melupakanmu perlahan tanpa memaksa. Mengalirkan rasaku, hingga habis tak bersisa.

Sampai kapanpun kamu akan menjadi yang paling untukku. Tapi aku sadar tak mungkin melawan takdir. Terimakasih atas segala rasa yang pernah ada. Atas raga yang pernah memeluk begitu erat. Atas genggaman yang tak pernah ingin melepas. Atas senyum yang tak pernah pudar hingga saat ini. Atas perhatian yang tak berkurang sedikitpun. Atas kecupan lembut yang begitu manis. Atas segala rindu, sayang, dan cinta yang begitu besar.

Maaf lagi-lagi aku tak bisa beranjak bersamamu. Maaf jika aku memutuskan memutar arah langkahku. Maaf jika lagi-lagi hanya luka yang kutorehkan. Dengan tulus ku doakan kebahagiaanmu. Walau setengah hatiku mungkin tetap tak rela.

Maaf dan selamat tinggal wahai lelaki jenaka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Kamu dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang