29

1 0 0
                                    


Setelah Gia sampai dirumahnya, beberapa assistant rumah tangga tengah bebersih. Tidak dijumpai Mama dan Papa nya. Gia langsung menaiki tangga masuk kekamarnya dan berfikir lagi.

Dia ingat bagaimana seminggu yang lalu Ken berusaha meyakinkan dia bahwa keputusan itu salah. Seminggu yang lalu Ken masih datang kepadanya dan meminta bahkan memohon agar Gia bisa mengubah pikirannya.

Dan Gia masih ingat seminggu yang lalu, dirinya menangis di mobil sepanjang perjalanan pulang.

Revan:

Aku dibawah Gi

Gia melangkah malas turun kebawah.

"Ada apa?"

"Kamu kenapa?"

"Aku sudah bilang baik-baik saja Van. Aku butuh istirahat"

"Tapi kamu baru menangis"

"I need sleep"

"Ada masalah?"

"I need rest"

"Ada yang salah?"

"Kamu bisa dengar aku, tidak?"

"Kenapa kamu begini, Gi?"

"LALU AKU HARUS BAGAIMANA?" Gia meninggikan suaranya.

"Oke, kamu istirahat. Besok kita ketemu dikantor.

Besok. Besoknya. Besok besoknya. Besoknya besoknya. Tidak ada kabar tentang Ken, tidak perduli sekeras apa dia membujuk Mama dan Papanya. Juga tidak ada satupun keluarga Ken yang bisa dihubungi.

Gia menghela nafas. Mengistirahatkan kepalanya di sandaran kursinya. Rasa penat dan lelah berkumpul dan menjadi raja atas dirinya.

Ini sudah 16 hari setelah kabar kecelakaan Ken diketahuinya. Bahkan setelah 16 hari pun tidak ada yang berubah. Dia selalu ingat bagaimana hari-hari di bulan ini seperti memberatkannya dan tidak lupa membuat tanda di note nya akan hari-hari berat ini.

Terhitung setelah Revan tau kabar hubungan Gia dan Ken yang telah kandas, mulai saat itu Revan sangat gencar mendekati Gia, sering mengajak makan siang bersama, pergi bersama jika ada meeting diluar kantor, sering memaksa Gia agar mau dijemput, dan membuat Gia juga harus diantar pulang, kembali merasa bahwa Gia memang untuknya.

"Katanya bakalan ada acara reuni loh Gi"

Kalimat pembuka dari Revan saat mereka telah selesai memesan makanan.

"Oh, Great."

"Datangnya sama aku ya"

"Hm, nothing special sih yang membuat aku harus datang"

"Kan ada aku." Revan tersenyum

"Hm"

"Gi?"

"Iya?"

Revan mencoba memegang tangan Gia dan Gia terkesiap.

"I still have feelings for you"

Gia tersenyum aneh.

"Can we ?"

Gia perlahan melepas tangannya dari Revan sambil tersenyum dengan halus.

"Kamu kan tau, aku belum dengar kabar apapun tentang Ken."

"Lalu apa hubungannya?"

"Aku mau memastikan kalau dia baik-baik dulu baru aku akan pikirkan tentang perasaanku"

Revan tertawa.

"Kenapa harus begitu? Kamu masih suka kan sama aku?"

Gia berfikir sesaat. Meleburkan dirinya pada masa lalu. Dia tidak merasa apapun lagi, 

"Ini belum saatnya Van"

"Karena kamu belum tau keadaan Ken?"

Makanan mereka datang

"Kita makan dulu ya"

"Aku udah gak nafsu, Gi"

Gia melihat Revan. Mata Revan mungkin menahan amarah.

"Karena Ken?"

"Bukan"

"Lalu?"

"Ini terlalu cepat aja menurutku"

"Tidak akan ada waktu yang tepat kalau kita tidak berbuat, Gi"

Gia terdiam

"Dan aku yakin kamu masih suka sama aku. Ya kan? Lalu kenapa tidak kalau kita buat simple aja?" sambung Revan

"Kenapa kamu terburu-buru?"

"Kalau Ken datang lagi ke kamu sedangkan kita belum jadi apa-apa, siapa yang bisa menjamin itu?"

Gia tersinggung.

"Oh jadi maksud kamu, aku kayak kutu loncat? Saat aku sama Ken aku pengen kamu dan saat aku sama kamu, aku pengen Ken? Begitu?"

"Bukan begitu maksud aku. Tapi dari jawaban kamu tadi, kamu ingin tau Ken dulu, itu sama aja kalau kamu lebih mikirkan dia daripada kita"

"Setidaknya aku mau melakukan suatu yang baik yang bisa dia ingat Van"

"Untuk apa? Kalian kan sudah berakhir. Kamu mau apa lagi? Dia gak akan pernah bisa memperjuangkan kamu lagi"

Gia mendengus.

"Aku yang membuat dia berhenti, bukan dia yang gak bisa berjuang"

"It means that you never want him"

"No, I want to make him happy"

"And then?"

"Bisa tidak kalau kita makan aja"

"Bisa tidak kalau kamu jawab pertanyaan aku?"

Gia yang sudah memegang sendok dan garpunya, kembali melihat Revan untuk mendengar Revan menuntaskan kalimatnya.

Revan membuat tangan Gia melepas sendok dan garpu tersebut.

"Kita sudah menunggu terlalu lama, kenapa tidak kita membuat sesuatu yang indah?"

Saat Gia akanmenjawab, Gia mendapat telepon dari Mbak Tia. Dengan cepat Gia melepaskantangannya dari Revan berharap dia mendengar kabar tentang Ken dari siapapun itu.

GIA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang