Sejeong beberapa kali meremas jemarinya sendiri. Tangannya sudah berkeringat dingin sejak tadi, apa lagi setelah mereka tiba di depan sebuah gedung tua tak terpakai. Tempat itu lebih seperti bangunan yang tidak jadi namun ditinggalkan begitu saja. Terdapat banyak semak belukar di sekelilingnya, menambah ketakutan Sejeong saja saat melihatnya.Sejeong menoleh pada Daniel yang sejak tiba tadi sedang menerima telpon dari seseorang, mungkin rekannya sesama polisi.
Daniel terlihat menghela napas panjang setelah menutup panggilan itu. Ia menggeser posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Sejeong lalu menggenggam jemari kekasihnya.
"Kau siap?" tanyanya meyakinkan.
Sejeong mengangguk walaupun masih ada seribu ketakutan dibenaknya.
Satu tangan Daniel terulur membelai wajah Sejeong dan menatapi manik gadis itu bergantian, "Kau tau aku tidak akan pernah membiarkanmu terluka, bukan?"
Sejeong mengangguk. Entah kenapa matanya kini mulai berkaca-kaca.
"Jangan takut, sayang. Kau tidak melakukannya sendirian. Ada aku yang akan selalu melindungimu"
Setelah itu Daniel mendaratkan sebuah kecupan hangat di kening Sejeong.
ººº
Sejeong melangkah teramat pelan memasuki bangunan yang sudah usang itu. Karna itu adalah sebuah tempat yang belum jadi, jadi hanya beberapa sisi yang mempunyai dinding, sementara banyak yang tak berdinding sehingga tempat itu cukup terang untuk di telusuri.
"Sepertinya kita berhasil lebih dulu sampai di sini dari pada orang itu. Tapi kita punya masalah, ada bom yang terpasang di badan Yoojung. Sekarang Timku sedang berusaha menjinakkannya. Tugasmu adalah mengalihkan perhatiannya saat orang itu datang kemari. Jika kami yang langsung bergerak, takutnya dia akan mengaktifkan bomnya tanpa ampun. Jika kau ingin menyelamatkan anak muridmu, hanya itu caranya. Jangan khawatir, kami juga akan selalu mengawasimu"
Sejeong terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya akan baik-baik saja. Danielnya pasti tidak akan membiarkannya terluka.
Sejeong sengaja berhenti di tengah-tengah bangunan. Sebelumnya Daniel memberitahunya jika posisi Yoojung ada di lantai dua. Hanya saja timnya sedang melakukan tugas mereka sekarang. Sekarang saatnya Sejeong melakukan tugasnya untuk menyelamatkan muridnya.
"Akhirnya kau datang juga, Kim Sejeong"
Darah Sejeong berdesir hebat saat mendengar suara itu.
Air muka ketakutan tak dapat ditutupinya saat pandangannya dan orang itu beradu. Ia ingat pemilik mata itu. Masih sama seperti waktu itu.
"Jadi siapa yang memberitahumu? Kekasihmu itu bukan? Apa dia berniat mengorbankanmu?" Taekwoon tertawa tak jelas dengan nyaringnya, kemudian berhenti dan menatap Sejeong dengan tatapan membunuh.
"Aku tidak bodoh, Kim Sejeong. Aku tau kau sudah berkomplot dengan polisi-polisi itu untuk menjebakku. Coba saja, maka akan aku pastikan siapapun yang terlibat sekarang akan mati di sini"
"Kenapa-- kau melakukan semua ini? Kenapa kau melakukan ini pada ayahku dan aku? Bukankah tidak nyaman hidup dipenuhi dendam?"
"Jangan menceramahiku, gadis bodoh! Aku bukan satu anak muridmu. Aku adalah mimpi burukmu. Karna kau dan ayahmu sudah membuat mimpiku hancur"
"Bagaimana mungkin kau tega menghabisi nyawa wanita yang kau cintai dan bayimu sendiri hanya untuk sesuatu yang kau bilang sebuah mimpi? Apa kau tidak menyesal sama sekali?"
"Kau terlalu banyak bicara, Kim Sejeong. Bukankah kau ke sini untuk bertemu dengan ayahmu? Baiklah, akan kukabulkan permintaanmu itu. Juga anak itu, dia akan segera bertemu dengan kakaknya," Taekwoon kembali tertawa dengan mengerikan, sebelum tawa pria itu tiba-tiba lenyap berubah dengan keheranan karna benda kecil yang ada ditangannya tak menimbulkan dampak apapun meskipun ia sudah berkali menakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Target
Fanfiction[sequel "My Innocent Girl"] "Target aku cuma satu. Bikin kamu jadi milik aku lagi" 15+