Dia datang lagi. Setelah lama tak kudengar kabarnya, dia datang lagi.
Jantungku masih berdetak, seketika akupun tersedak.
Aku kembali memohon agar ini cuma halusinasi.
Tapi, nyatanya dia kembali lagi.
Ken-tang:
Aku udah dibawah. Gausah buru-buru, aku bisa nunggu sayang.
Tunggu. Dia bilang dia bisa menunggu. Menunggu dalam segala hal kan? Kupijit pelipisku, baru melihatnya saja aku sudah merasa bukan aku lagi.
"Maaf ya, aku baru dari ruangan Tyo tadi. Handphone aku tinggal diruangan. Begitu baca aku langsung beresin tas. Udah lama kamu?"
"Nunggu masalah gampang, ada masalah sampai kamu ke Tyo? Atau rencana apa lagi sekarang?"
Masalahnya sekarang dia muncul, Ken. Aku harus apa?
"Kamu sabar aja. Gausah ngelakuin apa-apa. Nanti aku ngomong ke Tyo biar jangan lagi lagi dia melibatkan kamu"
Ini yakin aku gausah ngapa-ngapain, Ken? Kalau dia bisa datang, berarti dia juga bisa tiba-tiba merubah semuanya kan.
"Kamu kok diem aja sayang?"
"Aku Cuma lagi mikir aja, 2 hari kita gak ketemu kamu kok tambah tua"
Dia terbahak.
"Kita makan dimana sayang? Kamu ada saran?"
Aku tersenyum. Ken selalu mengutamakan kenyamananku dan selalu menghargai pendapatku.
Me:
Semangat ya dokter ganteng. Jaga kesehatan. Banyakin minum. Aku sayang kamu.
Pesan terkirim setelah Gia bersiap untuk tidur, menyemangati kekasih sebagai bentuk ucapan terimakasih bukanlah hal yang salah karena Ken sudah menjadi kekasih yang baik selama ini dan meluangkan waktunya untuk Gia bahkan jika itu hanya untuk makan malam dan mengantar Gia pulang dan memastikannya selamat sampai rumah.
Tiga hal. Ada tiga hal kegiatan yang paling disukai Gia ketika pagi hari datang lagi.
Pertama, dia bangun, berdoa dan membuka jendela kamarnya lebar-lebar.
Kedua, bersiap-siap sambil membunyikan music dari handphonenya yang suaranya bisa langsung dia hubungkan ke speaker.
Ketiga, disuguhi teh –menghirup aroma dan meminumnya-.
Dia merasa pagi ini akan menjadi salah satu pagi yang sempurna di bulan ini.
Ken-tang:
Terimakasih pesannya Gia-ku. Walaupun aku baru baca, kayaknya aku bisa kenyang tanpa sarapan pagi ini. Semangat juga hari ini ya sayang.
Lengkap sudah. Ditambah lagi dengan pesan singkat Ken-tang nya. dia tersenyum. Rasanya indah.
"Oma semalam nelepon, nanyain kamu tuh. Udah lama gak main kesana."
"Nanti kalau dapat jatah cuti, disempetin deh ma. Papa kapan pulang?"
"Kayaknya 2 minggu lagi deh. Urusan oma kan ga pernah cepat kelarnya"
"Mama gak kangen? Siapatau disana Papa udah dikenalin oma ke rekanannya yang cantik"
"Oma sih bilang begitu juga, dia maksa banget mama kesana. Tapi kata papamu, mama disini aja. Jagain kamu"
"Aku gak perlu dijagain ma, bisa aku sendiri."
"Ken gimana?"
"He's good. Masih hectic banget rumah sakit ma. Kalau luang deh nanti kesini lagi"
"Kamu udah ngerti kan? Berarti kamu harus setia loh Gi."
"Gia ma. Kurang a terus nih mama"
Sempurnanya pagi itu, menjadi rusak karena sebuah kabar.
"Jadi Nya, you know kan. Perusahaan ini bukan perusahaan pribadiku. Tapi perusahaan keluarga. Dan cucu laki-laki berhak mengurus langsung. In this case, cucu laki-laki di keluargaku itu Cuma aku dan dia, Revan Danendra. That's why kamu kemarin lihat dia masuk ke ruanganku. Dan mulai kemarin, dia jadi Orang kedua disini setelah aku. Dan aku harap itu gak akan buat kamu kelabu."
Pagi itu Gia naik ke lantai atas. Keruangan Tyo lebih tepatnya untuk menanyakan apa yang menjadi pertanyaannya. Matanya mengerjab. Dia berpikir keras untuk mencerna kata-kata Tyo barusan. Itu berarti, akan semakin sering dia bertemu dengan orang yang selama ini terus ada paling tidak di pikirannya. Dan itu sulit, sulit ketika 2 tahun lebih belakangan dia sudah memulai hubungan dengan Ken. Semakin sulit karena pada kenyataannya, perasaan yang belum selesai pada hubungan yang sudah selesai hampir 9 tahun lalu.
Bahkan ketika kakinya sudah memasuki lantai ruang rapat, dia masih saja berpikir. Apa yang baru saja terjadi. Kenapa ini semakin menyulitkan.
"Selamat bergabung Pak Revan. Semoga kita semua bisa bekerja sama"
"Dengan senang hati, saya akan dengan senang hati bekerja disini. Saya rasa, inilah tempatnya dan inilah waktunya"
Revan tersenyum. Senyumnya pada semua orang yang hadir di ruangan itu. Namun matanya terpaku pada seseorang. Gianya Lilia Timothy.
Angka-angka di setiap laporan dan beberapa map sudah mengantri diatas meja kerjanya. Mencoba untuk mengalihkan pikiran nya.
Ken-tang is calling ...
"Ken?"
"Loh kayaknya ada yang nungguin telepon dari aku nih"
Gia tersenyum.
"Wanna have a lunch with me?"
"Sejak kapan kamu begini? Memangnya gak lagi tugas jaga?"
"Lagi sih. Tapi aku kangen dong sama kamu. Aku ini kenapa ya?"
"Ya aku mana tau sayang. Kebanyakan operasi kamu tuh. Kurang istirahat. Jadi output nya begini"
"Nanti aku jemput ya?"
"Be ready for that service"
"Kamu tau kan, aku selalu sayang kamu?"
"Enough sir. Its too early to hear that chessy word. Aku tutup ya"
Gia tersenyum. Ternyata dia bisa melupakan 'kejutan pagi'nya tanpa dia sadari.
Intercom di ruangan nya yang langsung terhubung ke meja sekretaris dinyalakannya.
"Anggi, saya akan lebih cepat pulang hari ini. Kosongkan dan alihkan besok ya."
"Tapi bu, ini ada yang mau bertemu. Pak Revan"
Seketika tangan Gia terhenti. Kaku.