34

7 0 0
                                    


9 tahun yang lalu...

Gia dengan sabar menanti kedatangan Revan. Meski tidak ada kabar Revan, Gia setia menunggu di bandara.dan menurut perhitungan Gia, hari ini sesuai janji Revan, harusnya Revan sudah tiba di Indonesia. Namun, kenyataan yang harus diterima Gia, tidak pernah ada Revan di bandara. Sehari penuh Gia menunggu dan tidak pernah ada Revan untuk menghampirinya. Gia menangis.

Malam itu, Gia yang baru sampai di rumah langsung menuju kamar tidurnya dan mengambil bola basket pemberian Revan dan memeluk dengan erat. Gia menangis seolah berkabung. Entah apa yang membuatnya sakit. Apakah janji yang diingkari Revan, kabar Revan yang tidak pernah ada, atau hubungan yang semakin hari tidak bisa lagi Gia percaya.

Sudah sebulan, Gia melakukan hal yang sama. Bandara menyimpan sebuah makna yang selalu menyakitkan. Selalu ada yang datang dan selalu ada yang pergi. Gia menangis, seolah ada kerabat dekat yang meninggal. Seolah tidak ada hari esok yang penuh dengan pengharapan.

"Kamu bukan hanya mengecewakan Van, tapi juga menyedihkan. Bagaimana bisa kamu ingin kembali padaku saat ada cincin yang terlingkat di jari manismu?"

Revan terkesiap dan langsung menyembunyikan tangannya.

"Aku tidak boleh melepaskan sebelum ketuk palu. Bisa-bisa aku jadi gelandangan dan tidak ada suatu yang bisa dibanggakan dari aku"

"Maka, peluk erat semua yang bisa kamu banggakan Van. Kembali kepada Revan 9 tahun yang lalu yang tetap pergi untuk meraih impianmu." Gia tersenyum remeh, "Bagaimana bisa sampai sekarang kamu tetap hidup dalam bayang-bayang semua itu?"

"Tetap saja kamu ga bisa begini. Aku mempertahankan semua ini untuk masa depan kita"

Lalu, selanjutnya Gia memberikan jawaban yang tidak pernah terbayangkan.

"Kalau aku mau, aku bisa meminta Omaku membeli perusahaan yang menjadi bayang-bayang mu itu. Tapi aku cukup dengan semua yang aku peroleh sendiri. kamu lelaki bahkan kamu tidak bisa bertindak seperti lelaki."

"Maksud kamu apa Gi? Kamu meremehkan aku dan kamu mau membandingkan aku dengan si keparat Ken?"

"Bagian mana kata-kata ku yang membandingkan kamu dengan Ken? Bahkan seperempat darinya tidak bisa kamu kalahkan. Dan mau sejauh mana kamu memaki dan menjelekkan nya? bahkan sejauh apapun itu kamu bertindak, itu tidak lantas membuat dirimu lebih baik darinya"

"Wah, kamu selama ini sembunyi dari tampang polosmu ya? Tidak ada yang tulus di sekelilingmu kecuali aku! Bahkan Tyo yang selalu ada untuk kamu juga mengkhianati kamu! Aku yang menyuruhnya untuk tidak memberitahu kamu perihal perjodohan yang aku jalani. Dan dia jelas berbuat seperti apa yang aku minta. Dia membiarkan kamu seperti ini dan jujur saja kalau kamu menunggu aku selama itu berarti kamu mencintai aku!"

Revan meninggikan suaranya di akhir perkataannya sambil menyumpah kecil setelah omong sombongnya lalu Gia dengan tenang menjawab,

"Aku memang menunggu kamu tapi aku tidak yakin apakah itu memang cinta. Itu bagian terbodoh dan sayangnya aku sesali sekarang, begitu naïf aku saat remaja... Kamu boleh mentertawakan aku dipikiranmu bahkan didepanku sekarang, tapi itu tidak ada artinya sekarang. Kita sudahi saja semua drama menggelikan ini Van. Tidak akan pernah ada kita"

"Siapa yang bilang tidak akan pernah ada kita? Kita hanya harus menunggu 2 bulan kedepan, Gi" Revan setengah memohon.

"Akan lebih baik kita tidak membicarakan ini lagi dan bersikap seperti biasa saja dimanapun kita akan bertemu. Dan ingatkan aku untuk berterimakasih pada Tyo karena sudah tidak ikut campur masalahku. Dan lihat, dia dengan baiknya menjemput aku kesini"

Gia melihat kearah luar, kearah mobil Tyo yang dikenalinya masuk ke lingkungan café. Tyo turun dari mobil diikuti orang yang lain ikut turun dari mobil Tyo.

Gia kembali memusatkan kembali penglihatannya pada Revan.

"Kalu begitu aku pergi dulu." Gia sudah bangkit dan mengambil tas nya sebelum melangkah dan ia terhenti mendengar kata-kata Revan selanjutnya.

"Kamu akan pergi sekarang tidak berarti kamu bisa pergi dari aku. Kamu tidak akan pernah lepas dan tidak akan pernah aku lepaskan"

Gia kembali melanjutkan langkahnya tanpa repot merespon ucapan Revan. Tidak masuk akal. Gia keluar dan melangkah ke arah Tyo, seakan mengerti keadaannya, Gia langsung memberikan kunci mobilnya pada Tyo.

"Kamu selalu merepotkan"

Gia berdecih, "Kamu ingat kamu pernah jatuh cinta pada wanita merepotkan ini"

Tyo mencibir, "Untung saja Tya tidak merepotkan"

Gia mendelik, "Tuhan berbaik hati pada kamu karena akan sangat merepotkan jika ada dua wanita merepotkan dalam hidup kamu"

GIA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang