Kamu tau apa yang paling menyedihkan?
Ketika kamu tidak tau apa yang kamu inginkan."I'm fine, at all."
"Gausah fake, Nya. I know you, lah. Kita udah temenan lama kan Nya?"
"Temenan lama gak berarti kamu tau segalanya. Kayak aku yang gak pernah tau kalau Revan itu ternyata sepupu kamu. Kalau aja aku tau, 2 tahun lalu aku gak akan pindah dari Kantor Cabang kesini"
"Ya karena itu. Karena aku tau kalau dia akan ke Kantor Cabang karena dia tau kamu disitu. Makanya aku urusin kepindahan kamu kesini, biar kamu ga perlu repot-repot urusin masa lalu kamu itu sendirian." Tyo mendekat. "That's have been 9 years ago,Nya." sambil menepuk bahu Gia.
Pintu terbuka.
"Gia, kamu gapapa?" Ken mendekat, melihat Gia, menyentuh pundak Gia, dan menariknya kedalam pelukan Gia.
"Dia antar pulang aja deh bro. Pusing dia katanya"
"Kamu kok ga kasih tau aku aja sih? Gausah kerja aja tadi kalau begitu. Aku khawatir Gia. Untung aja TEMEN GAK BENER kamu ini kabarin aku"
Gia melihat Tyo dengan kesal. Siapa yang pusing. Dia dipanggil keruangan ini dan Tyo menyusun rencana penjemputan paksa Ken. Benar-benar.
3 menit. Hanya butuh 3 menit untuk kedatangan tamu yang tak diundang keruangan Tyo.
"Lo kenapa lagi kali ini?"
"Gue mau nunjukkin ke elo, semua udah berubah."
"Dia masih suka ke gue"
"Lo liat kan? Pacar dia sekarang lebih pantas. And she deserves to be happy, without you"
Revan tersenyum
"Dan suka? Suka sama sayang apalagi cinta, itu beda. Dalam 9 tahun, semua berubah. Gak percaya? Buka mata lo lebar-lebar dan liat. Anya-nya gue bukan lagi Gi-nya elo. Dia Gia-nya Ken. Gue harap lo ngerti"
___
"Aku ngerti. Aku udah dengar semua dari Tyo."
"Tumben kamu manggil nama dia dengan intonasi yang biasa aja"
"Aku sudah dengar semua. Semua yang terjadi di kantor kamu. Aku juga paham kamu gak pusing. Itu Cuma akal-akalan Tyo aja biar kamu pulang dan ya..aku jemput. Aku juga jadi kangen berat sama kamu sejak dengar cerita kamu dari Bree."
"Iya, memang kantor lagi kacau banget. Kerjaan aku terkendala karena salah satu cabang belum kirimin laporan. Tyo emang ngerti banget deh."
"Revan"
Gia terdiam sambil mencoba agar tetap sadar.
"Aku masih paham kalau kamu masih perlu adaptasi."
"..."
"Aku minta maaf, Gia"
"Kamu gak salah, Ken". Gia akhirnya melepas air matanya, menutupnya dengan punggung tanganya, berusaha tetap menahan sampai dadanya sesak. "Aku yang minta maaf udah menghindar dari kamu selama 3 hari ini"
Jatuh lagi, jatuh lagi air mata yang mati-matian ditahannya itu. Dia masih saja tidak bisa melepas segala apa yang sudah terjadi walaupun sudah 9 tahun.
"Maaf karena masih aja aku kayak gini padahal sudah 9 tahun". Gia sambil menarik tisu disamping tuas mobil, lanjut Gia. "Karena Ken, aku masih belum tau apa bentuk perasaanku ini sekarang. Masih gak ngerti lebih tepatnya. Maafin aku,Ken"
"Ga ada yang salah, kamu ga pernah salah dimata aku."
"Aku childish banget. Aku sadar. I don't know, what will happens in the future. It makes me so confused. I just, don't know."
Tangan Ken meraih kepala Gia, mengelusnya untuk menggantikan pelukan yang harusnya ada untuk 'obat' kegelisahan dan ketakutan Gia sekarang.
"Udah, kita bicarain ini kalau kamu udah tenang. Hapus air matanya, nanti tante jadi khawatir kalau kamu pulang dengan mata sembab. Aku gakmau dibilang mutusin kamu, karena aku gak pernah mau putus sama kamu.
Gia menurut.
"Besok kita bahas ini. Kamu butuh tenang dulu."
Besok tidak ada. Hari itu tetap ada. Tapi Gia sudah tidak ada. Tidak ada, dimanapun Ken coba menemukan. Rumah, Kantor, Café favorit mereka, Taman ujung komplek, sampai dia tidak tau. Oh poor Ken.
"Lo pasti tau lah dia kemana,"
"Gue beneran gatau. Dia gak ada cerita. Ga masuk pun gue baru tau dari elo. Wah gue gak dianggep atasan lagi kayaknya ya"
"Gue serius Yo. Dimana sepupu lo itu?"
"Dia lagi ke cabang. 3 hari disana. Surabaya"
"Dan gue udah pastiin Gia gak ada disana, soalnya sepupu gue kerjanya full benget, gak setengah-setengah. Pengen cepetan pulang kata asisten nya". Lanjut Tyo