[SETELAH REVISI]
Main song :
I cant say that - Kim nayoungRose menunggu di depan ruang rawat Chanyeol dengan keadaan penuh harap.
Ia tak memperdulikan kakinya yang penuh luka dengan keadaan tanpa alas.Air matanya tak berhenti mengalir sejak tadi. ia sangat merasa bersalah karena tak berada di sisi cowok itu saat itu. Ia makin menyesal kala kini ia tak sempat menjelaskan apapun pada Chanyeol. Apa yang pertama kali terjadi saat Chanyeol bangun, ia tak bisa membayangkannya.
Rose kembali menangis dan segera menyeka air matanya. Bajunya belum berganti sejak tadi. Bajunya masih penuh dengan darah Chanyeol, membuat orang-orang menatapnya heran.
Matanya tak sengaja menangkap dua orang yang segera berjalan kesini.
Yuri dan Wendy. Entah bagaimana gadis itu bisa bersama dengan ibu Chanyeol. Rose tak percaya ini. Ia segera berdiri sementara jarak Wendy, Yuri dan dirinya semakin menipis.
"Eomma—"
"Jangan memanggilku dengan sebutan itu, Rose. Aku tak sudi," potong Yuri begitu saja. Ucapan sarkas itu membuat Wendy tersenyum penuh kemenangan tanpa sadar.
"M- maksud eomma? ak- aku tidak seperti yang eomma bayangkan, sungguh," ucapnya meyakinkan.
"Tidak eomma, satu hari sebelum kejadian ini, dia mencampakkan Chanyeol oppa begitu saja. Tanpa mau menjelaskan ia pergi begitu saja," pungkas Wendy mengompori.
"Aku tidak mungkin seperti itu," Rose mengambil kedua tangan Yuri untuk digenggamnya. "Eomma, percayalah padaku,"
Yuri segera menepis tangan Rose di tangannya. "Seorang ibu tak akan memaafkan seseorang yang telah membunuh anaknya,"
"Tapi Chanyeol tidak mungkin meninggal eomma, pasti dia selamat. Aku yakin itu,"
ucap Wendy yang mulai menitikkan air mata.Yuri menghap kearah Wendy dan segera menghapus air mata perempuan itu.
"Eomma, dia berbohong. Aku—"
"Kau memang pembunuh! untuk apa kau kembali hanya untuk berpura-pura menjadi seseorang yang perduli, hiks" tukas Wendy yang membuat Rose tak tahan untuk melayangkan sebuah tamparan.
Plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi gadis blasteran kanada itu. Ia pun segera memegang pipinya yang ia yakinkan memerah. Ia ingin segera membalas namun itu tak mungkin. Ia tak akan mungkin memperlihatkan sikap aslinya tentunya.
"Hiks, mengapa kau menamparku Rose, hiks,"
Rose yang seharusnya mengontrol emosinya itupun memegang tangannya penuh sesal. Yuri segera melemparkan gadis itu dengan tatapan kebencian. Ia segera mendorong Rose untuk menjauh dan saat itu pula Guanlin datang.
Guanlin yang melihat ibunya mendorong Rose pun segera menghentikannya.
"Eomma, hentikan. Kendalikan dirimu," ujar Guanlin yang melindungi Rose.
"Menjauh dari gadis ular itu Guanlin. Dia yang telah membunuh kakakmu," celetuk Wendy berusaha mempengaruhi Guanlin juga.
Guanlin menatap Wendy sebentar, "Eomma, dengar. Rose nuna tidak mungkin seperti itu. Dia tak mungkin melakukan hal itu," yakin Guanlin.
"Kau sudah terpengaruhi oleh gadis itu Guanlin. Aku melihat sendiri kalau dia mencampakkan Chanyeol oppa kala itu.'"
ucap Wendy yang membuat Yuri kembali ingin mendorong Rose namun ditahan oleh Guanlin."Nuna, sebaiknya kau pergi dulu. Aku yang akan mengurus ini," ujar Guanlin sambil menahan Yuri yang emosi nya sedang naik turun saat ini.
"Tapi, bagaimana dengan Chanyeol?
dia—""Aku akan menyusulmu, cepat nuna," ucapan Guanlin kali ini membuat Rose segera pergi. Dengan sedikit tertatih dia mencari lift namun lift sedang ramai karena lift satunya sedang ada perbaikan. Alhasil dia melewati tangga.
Ruang operasi Chanyeol ada di lantai 3. Rose harus menuruni anak tangga yang pastinya banyak tanpa alas kaki.
Kakinya sangat perih saat ini dan sakit diperutnya perlahan perlahan menusuk.
Tolong, jangan biarkan dia datang saat ini, jebal.
Rose memegang pegangan tangga sembari memegang perutnya yang lama kelamaan mulai bertambah sakit, ditambah juga dengan kepalanya yang juga ikut sakit. Namun tentu saja Rose menahan sakitnya itu sampai tangga terakhir.
Rose perlahan keluar dari Rumah sakit besar tersebut. Langit mulai mendung, pertanda rintik hujan akan segera datang.
Ia duduk di bangku putih dengan pemandangan rumput hijau serta bunga yang tak jauh dari rumah sakit tersebut.
Perlahan-lahan Rintik hujan mulai turun, membasahi tubuhnya. Bersamaan dengan air hujan yang lama lama mulai deras, Rose mukai menintikkan air matanya. Rasa sesal yang begitu dalam dan kejadian yang membuatnya merasa sangat bersalah memenuhi pikirannya.
Air matanya turun makin deras seraya isakannya mulai terdengar bersamaan dengan suara air hujan yang makin kuat.
Ia meratapi semuanya. Ia bahkan tak memikirkan dirinya sendiri. Perutnya dan rasa pusingnya yang kian menjadi itupun tak membuat rasa bersalahnya hilang.
Namun, lama kelamaan rasa sakit perutnya itupun tak bisa ia tahan lagi.
Rose terjatuh dari bangku tempat duduknya. Suara teriakan minta tolong darinya pun teredam karena derasnya suara air hujan.
Hingga akhirnya Rose tak bisa menahan sakitnya lebih lama lagi dan akhirnya terkulai lemas tidak menyadarkan diri.
•TBC•
Maafkan aku guys. Ini sebenernya udah di ketik beberapa hari sebelum MV Blackpink rilis dan rencananya bakal di up tepat di hari perilisan MV Blackpink.
Tapi aku gak bisa ngejar target itu karena aku masih bingung mikirin alur yang pas. Gimana gak butuh waktu guys, aku reset bisa sampe berjam jam lamanya. Alur awal gak gini guys, bahkan yang baru aku ketik beberapa hari lalu aku rombak lagi karena aku ga srek.
Terus ku fikir informasi yang udah aku research berkali kali itu bakal masuk di chapter ini. Taunya enggak.
So.. begini lah teman teman.
Ini aku masih belum rela nge publish tapi
kalau makin lama ini malah terbengkalai terus alur yang ada di otak aku udah ilang gitu aja.JANGAN LUPA FOLLOW AKUN
WATTPADKU, TERIMAKASIH.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR LIFE || Chanrosè (End)
FanfictionAwalnya, Roseanne Park hanyalah pelayan salah satu cafe di Seoul untuk menghidupi hidupnya dan adiknya. Namun ia terpaksa berhenti dari pekerjaannya karena sang ayah yang mengetahui pekerjaan dirinya selama tinggal di Seoul. Tak ingin Rose bekerja d...