PERCOBAAN YANG SANGAT DANGKAL

535 22 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan jatuh tiba-tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hujan jatuh tiba-tiba. Mengguyur kota yang bergerak dengan lamban. Panas matahari yang tadinya begitu terik, kini diganti oleh rasa dingin dan cahaya terang yang surut dari lanskap perkotaan. Aku sedang membaca When Art Really Works karya Andy Pankhurst dan Lucinda Hawksley, dan tengah memikirkan buku yang telah aku baca kemarin malam, Darwin's Ghost milik Rebecca Stott, yang pada awal bukunya begitu menghantui pikiranku.

Bagaimana seorang Darwin bisa ketakutan dan begitu cemas saat dia harus mempertahankan gagasan dan buku yang sedang ia susun dan telah diterbitkan? Dan kenyataan bahwa ia tak tahu apa-apa atau melupakan tentang (sejarah) para evolusionis sebelum dirinya, saat para pengkritiknya bermunculan, membuatku begitu menikmati buku Rebecca Stott.

Bagaimana seorang Darwin menjawab semua kritik dan berjuang keras mempertahankan dirinya, itulah yang bagiku sangat menarik. Hal yang nyaris sama aku dapatkan saat membaca Since Silent Spring karya Frank Graham. Buku yang mengisahkan tentang perjuangan Racel Carson dan bukunya Silent Spring, dalam menghadapi kritikkan, tuduhan, dan persekongkolan yang begitu luas untuk menjatuhkan perempuan itu.

Saat aku memikirkan dua buku itu, ditambah kisah dalam buku The Lost City of Z, Kon-Tiki, dan banyak lainnya. Sebuah perjuangan yang meletihkan dalam mempertahankan gagasan, teori atau penemuan, aku seketika kembali berpikir tentang sastra Indonesia.

Saat memikirkannya kembali, sejujurnya aku sudah malas. Untuk apa lagi berurusan dengan sastra Indonesia? Aku bahkan terlampau malas menyelesaikan membaca Puya ke Puya milik Faisal Oddang. Ada ribuan buku bagus yang ditulis oleh para ilmuwan dan pemikir di dunia ini. Untuk apa aku menjerumuskan diri ke sastra Indonesia?

Buku Oddang itu, sejak halaman awal saja sudah tak menggairahkanku sama sekali. Seandainya aku ingin mencari kisah mengenai adat Toraja dan Rambu Solo, Wikipedia malah jauh lebih baik. Karena yang aku temukan dalam buku yang dikatakan sebagai buku 'sastra' milik Oddang, jika kisah tempelan dari Toraja itu dihilangkan. Yang tersisa dari buku Oddang nyaris tak jauh beda dengan buku populer anak remaja-dewasa. Kisah percintaan, dan seorang anak muda yang bermasalah dengan pendidikan dan hidupnya sendiri. Atau cerita dari orang yang sudah mati yang entah mengapa, seolah memiliki ingatan kuat akan dirinya dan kematiannya layaknya orang dewasa padahal ia mati saat belum sempat menjadi dewasa.

MEMBAKAR SASTRA INDONESIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang