11

14 1 0
                                    

"Itu cuma cinta monyet Gi"
Mama Gia berulang kali membujuk anaknya agar berhenti menangis.

"Kenapa ma?" Papa Gia terkejut melihat wajah putrinya basah.

"Putri mu ini selalu menangis dan memegang bola basket. Mama pikir ini tentang seorang lelaki yang entah siapa namanya"

"Biar papa yang bicara"

"Gia, sayang coba lihat papa. Papa rindu sekali setelah seminggu ada di Singapura"

Gia melihat ayahnya. Hidungnya memerah. Matanya membengkak.

"Hati papa sakit. Papa sedih melihat kamu seperti ini. mau cerita? Pada papa?"

Gia menggeleng. Tidak akan ada yang mengerti-pikirnya.

"Baiklah, kamu butuh waktu sendiri? Take your time, then. Tapi kamu harus janji akan bicara sama papa kalau kamu sudah siap"

Gia mengangguk terus menangis.

Papa keluar dan diikuti oleh mama. Menutup pintu setelah melihat punggung putri mereka masih bergetar karena menahan pecahnya tangisan.

"Ketika Papa pergi, dia belum seperti itu"

"Setelah kamu pergi, dia mengurung diri" Mama menghela nafas "Mungkin dia menahan dirinya selama ada kamu kemarin."

"Apa ada kaitannya dengan dia yang selalu pergi ke bandara?"

"Aku tidak tau apa yang ditangisinya perihal bandara. Dan aku berdoa semoga dia bisa kembali ceria lagi"

Pada malam sesaat sebelum Gia belum tidur, Gia juga teringat bagaimana percakapan orangtuanya setelah melihatnya seberantakan itu malam itu. Melihat orangtuanya sedih dan bingung karena dirinya sendiri, pada saat itu juga Gia sadar bahwa dirinyalah sumber atas sedih orangtuanya. Lelah mengingat-ingat apa yang telah terjadi, Gia tertidur tanpa sadar.

___

"Kemarin aku ketemu temen SMA kita, Nya. di café biasa kita tongkrongin sejak SMA"

Tyo yang baru saja masuk keruangan Gia pada hari itu langsung bersuara.

"Paling juga ngobrolin udah nikah apa belum, anaknya udah berapa"

"Enggak tuh. Merekapada kepo, kamu masih sama Revan atau enggak" Tyo membenarkan dasinya yang sedikit miring sebelum kembali bersuara "Wajar sih, pasukan yang ngeship banyak tapi lebih banyak lagi yang kontra"

Tyo terbahak.

"Jadi ada kejadian apa selama ini? sudah sebulan lebih aku lihat you look so comfort berada disekitaran dia"

"Bukannya itu satu-satunya pilihan? Mau sampai kapan aku menghindar, tapi resign juga bagus sih"

Tyo terbahak lagi.

"Memang kamu sudah siap kalau dia mau ngasih penjelasan tentang keadaan dia?"

"Lingkungan kantor kok kepo masalah pribadi" Gia sarkasme

"Ken gimana?"

"He's good. Jam makan siang rencananya aku mau kerumah sakit. Ya, surprise kecil"

"Maksud aku, Ken tau situasi kamu sekarang?"

"Emangnya situasi seperti apa yang aku hadapi sekarang menurut kamu?"

Tyo berfikir, menimbang kata-kata apa yang tepat untuk Gia.

"Dangerous. Ya apapun itu lah, jangan sampai ada badai."

GIA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang