Part 26

4.7K 203 23
                                    


Malam ini Shena mengemas beberapa seragam beserta buku pelajarannya. Ia tidak bisa jika terus melihat wajah Bara dengan banyak pertanyaan yang selalu muncul di benaknya. Setelah beberapa lama berpikir, ia memutuskan untuk menginap di rumah Karin.

"She, dimana lo?" Tanya Karin.

"Tepat di depan lo." Sahut Shena yang membuat Karin celingkukan mencarinya.

"Heh manusia segede ini gak keliatan apa?" Shena membuka pintu mobil Karin yang membuat Karin tersentak kaget akan kehadirannya.

"Ngabisin pulsa aja lo." Karin memutuskan panggilan secara sepihak.

Shena hanya tertawa menanggapinya.

"Lo dari mana? Kok ada di sini?" Tanya Karin sembari melajukan mobilnya.

"Kabur dong dari rumah." Sahut Shena bangga. Ia menoleh ke jok belakang untuk memastikan bahwa ia bisa menaruh barangnya disana.

Karin tidak ambil pusing, ia melihat sahabatnya sehat bin selamat saja menurutnya sudah cukup.

Setelah mobil Karin melaju cukup jauh dari apartemen Shena, ia merasa janggal dengan mobil hitam yang beberapa kali ia lihat dari kaca spionnya.

"She." Panggil Karin.

Shena hanya berdehem menyahutinya.

"Coba lo lihat belakang."

Shena menoleh ke belakang dan masih belum paham dengan apa yang Karin maksud.

"Mobil hitam, lo perhatiin ya."

Shena mengangguk. Ia melakukan apa yang Karin suruh.

Karin memberi sein ke kiri untuk mengecoh. Ia berbelok sedikit dan benar. Mobil itu mengikutinya.

"Ga beres nih." Gumam Karin.

"Rin, kanan!" Suruh Shena panik.

"Ha?" Sahut Karin yang tidak mengerti.

"Rumah Risa!"

Karin mengangguk. Ia berbelok ke kanan menuruti Shena.

"Rin, kalau orang jahat gimana?" Tanya Shena yang masih menoleh ke belakang agar bisa melihat dengan jelas mobil yang dimaksud Karin.

"Motifnya apa? Begal?" Sahut Karin santai.

"Kalau iya, gimana?" Shena menatap wajah Karin dengan tatapan yang sulit di deskripsikan.

"Banyak-banyak doa dah lo ya." Ujar Karin yang masih fokus menyetir. "Pegangan." Lanjutnya.

//

"She, bangun." Karin terpaksa membangunkan Shena karena bel pulang sudah berbunyi sekitar  30 menit yang lalu.

"Lima menit." Sahut Shena yang belum juga mengangkat kepalanya dari meja yang ia jadikan tempat untuk tidur.

"Nyokap lo nelpon gue tadi." Karin membuat Shena mengangkat kepalanya dan menoleh dengan mata yang masih terpejam.

"Beliau minta lo dianterin balik."

Shena menggeleng tanpa minat. Ia menjatuhkan kepalanya di atas meja dan melanjutkan tidurnya.

"She bukannya gue berpihak sam—"

"Ayo pulang." Shena bangkit dari tidurnya. Ia menyampirkan tasnya lalu berdiri menghadap Karin.

"Anak pintar." Karin tertawa melihat wajah bantal Shena.

  Mereka berdua akhirnya pulang ke rumah Shena. Tidak. Lebih tepatnya Karin mengantar Shena pulang lalu bergegas pamit karena ada urusan yang belum ia selesaikan di luar.

  "Ma, Karin pulang ya, maaf Shena Karin pinjem kemarin." Ujar Karin yang dijawab anggukan ramah dari Mamanya Shena.

"Makasih sayang, hati-hati!" Ujar Mama Shena sembari melambai.

"Ngapain si Ma?" Tanya Shena dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

"Masuk, ayo makan siang." Mama merangkul Shena. Dengan terpaksa Shena menurutinya karena ya mau gimana lagi, toh ia pun sudah sampai di rumah.

"Nah, tuh anaknya datang." Papah menatap Shena dengan tatapan riang.

Lain dengan Shena. Ia menghela napas karena seseorang yang sedang duduk di hadapan Papahnya.

"Aku udah ga napsu makan." Ujar Shena lalu melepas rangkulan Mamanya.

"She, mau kemana?" Papah berdiri hendak menghampiri Shena namun tertahan oleh panggilan Bara.

"Pah, biar Bara aja." Bara bangkit dari duduknya lalu menghampiri Shena yang sudah melenggang masuk kedalam kamarnya.

"She," panggil Bara yang berada di ambang pintu.

"Apa lagi?" Jawab Shena sambil tertawa. Ia bangkit dari duduknya.

"Pulang." Pinta Bara.

Permintaan Bara membuat tawa Shena semakin menggelegar.

"Lucu ya lo." Shena geleng-geleng menatap wajah suaminya.

Bara hanya terdiam di ambang pintu.

"Gue hampir mati, Bar." Shena menunjuk dirinya sendiri. Matanya mulai berkaca-kaca mengingat kejadian semalam.

"She," Bara melangkah mendekati Shena.

"Jangan deket-deket." Shena mundur beberapa langkah untuk menjauh dari Bara.

"Saya—"

"Nggak, gue nggak peduli lo kemana, dimana, dan lagi ngapain semalam." Shena menarik napas lalu menghembuskannya perlahan agar dirinya sedikit tenang. "Udah, cukup. Sekarang, lo urus masalalu lo yang katanya bukan urusan gue." Lanjutnya.

"Semua orang punya privasi, Shena." Tekan Bara.

Ucapan Bara membuat alis Shena terangkat sebelah.

"Privasi? Lo masih nggak mikir, Bar?" Shena menatap Bara tidak percaya. "Lo udah bikin gue ada di tengah-tengah yang gue juga nggak ngerti jelasnya gimana." Air mata Shena lolos karna sudah tak sanggup ia bendung.

"Jangan nangis." Bara berusaha menyeka air mata Shena namun gagal. Shena menepis tangannya.

"Gue kira hubungan kita transparan, Bar. Ga ada yang perlu di tutupin. Ternyata gue salah, segitu percayanya gue sama lo sampai ga sadar kalau lo ternyata nyimpen sesuatu dari gue." Air mata yang tadinya hanya molos beberapa tetes sekarang sudah menjadi aliran deras.

Patah. Hati Bara patah melihat wanitanya menangis karna dirinya. Begitu bodohnya dia mempertahankan masalalu yang membuat wanitanya dalam bahaya.

"Saya minta maaf." Bara menarik Shena dan memeluknya. Shena tidak berontak. Ia menangis sejadi-jadinya di dekapan Bara.

"Saya bakal seselaikan secepatnya." Bara membelai rambut Shena. "Berhenti ya, nangisnya." Bara mengecup puncak kepala Shena.

"Baju lo basah tuh." Ujar Shena yang masih sesenggukan di sela-sela tangisnya.

"Nggak apa, tinggal kamu ganti." Sahut Bara yang membuat Shena mendorong Bara pelan.

"Apanih maksudnya." Shena menyeka air matanya.

"Saya bercanda." Ujar Bara datar.

"Lo bercanda ga ada ekspresinya." Shena menarik kerah seragamnya lalu menggigitnya.

"Lepas." Bara menarik kerah baju Shena pelan agar berhenti di gigit oleh Shena.

"Pulang sana." Usir Shena yang membuat Pundak Bara turun.

"Ayo ikut pulang."

•••

Jangan lupa di vote ya biar ceritanya bisa lanjut hehe. Oh iya, ajak teman teman kalian untuk baca cerita ini juga ya!:) terimakasih - esperanza

Nikah muda! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang