Part 7

13.9K 384 4
                                    



Shena POV

Hari ini, aku mulai sekolah seperti biasa dan di antar oleh Bara tentunya.

"Nanti siang saya tunggu di sini." Ujar Bara dengan jas kerjanya yang membuatnya lerlihat lebih aw.

"Hmm." Gumamku lalu membuka pintu mobil.

"She." Panggil Bara yang membuatku menoleh.

"Apa?" Tanyaku.

"Nggak." Ujarnya lalu menatap ke depan.

Aku agak gimana gitu dengan suasana seperti ini, namun kembali lagi, mau bagaimanapun dia sudah menjadi suami sahku dan mau tak mau aku menyodorkan tanganku untuk mencium tangannya sebelum keluar dari mobil.

"Sekolah yang bener ya." Ujar Bara sambil tersenyum.

Aku hanya mengangguk lalu keluar dari mobil.

"Ce, siapa tuh? Kece bener mobilnya." Ujar Karin yang tiba-tiba berada di sampingku.

"Ah? Itu?" Jawabku bingung.

"Pacar baru ya? Sekolah mana? Ah elo, baru liburan beberapa hari udah dapet pacar aja." Goda Karin.

"Ngg—"

"She!" Panggilan Nate membuatku dan Karin menoleh bersamaan.

"Lo mendekat, tangan gue melayang!" Ancam Karin sambil melinting bajunya.

"Rin, nggak usah di ladenin." Ujarku sambil menarik lengan Karin.

"Biarin Ce, gue mau ngasih pelajaran buat orang kek dia." Ujar Karin yang sudah bersiap untuk melayangkan tonjokannya.

Aku memberi isyarat kepada Nate agar segera menjauh dari Karin dan untungnya Nate mengerti.

"Awas aja tuh anak kalau sampe berani deketin lo lagi." Kesal Karin sambil berjalan mendahuluiku.

Selama sekolah, Nate tidak berani mendekatiku selama aku berada di dekat Karin.

"Rin, pantes lo nggak punya pacar, galak begitu." Celetuk seseorang saat Karin sedang berjalan melewatinya.

"Apa? tangan gue belum pernah nyium pipi lo ya?" Ujar Karin galak.

Aku hanya bisa menarik Karin agar tidak terjerumus kepada perkelahian yang akan menyeretnya ke BK.

🌾

"She, langsung pul—"

Bugh!

Satu tonjokan mendarat di pipi kanan Bara saat ia membukakan pintu mobilnya untukku.

"Oh ini alasan kamu ngelepas aku?" Tanya Nate yang wajahnya memerah menahan amarah.

"Apan sih Nate!" Aku langsung keluar dari mobil untuk menghampiri Bara.

"Oh pantes, dibayar berapa kamu semalem sama Om-om ini?" Ujar Nate yang membuat hatiku hancur berkeping-keping.

"Anak kecil, jaga ya omongan kamu." Bara menarik kerah Nate ke atas sehingga Nate kesusahan bernapas.

"Bara!" Teriakku kencang karena tak tahan melihat pemandangan tersebut.

"Rasanya gimana Om? Setara nggak sama bayarannya?" Tanya Nate mengesalkan.

Bara membuang Nate ke tanah sehingga Bara bisa dengan mudah menginjak perut Nate.

"Pernah di ajarin sopan santun buat bicara sama yang lebih tua nggak?" Tanya Bara dingin.

Aku baru pertama kali melihat Bara marah dan itu sangat mengerikan.

"Bara, udah." Ujarku sambil menarik lengan Bara.

Dengan perasaan tidak puas, Bara akhirnya masuk kedalam mobil dan meninggalkan Nate yang terbaring di tanah. Aku buru-buru menyusul Bara dan tak memperdulikan Nate karena menurutku Bara lebih penting dari Nate saat ini.

"Bara, kamu—" aku tak meneruskan kata-kataku karena aku dengan sengaja menatap wajah Bara yang terlihat sangat marah dan itu membuatku takut.

Sesampainya di apartemen, Bara langsung melepas jasnya dan bersender di sofa.

"A-aku ganti baju dulu ya." Ujarku lalu masuk ke kamar dengan perasaan takut.

Setelah mengganti baju, aku hanya berdiam diri di kamar dan sama sekali tidak menengok keadaan Bara di sofa.

🌾

Bara POV

Sesudah mengantar Shena dan beristirahat sebentar, aku memutuskan kembali ke kantor untuk menenangkan diri.

"Bro, kenapa muka lo nyureng nyureng kek gitu? Abis ribut sama siapa lo?" Ujar sahabat baikku, Dimas.

"Anak kecil." Ujarku kesal.

"Siapa? Istri lo?" Tanya Dimas sambil tertawa yang membuatku semakin kesal.

"Mantan pacarnya." Ujarku kesal.

"Ceile, kenapa? Lo cemburu sama mantan pacar istri lo?" Ujar Dimas sambil tertawa dan kali ini tawanya lebih kencang.

"Ngapain cemburu." Ujarku yang malah membuat Dimas menggodaku.

"Utututuu Bara Mahendra Parviz bisa cemburu?" Ujar Dimas sambil mendekat ke arahku.

"Apaan sih lo!" Kesalku sambil membuang muka.

"Iya iya, terus istri lo gimana?" Tanya Dimas sambil duduk di sofa yang ada di ruanganku.

"Gue tinggal." Jawabku singkat.

"Kok di tinggal?" Tanya Dimas heran.

"Ya abis gimana? Orang dia nggak keluar-keluar dari kamar." Ujarku.

"Sawan kali dia liat lo marah." Tebak Dimas.

Aku mulai berpikir, apa benar dia takut kepadaku?

"Udah, gini aja." Ujar Dimas yang membuyarkan pikiranku.

"Balik dari kantor, lo beliin apa yang dia suka, terus jangan lupa, lo juga minta maaf ke dia." Lanjut Dimas.

"Minta maaf?" Tanyaku cengo.

"Ya walaupun lo ngerasa lo nggak salah, wajib banget tuh lo minta maaf ke dia karena, lo tau kan, cewek itu adalah makhluk yang paling ingin di mengerti!" Ujar Dimas sambil menjentikkan jari tengah dan jari jempolnya.

Aku hanya mengangguk mengerti.

"Jangan ngeremehin gue Bar, gue ini pakar cinta, kalo lo mah remed!" Ujar Dimas dengan gayanya yang menyebalkan.

"Sialan." Aku berdiri dari dudukku dan Dimas langsung memohon meminta ampun untuk tidak memberinya bogem mentah karena dia tau kalau bogemanku itu sangat aw.

***

Jangan lupa di vote ya biar ceritanya bisa lanjut hehe. Oh iya, ajak teman teman kalian untuk baca cerita ini juga ya!:) terimakasih.

Nikah muda! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang