Awal kesedihan

6 4 3
                                    

Benar saja, ia mengikutiku. Kaki terus melangkah maju. Seberapa cepat langkahku tak membuat jarak semakin jauh. Sesekali aku menghadap ke belakang. Ia juga terdiam. Wajahnya menghadap kesana-kemari.

Kali ini ia terlihat aneh. Dasar wanita aneh. Mengapa juga mengikutiku. Apa ia masih ingin mengerjaiku seperti di kelas tadi. Sudahlah segera Aku melupakan hal ini. Dipikir tidak ada gunanya.

"Santiii..." suara wanita lain tiba. Syukurlah, aku bisa bebas. Kakiku melangkah perlahan sambil mengingat jalan pulang. Tapi Aku tidak bisa konsentrasi dengan benar. Rupanya kedua wanita itu sedang membicarakanku. Terdengar beberapa kali namaku disebut.

Pundakku ditepuk dari belakang. Aku menoleh.

"Eh anak baru. Kenalin. Aku Nadia," dengan pede mengulurkan tangannya.

"Iya Nad. Aku Rehan. Maaf tapi aku gak bisa salaman."

"Lah? Kenapa emangnya?"

"Aku kan bukan Mahrom kamu."

Wajahnya kebingungan.

"Ya udah kalau gitu. Aku sama Santi boleh pulang bareng ya."

"Ya gak papa. Emang rumah kamu dimana?"

Santi langsung berjalan cepat ke depan.

"Aku perempatan belok kanan," langsung dijawabnya.

"Oh... Kalau aku belok kiri. Sama berarti ya," kumekarkan senyum di wajah sebisa mungkin. Ia juga tersenyum.

"Apa-apa an ini? Aku tersenyum bersama seseorang yang baru kukenal. Tapi senyumnya alami. Tidak dibuat-buat sepertiku," dalam hatiku.

Nadia cemberut merasa tidak diperhatikan kami.

"Udah dulu ya. Aku belok sini. Kalian hati-hati ya," kata Nadia.

"Ya udah Nad. Hati-hati juga" jawab Santi.

Tinggal Aku dan Santi. Rasanya jadi sedikit canggung tanpa Nadia. Terpikirkan beberapa pertanyaan di benakku. Setiap mulutku terbuka ingin bertanya sesuatu tiba-tiba tertutup kembali. Rasa canggung mengalahkan rasa ingin tahuku.

"Aku mau nyebrang dulu ya Han."

"Iya San" kulambaikan tangan. Ia membalas kembali.

Tiba-tiba terlihat mobil dari arah depanku melaju dengan serampang. Aku menoleh kebelakang. Gawat, Santi dalam bahaya. Mobil semakin dekat. Aku berlari untuk mendahului mobil yang akan menabrak Santi.

Santi yang sadar akan kejadian ini hanya terdiam. Matanya menutup. Sudah di belakang Santi, tidak ada waktu lagi. Aku langsung mendorongnya. Maaf ya.

Bruk... "Uhuk." Aku terlempar beberapa meter sedangkan mobil menabrak tiang dan berbalik. Mataku menjadi buram. Kulihat Santi selamat. Tak lama kemudian warna merah menutupi mata sebelah kiriku. Darah mengalir. Santi hanya terdiam melihatku.

Dadaku juga terasa sesak. Apakah Aku hanya hidup sampai saat ini saja. Kurasa lengan kananku juga patah. Aku hanya bisa menutup mata dan berdoa. Semoga masih ada hari esok.

FadedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang